Mohon tunggu...
Yusuf Anshori
Yusuf Anshori Mohon Tunggu... Administrasi - official account

Solo, kadang normal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku dan pelacur

26 November 2010   02:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:17 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atas anjuran seorang dokter .. saya diminta untuk tidak terlalu banyak duduk dan lebih banyak melakukan aktivitas dengan bergerak. Hal ini disebabkan karena turun drastisnya tekanan darah saya hingga mencapai 80/70 yang menyebabkan saya tiba-tiba menjadi glayaran, ngantukan dan lemah gemulai, tidak giras lagi. Aktivitas ngenet saya yang rata-rata 6 jam perharipun terpaksa dicukur habis-habisan.

Hal itu tentu saja menyebalkan bagi saya. Tapi buat apa boleh? ( Timbul mode “on”). Nah, pada suatu ketika, untuk mengisi waktu luang saya bermaksud sekedar jalan-jalan siang di taman 45 Banjarsari. Hasil relokasi pedagang klithikan di taman itu memang membuahkan hasil dengan keberadaan taman 45 yang menjadi ruang publik yang cukup segar, tenteram, damai dan sentosa.

Setelah urusan ternak teri (nganter anak, nganter istri) selesai, segera saya meluncur ke taman itu. Sedang asyik celingak-celinguk nyari parkir yang tepat, beberapa sms masuk ke hp saya dan membutuhkan perhatian. Sambil duduk ditrotoar saya asyik berkirim-balas sms. Sejurus kemudian (kayak Wiro Sableng ..) tiba-tiba berhenti sebuah motor tepat didepan saya. Penumpangnya seorang perempuan berusia sekitar menjelang 30-an. Dandanannya ala gadis masa kini dengan segala sesuatu yang menonjol dan ditonjolkan.

Kami sesaat saling bertatapan mata .. hening .. ala sinetron asmara. Dia tersenyum, saya tersenyum, sambil menerka-nerka, ini siapa.

“Ngamar yok mas …” meluncur kata-kata lembut dari perempuan itu.

Gubrak! Kagetlah saya. Jam segini? Dengan kondisi badan kayak gini? Ada yang ngajak ngamar? Lha wong dengan istri sendiri saja males, apa lagi dengan perempuan nggak dikenal. Tapi jelas, ni perempuan memang PSK. Kerjaannya memang seperti itu.

“Berapa?”tanya saya kemudian. Meluncur begitu saja. Ternyata otak iseng saya berkerja lebih cepat dari shock saya.

“150 ribu”

Weleh .. murah kali perempuan jaman sekarang.

“Kemahalan mbak” kata saya kemudian. Saya sudah bisa menguasai diri. Semua syaraf otak dan organ gerak terkontrol dengan sempurna.

“lha mintanya berapa”

“50 ribu” ..asal ngomong saya

“ wah mas .. wong kamarnya saja 25 ribu”

Saya ngakak.

“khan masih untung? Toh nggak kulakan” saya genit.

Perempuan itu mesam-mesem.

“ya dah .. 75 wae mas .. itung-itung penglaris”

Wah .. ada mode penglaris juga untuk profesi ini.

Transaksi berhenti. Saya nggak nawar lagi. Tapi iseng bertanya, berapa lama ia berprofesi seperti itu dan kenapa. Kata perempuan itu, dia dah berprofesi seperti itu sejak umur 18 tahun, sekarang ia berumur 27 tahun. Dan dia melakukan itu karena dihamili pacarnya dan diusir orang tuanya. Jawaban klise yang sebenarnya sudah saya duga sebelumnya. Otak saya berfikir keras menghindari perempuan ini. Nyesel juga punya otak iseng

Akhir transaksi, dia mengajak saya kesebuah losmen disekitar RRI, Saya minta dia duluan. Saya nyusul belakangan. Ketika diperjalanan, sebuah mobil yang terseok memisahkan jarak kami. Kesempatan itu saya manfaatkan.. saya kabur seperti pencopet dikejar hansip. Meluncur kerumah, masuk kamar dan ndekem sambil istigfar berkali-kali.

Saya kemudian inget pada si Konyil (entah siapa nama sebenarnya). Seorang pelacur diarea stasiun Ledoksari. Sebuah kawasan dimana saya dibesarkan. Daerah itu memang berhimpit antara stasiun, perumahan dan pasar. Yang terjadi adalah interaksi antara penduduk, preman, copet, pedagang dan pelacur. Dibelakang rumah saya, yang berupa rel kereta api, setiap malam dijadikan ajang transaksi prostitusi, perdagangan tertua didunia.

Memang saya besar dan tumbuh dikawasan acakadut kayak begitu. Hanya saja orang tua saya sangat keras melindungi anak-anaknya. Sehabis maghrib, tak ada seorangpun anak-anaknya yang boleh keluar rumah. Segala keperluan anak-anaknya dicukupi. Dari televisi sampai aneka majalah dan bahan bacaan. Intinya, jangan keluar rumah dimalam hari.

Tapi suka tidak suka terjadi pula interaksi. Saya pada akhirnya berinteraksi dengan si pelacur yang bernama Konyil tadi. Pada masa itu, saya masih SD kelas 3, saya tidak faham apa profesi si Konyil itu, saya sering dimanjakan dengan aneka jajanan dan aneka mainan. Termasuk diantaranya dia mengenalkan saya pada bioskop. Untuk sekedar nonton bioskop perlu berjalan kaki sejauh 500 meter. Dan si Konyil menggendong saya pulang pergi. Ada beberapa film yang masih saya ingat ketika nonton sama si Konyil tadi. Diantaranya : Superman, Tarzan : King of the Apes dan Fist of Fury-nya Bruce Lee. Dalam setiap interaksi, si Konyil selalu mensyaratkan dan menasehati saya agar selalu rajin belajar agar menjadi tentara, polisi atau dokter. Kata-kata yang kemudian saya anggap luar biasa ketika kelak saya tahu apa profesi si Konyil.

“Hubungan” saya dengan Konyil terputus ketika Bapak saya mengetahuinya. Saya dimarahi habis-habisan dan puluhan kali pukulan sandal mendarat di pantat saya. Seluruh mainan dan pemberian si Konyil habis dibuang. Sebuah sikap wajar yang kelak saya fahami dari seorang Bapak yang ingin melindungi anaknya.

Tak lama kemudian si Konyil, beserta seluruh copet, pelacur dan preman diarea itu menghilang ketika peristiwa Penembak Misterius (Petrus) merajalela. Entah, sampai sekarang saya tak tahu dia ada dimana. Ada yang bilang dia telah jadi orang baik-baik di disebuah desa. Ada yang bilang turut tewas dalam peristiwa Petrus itu.

Yang hendak saya ceritakan adalah bahwa ada beberapa bagian dari kita yang suka tidak suka berinteraksi atau bahkan terkotori oleh sejarah kelam orang lain. Atau bahkan ada diantara kita justru masih mengukir sejarah kelam sendiri. Tapi inilah dunia, tidak ada cahaya tanpa gelap. Dan dalam kegelapan, seharusnya cahaya yang dicari, bukan kain hitam. That’s all folks!

http://cobrotan.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun