Dan jika dilihat lebih jauh ke belakang, putusan MK yang menguntungkan anak presiden dan bakal capres Prabowo Subianto adalah buah minimalis dari berbagai upaya 'pembusukan' institusi demokrasi yang sudah dilakukan penguasa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, yakni munculnya wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga Perioda.
Beruntungnya, publik Indonesia masih memiliki kesadaran demokratis yang cukup tinggi untuk menolaknya. Berlatar upaya-upaya politik naif di atas, nampaknya "Politik Dinasti" demokrasi kita ke depan akan semakin suram. Karena itu publik dan masyarakat sipil harus mulai banyak melibatkan diri di dalam mengawasi praktik-praktik politik yang sedang berlangsung, agar tidak terlalu jauh melenceng dari idealitas demokrasi yang kita harapkan.Â
Sebagai ilustrasi Saya Soal "politik Dinasti" sederhana, mari kita asumsikan jika Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka menang, misalnya. Lalu Prabowo akan berkuasa selama lima tahun ke depan.
mengutip berita "Kompas com" Karena faktor umur, misalnya, Gibran kemudian maju sebagai calon presiden 2029, dengan dukungan penuh dari kekuasaan presiden yang sedang berkuasa, yakni Prabowo Subianto. Dengan kata lain, diperkirakan nanti Prabowo juga akan memainkan kartu yang persis sama dengan Presiden Jokowi hari ini, untuk memenangkan Gibran. Lalu jika Gibran menang, maka diasumsikan 10 tahun lagi setelah 2029 nanti dinasti Jokowi akan tetap berkuasa, setelah lima tahun sebelumnya juga berkuasa dalam kapasitas sebagai wakil presiden dari Prabowo Subianto.Â
Pun selanjutnya diasumsikan bahwa di tengah jalan saat Gibran berkuasa, ada putra Presiden lainnya Kaesang Pangarep dan sang menantu Bobby Nasution yang sudah antre di barisan penerus Gibran. Lagi-lagi diasumsikan bahwa keduanya bisa membuat komitmen untuk berbagi waktu berkuasa, misalnya Bobby untuk 5 tahun, lalu setelah itu Kaesang 10 tahun selanjutnya. Maka lengkap sudah, keluarga Jokowi akan bisa berkuasa lebih lama dibanding dinasti Presiden Soeharto di Indonesia.Â
Inilah ilustrasi "Politik Dinasti" ke depan jika pemilihan presiden kali ini semata-mata dihitung secara elektronik dan melupakan moralitas kenegarawanan seorang pemimpin. Spirit bagi-bagi kuasa akan menjadi motivasi utama dalam merebut dan mempertahankan singgasana di Istana. Silahkan dibayangkan sendiri.
Demokrasi, sebab, itu bertalian dengan keselamatan publik bukan "Politik Dinasti" Artinya. Ancaman terhadap keselamatan publik dapat sekaligus dibaca sebagai ancaman demokrasi, yang dimana sebagian besar masyarakat sipil, ingin berkompetisi dalam Negara Demokrasi Indonesia dan apabila masih tertanam "politik Keturunan" memang sebuah persolan yang dilematis bagi sebuah demokratis disatu sisi, negara demokratis dituntun untuk melindungi hak sipil dan politik warganegaranya...
Mataram. 24-Desember-2023.
Menjemput Pesta Demokrasi (2024)....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H