Pendahuluan
Kehidupan saat ini semakin kompleks dan kompetitif. Tantangan yang dihadapi generasi saat ini lebih banyak dan makin sulit. Hanya pribadi-pribadi yang siap yang akan bisa memenangkan kompetisi hidup dan meraih kesuksesan. Mereka yang fokus dengan tujuan, memiliki sudut pandang berbeda dan empatik, matang berkomunikasi, mampu membuat dan memiliki jaringan luas, berpikir kritis, siap menghadapi tantangan dan pandai mengelola diri serta terus belajar ditengarai lebih berpeluang untuk meraih kesuksesan.
Adalah menjadi tugas pendidikan untuk mengajarkan dan mempersiapkan generasi yang dididik dan yang terlibat dalam proses pendidikan untuk memiliki beberapa skill kehidupan yang semestinya mereka miliki. Ellen Galiansky, seorang professor di Bank Street College, New York, yang juga dikenal sebagai pakar di bidang pendidikan anak menyebut ada 7 skills utama yang harus dimiliki seseorang untuk meraih sukses dalam hidupnya. Agar mendarah daging, skills ini idealnya diajarkan kepada anak sejak usia dini. Namun bagi orang yang sudah dewasa pun, sangat bagus untuk memahami dan melatih skills ini, apalagi yang berprofesi sebagai pendidik. Konsep 7 life skills essentials ini merupakan pengembangan dari teori multiple intelligence yang digagas Howard Gardner.
Konsep 7 Life Skills Essentials
1. Focus and Self Control
Fokus ketika menjadi kata kerja (mem-fokus) artinya memusatkan baik perhatian, pembicaraan, pandangan, sasaran dan sebagainya. Pekerjaan apapun yang dilakukan seseorang membutuhkan fokus meskipun dengan kadar yang berbeda. Semakin berat dan rumit sebuah pekerjaan tentu semakin tinggi fokus yang dibutuhkan. Dan fokus bukan perkara yang mudah dan hal ini dianggap sebagai kemampuan yang tidak lahir begitu saja tetapi diperlukan latihan atau pembiasaan yang membuat seseorang memiliki kemampuan ini dengan baik.
Dalam Islam sendiri beberapa ritual keagamaan berupa shalat, dzikir, membaca al-Quran dan lain sebagainya merupakan cara-cara yang sangat baik yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan fokus kita. Jadi upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan ritual apapun yang dianjurkan syari'at sejatinya adalah bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan fokus kita.
Adapun self control (pengendalian diri) merupakan satu kesatuan dengan focus. Self control bisa muncul jika seseorang bisa fokus pada tujuannya.
2. Perspective Taking
Banyak orang mengartikan perspective taking atau pengambilan sudut pandang sebagai empati. Konsepnya memang mirip, karena empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri ke dalam peranan orang lain, termasuk melihat dengan sudut pandang sebagaimana orang lain melihat.
Dalam ilmu psikologi, empati memang komponen utama dari perspective taking. Namun jika dilihat lebih dalam, perspective taking lebih luas dari empati karena melibatkan banyak bagian otak yang kompleks untuk bisa mengerti bagaimana pikiran dan perasaan orang lain. Seseorang yang dapat bekerja sama dengan tim, mengerti dan menyinkronkan persepsi agar bisa bekerja sama dan menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan bersama tersebut adalah yang memiliki skill perspective taking yang baik.
Generasi terbaik umat Islam yaitu para sahabat Nabi Muhammad Saw dianggap sebagai generasi yang memiliki banyak karakter dan kemampuan hidup ideal, antara lain mereka memiliki skill perspective taking sangat baik, sampai dijustifikasi sendiri oleh Allah melalui firman-Nya dalam surat Al-Hasyr ayat 9.
3. Communicating.
Skill ke 3 ini artinya adalah keterampilan berkomunikasi. Tetapi komunikasi yang dimaksud disini bukan sekadar bisa memahami bahasa, berbicara, membaca, ataupun menulis tetapi lebih advance dari itu. Seseorang harus memiliki keterampilan untuk memahami pesan yang ingin dikomunikasikan oleh orang lain dan menguasai bagaimana cara agar pesan yang kita sampaikan bisa dipahami oleh orang lain.
Basis dari edukasi adalah memang literasi, baik verbal maupun numerical. Dengan kemampuan literasi itu kita bisa belajar begitu banyak hal. Namun yang tak boleh dilupakan pada tahapan selanjutnya adalah communication skill. Di dalam al-Quran sendiri kemampuan komunikasi ini sangat penting sebagaimana diulas dalam Surat Al-Isra ayat 28.
4. Making Connections
Saat ini, era-nya adalah kolaborasi. Karena itu, kesuksesan akan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengorkestrasi orang-orang atau pihak yang ada di sekitarnya untuk berkolaborasi. Di sinilah kemampuan making connections akan sangat berperan.
Contoh kasusnya adalah seorang Nadiem Makarim yang mendirikan GO-JEK yang dengan jeli mengamati betapa banyak orang yang membutuhkan jasa transportasi yang mudah dihubungi dan harganya terjangkau. Banyak pula orang sering kerepotan saat harus membeli makanan dari luar. Maka Nadiem Makarim kemudian melihat berbagai kebutuhan itu dan membuat sistem yang dapat menghubungkan pihak-pihak yang saling membutuhkan ke dalam ekosistem GO-JEK yang ia ciptakan.
5. Critical Thinking
Pada era banjir informasi saat ini, termasuk maraknya berita palsu atau hoaks yang menyebar di berbagai jalur komunikasi, kemampuan berpikir kritis sangatlah penting. Pikiran kritis membuat kita mampu memfilter berbagai informasi yang masuk, sehingga tidak terombang-ambing dan tersesat saat mengambil keputusan atau bertindak.
Kenapa saat ini masyarakat mudah sekali termakan hoaks padahal tak sedikit dari mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukan kemampuan critical thinking yang lemah. Ini juga berarti pendidikan tinggi yang mereka peroleh tak mampu membangun keterampilan berpikir kritis.
6. Taking on Challenges.
Artinya menerima tantangan. Skill ini menunjukan bahwa seseorang memiliki keberanian, tidak mau kalah sebelum berperang atau pantang mundur sebelum bertanding. Seorang anak atau orang dewasa yang suka menghindari tantangan ditengarai memiliki fixed mindset, artinya pola pikirnya kaku. Kepandaian yang dimilikinya dianggap bersifat tetap, jadi ia enggan mengeluarkan effort lebih untuk menerima tantangan. Adapun yang mau menerima tantangan disebut memiliki growth mindset, yaitu pola pikirnya berkembang dan dia merasa bisa mengembangkan kemampuannya dengan lebih baik.
7. Self Directed, Engage Learning.
Saat seorang anak dalam fase usia berkembang mereka sudah memiliki insting learning. Mereka adalah penanya yang ulung, bertanya apa saja dengan mata yang berbinar-binar. Namun ketika memasuki sekolah yang terjadi binar-binar mata itu perlahan mulai meredup. Tak ada pertanyaan penuh curiosity yang menghambur keluar dari benaknya melalui bibir. Mulutnya seakan terkunci.
Mengapa insting belajar mereka terus meredup saat umur mereka bertambah dan memasuki sekolah? Padahal keterampilan untuk terus belajar itu akan sangat menentukan kesuksesan anak. Dengan keterampilan itu anak belajar dengan sukacita. Aktifitas belajar menjadi hal yang menyenangkan hatinya, bukan sesuatu yang menakutkan dan membebani. Keterampilan itu tidak hanya akan menentukan sukses tidaknya anak saat fase belajar di sekolah, tetapi juga saat masuk ke dunia kerja, bahkan hingga berkeluarga.
Keterampilan ini harus dibangun sejak usia dini oleh para orang tua juga para guru dengan cara memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada mereka untuk mengeksplorasi apa yang ada di sekitarnya. Orang tua dan guru yang terlalu protektif dan tidak memperbolehkan anaknya melakukan ini-itu karena takut kotor, takut sakit, dan lain-lain akan meredupkan nyala insting belajar yang dimiliki anak. Demikian juga sekolah yang hanya menerapkan metode pembelajaran satu arah. Murid hanya duduk diam mendengarkan apa yang disampaikan guru.
Penutup
Sebagai sebuah teori atau konsep, apa yang digagas Ellen Galiansky tentang 7 life skills essentials diatas tentu saja layak menjadi bahan dan basis rasional pemikiran kita untuk membentuk kepribadian baik kita sendiri maupun anak-anak. Teori dari manapun dan dari siapapun selama dinilai baik dan ilmiah tentu patut diambil sembari tetap mengedepankan sikap critical thinking kita. Bukankan sebagai umat Islam kita diajarkan untuk "khudzil hikmah min ayyi wi'aain khorojat" atau "unzhur maa qiila wa laa tanzhur man qoola" dan bukannya melakukan resistensi serta bersikap apriori karena yang membuat atau yang mencetuskan teorinya adalah orang barat. Bukankan peradaban umat Islam dulu menjadi maju dan cemerlang karena sikap terbuka dan berpikir kritis umat Islam. Belajar banyak dari peradaban Yunani, Romawi, Persia, Tiongkok dan peradaban bangsa lain sebagaimana barat juga maju karena banyak belajar dari khazanah keilmuan yang diwariskan para ilmuwan Islam.
Apa yang diungkapkan Ellen diatas memang mengedepankan paradigma rasional. Sedangkan Islam mengajarkan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan hidup tak bisa lepas dari peran Allah Swt yang Maha Kuasa sehingga kitapun dituntut untuk gigih dan penuh cinta untuk selalu mendekati-Nya. Hal ini penting agar kelak jika kita sukses dunia ini kesuksesan kita justru tidak melahirkan sikap jumawa dan kehampaan jiwa yang justru berujung tidak bahagia. Sebagai umat Islam kita diajarkan untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Dan kuncinya tetaplah ilmu sebagaimana diwanti-wanti oleh Rasulullah Saw ratusan tahun silam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H