[caption id="attachment_201733" align="aligncenter" width="300" caption="#air"][/caption]
Tak seperti biasa..
Hari ini matahari hanya mengintip malu-malu dari balik awan kelabu. Angin semilir menerbangkan daun-daunku yang mulai tumbuh lagi, setelah dibabat habis oleh anak Pak Haji, pemilik kebun ini. Suasana yang menyenangkan sekali.
Suasana pagi ini membuat aku teringat perasaan yang sama seperti biasa ketika dia akan datang.
Ya Tuhan, apakah ini pertanda bahwa yang kurindu akan benar-benar datang?
Teman lama yang dinanti..
Saya tengok kanan kiri tetangga-tetangga juga berbisik-bisik penuh harap, dengan wajah sumringah. Hmm..ternyata bukan hanya saya yang merindukannya. Kami semua sudah siap menyambutnya apabila dia datang.
Tapi tiba-tiba si Pohon Mangga, tetangga yang paling lama menjadi penghuni kebun ini, berkata, dulu tak pernah si dia pergi begitu lama. Tapi entah mengapa di tahun-tahun belakangan ini tambah lama saja. Pak Pohon Mangga juga mengatakan, sebab dia jarang datang adalah karena perubahan iklim global. Hehe.. aku tak jelas juga apa maksudnya itu. Ketika kutanyakan, beliau bilang itu yang didengarnya dari siaran televisi tetangga Pak Haji yang temboknya bersebelahan dengan tempat dia berdiri. Aku rasa dia pun tak yakin apa maksudnya.
Di tengah perasaan yang harap-harap cemas tapi senang ini tiba-tiba si Burung hinggap di salah satu dahan Pohon Jambu. Dia mengatakan, tak mungkinlah dia datang. Belum waktunya. Nikmati saja dulu sejuknya belaian si angin.
Dan benar saja, sampai lewat tengah hari tak ada yang datang.
Hmm....Sampai kapan ya kita harus merindukannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H