Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari interaksi sosial yang melibatkan manusia lain. Namun, dengan adanya pandemi COVID-19 ini menyebabkan interaksi sosial di masyarakat seolah-olah “dibatasi” dengan kebijakan physial distancing untuk memutus rantai penyebaran infeksi COVID-19. Kebijakan physial distancing yang dimaksud adalah dengan menjaga jarak minimal 2 meter, tidak melakukan kontak fisik langsung dan menghindari kerumunan, terutama dengan orang yang berasal dari wilayah zona merah COVD-19.
Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak menghiraukan hal ini dengan baik. Seperti ditetapkannya kebijakan sekolah dan bekerja dari rumah (Work From Home/WFH) untuk menghindari kerumunan dan kontak langsung, namun sebagian masyarakat malah memanfaatkannya untuk pergi berlibur, piknik atau sekedar jalan-jalan ke tempat publik (kafe, bioskop atau mall) yang memungkinkan bertemu dan berkerumun dengan orang lain. Apabila aktivitas ini terus berlangsung, tidak menutup kemungkinan penyebaran virus corona semakin masif, terutama di kluster keluarga.
Aktivitas lain yang menyebabkan penyebaran COVID-19 di lingkungan keluarga semakin masif adalah membiarkan anak-anak bermain bersama di lingkungan rumah tanpa protokol kesehatan dan protokol VDJ (Ventilasi, Durasi, Jarak) yang kuat. Anak-anak dapat berperan sebagai carrier (pembawa) virus karena kurangnya pemahaman tentang protokol kesehatan, anak-anak juga 3 kali lebih rentan menyentuh barang-barang yang mungkin terdapat virus corona daripada orang dewasa. Selain itu, budaya masyarakat Indonesia yang terkenal ramah seperti berjabat tangan saat bertemu teman atau kolega dan suka berkumpul seperti saling mengunjungi rumah sesama warga, arisan, perayaan hari besar agama maupun negara, sedekah bumi serta hajatan juga memperbesar risiko penularan COVID-19.
Mengingat morbiditas dan mortalitas COVID-19 di ranah keluarga terus meningkat, persebarannya juga semakin luas serta faktor yang mempengaruhi begitu dekat dengan masyarakat, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan COVID-19 dengan tepat. Berdasarkan analisis epidemiologi kejadian COVID-19 kluster keluarga diatas, pencegahan dan penanggulangan ini dapat dilakukan dengan cara berikut.
Meningkatkan Derajat Kesehatan Lansia
Sistem imun yang melemah ditambah adanya penyakit kronis dapat meningkatkan risiko COVID-19 pada lansia, baik risiko terjadinya infeksi virus corona maupun risiko gangguan yang parah hingga kematian. Oleh karena itu, derajat kesehatan orang lanjut usia perlu diperhatikan.
Dalam Permenkes RI Nomor 25 Tahun 2016 Tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia adalah dengan memberdayakan lansia melalui pembentukan dan pembinaan kelompok lanjut usia, seperti Kelompok Usia Lanjut (Poksila), Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia (Posyandu Lansia) atau Pos Pembinaan Terpadu Lanjut Usia (Posbindu Lansia). Pelaksanaan Kelompok Lanjut Usia ini, selain mendorong peran aktif masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga harus melibatkan lintas sektor terkait.
Karena kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk tatap muka langsung dalam kegiatan Poksila, maka pelaksanaan kegiatan ini dapat dilakukan secara daring sesuai anjuran pemerintah. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, kegiatan Poksila dapat dilakukan dari rumah masing-masing lansia dengan pendampingan dari anggota keluarga lainnya.
Mencegah Kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit penyerta COVID-19 yang paling sering adalah kelompok penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi dan jantung. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Kemenkes RI, bahwa orang yang berusia lanjut dan orang dengan penyakit komorbid lebih rentan untuk menjadi sakit parah setelah terinfeksi COVID-19. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang hanya terinfeksi COVID-19 tanpa penyakit penyerta tidak mengalami kesakitan yang lebih parah, dan tingkat kesembuhannya pun lebih tinggi dari penderita dengan penyakit komorbid. Oleh karena itu, keberadaan penyakit komorbid juga perlu diperhatikan dengan cara mencegah kejadiannya.
Salah satu upaya mencegah munculnya penyakit penyerta COVID-19 adalah dengan melakukan pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM yang meliputi 4 cara, yaitu :
- Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen PTM
- Promosi, pencegahan dan pengurangan faktor risiko PTM melalui pemberdayaan masyarakat
- Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta kolaborasi sektor swasta dan profesional
- Penguatan surveilans, pengawasan dan riset PTM
Berhenti Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa aktivitas merokok dapat meningkatkan jumlah reseptor ACE-2 terutama yang ada di paru-paru, akibatnya struktur sel paru mengalami perubahan dan perokok menjadi lebih rentan terinfeksi COVID-19 Oleh karena itu, berhenti merokok menjadi salah satu upaya yang tepat untuk mencegah risiko lebih parah akibat COVID-19.
Berhenti merokok memang tidak dapat dilakukan dengan seketika, terlebih lagi bagi perokok akut. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk berhenti merokok adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2017) :
- Berhenti Seketika, yaitu dengan cara tetap merokok pada hari ini dan berhenti merokok sama sekali pada hari esoknya.
- Penundaan, yaitu dengan menunda waktu kebiasaan merokok pertama selama 2 jam setiap hari dari hari sebelumnya.
- Pengurangan, yaitu dengan mengurangi jumlah rokok yang dihisap setiap hari dengan jumlah yang sama sampai 0 batang pada hari yang ditetapkan.