Mohon tunggu...
Hayat Ruhyat
Hayat Ruhyat Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar Penuh Jeda

Saat ini berprofesi sebagai Kaur Tata Usaha di MTsN 11 Indramayu dan Pengelola Pondok Pesantren Al Wathoniyah Cikedunglor Indramayu Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seven Life Skill Essentials

9 Mei 2024   08:13 Diperbarui: 9 Mei 2024   08:25 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Skill Hidup (sumber foto : Maukuliah.id)

4. Making Connections


Saat ini, era-nya adalah kolaborasi. Karena itu, kesuksesan akan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengorkestrasi orang-orang atau pihak yang ada di sekitarnya untuk berkolaborasi. Di sinilah kemampuan making connections akan sangat berperan.
Contoh kasusnya adalah seorang Nadiem Makarim yang mendirikan GO-JEK yang dengan jeli mengamati betapa banyak orang yang membutuhkan jasa transportasi yang mudah dihubungi dan harganya terjangkau. Banyak pula orang sering kerepotan saat harus membeli makanan dari luar. Maka Nadiem Makarim kemudian melihat berbagai kebutuhan itu dan membuat sistem yang dapat menghubungkan pihak-pihak yang saling membutuhkan ke dalam ekosistem GO-JEK yang ia ciptakan.

5. Critical Thinking


Pada era banjir informasi saat ini, termasuk maraknya berita palsu atau hoaks yang menyebar di berbagai jalur komunikasi, kemampuan berpikir kritis sangatlah penting. Pikiran kritis membuat kita mampu memfilter berbagai informasi yang masuk, sehingga tidak terombang-ambing dan tersesat saat mengambil keputusan atau bertindak.
Kenapa saat ini masyarakat mudah sekali termakan hoaks padahal tak sedikit dari mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukan kemampuan critical thinking yang lemah. Ini juga berarti pendidikan tinggi yang mereka peroleh tak mampu membangun keterampilan berpikir kritis.

6. Taking on Challenges.


Artinya menerima tantangan. Skill ini menunjukan bahwa seseorang memiliki keberanian, tidak mau kalah sebelum berperang atau pantang mundur sebelum bertanding. Seorang anak atau orang dewasa yang suka menghindari tantangan ditengarai memiliki fixed mindset, artinya pola pikirnya kaku. Kepandaian yang dimilikinya dianggap bersifat tetap, jadi ia enggan mengeluarkan effort lebih untuk menerima tantangan. Adapun yang mau menerima tantangan disebut memiliki growth mindset, yaitu pola pikirnya berkembang dan dia merasa bisa mengembangkan kemampuannya dengan lebih baik.

7. Self Directed, Engage Learning.


Saat seorang anak dalam fase usia berkembang mereka sudah memiliki insting learning. Mereka adalah penanya yang ulung, bertanya apa saja dengan mata yang berbinar-binar. Namun ketika memasuki sekolah yang terjadi binar-binar mata itu perlahan mulai meredup. Tak ada pertanyaan penuh curiosity yang menghambur keluar dari benaknya melalui bibir. Mulutnya seakan terkunci.
Mengapa insting belajar mereka terus meredup saat umur mereka bertambah dan memasuki sekolah? Padahal keterampilan untuk terus belajar itu akan sangat menentukan kesuksesan anak. Dengan keterampilan itu anak belajar dengan sukacita. Aktifitas belajar menjadi hal yang menyenangkan hatinya, bukan sesuatu yang menakutkan dan membebani. Keterampilan itu tidak hanya akan menentukan sukses tidaknya anak saat fase belajar di sekolah, tetapi juga saat masuk ke dunia kerja, bahkan hingga berkeluarga.


Keterampilan ini harus dibangun sejak usia dini oleh para orang tua juga para guru dengan cara memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada mereka untuk mengeksplorasi apa yang ada di sekitarnya. Orang tua dan guru yang terlalu protektif dan tidak memperbolehkan anaknya melakukan ini-itu karena takut kotor, takut sakit, dan lain-lain akan meredupkan nyala insting belajar yang dimiliki anak. Demikian juga sekolah yang hanya menerapkan metode pembelajaran satu arah. Murid hanya duduk diam mendengarkan apa yang disampaikan guru.

Penutup

Sebagai sebuah teori atau konsep, apa yang digagas Ellen Galiansky tentang 7 life skills essentials diatas tentu saja layak menjadi bahan dan basis rasional pemikiran kita untuk membentuk kepribadian baik kita sendiri maupun anak-anak. Teori dari manapun dan dari siapapun selama dinilai baik dan ilmiah tentu patut diambil sembari tetap mengedepankan sikap critical thinking kita. Bukankan sebagai umat Islam kita diajarkan untuk "khudzil hikmah min ayyi wi'aain khorojat" atau "unzhur maa qiila wa laa tanzhur man qoola" dan bukannya melakukan resistensi serta bersikap apriori karena yang membuat atau yang mencetuskan teorinya adalah orang barat. Bukankan peradaban umat Islam dulu menjadi maju dan cemerlang karena sikap terbuka dan berpikir kritis umat Islam. Belajar banyak dari peradaban Yunani, Romawi, Persia, Tiongkok dan peradaban bangsa lain sebagaimana barat juga maju karena banyak belajar dari khazanah keilmuan yang diwariskan para ilmuwan Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun