Surat kuterima untuk pertama
Jauh dari sana diujung benua
Ditulis dikertas merah motif sakura
‘Cintaku tersayang, terbanglah
Lepas bebas seperti rajawali dilangit tanpa batas
Jangan menungguku
Ini kali dan selamanya tak ada selimut untukmu’
Kali kedua surat kembali ku terima
Tidak jauh, hanya dibentang satu samudra
Ditulis di kertas warna biru laut
‘Manisku, saat ku tulis ini semua
Aku dalam pelukan selimutnya
Ini yang terakhir, sesudah itu mati’
Lama sesudah itu, aku ingin membacanya lagi
Menuangkannya dalam syair-syair
Namun tak berhasil
Sadar, ini cukup dicatat saja, sesuai aslinya
Karena yakin, ini tak akan jadi lebih indah
Berlalu masa, hadir juga sang kelana
Dari luar pulauku di Sumatera
Dibentang selat bernama Sunda
Sejuk seperti embun basah
Segar, menumbuhkan kembali bunga-bunga
Kepadanya kutitip pinta
Aku tak kuasa membaca
‘Jangan kirimi aku surat’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H