Mohon tunggu...
Hauro aljannah
Hauro aljannah Mohon Tunggu... Lainnya - Umm's of Three

Menulis untuk Peradaban Cemerlang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mewadahi Perbedaan Hanya Retorika Semu dalam Demokrasi

29 Oktober 2020   13:11 Diperbarui: 29 Oktober 2020   13:17 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi semakin menampakkan standar gandanya. Kebebasan berpendapat yang selalu digaungkan justru dalam penerapannya membungkam suara rakyat yang mengkritik kebijakan-kebijakan negara yang menyengsarakan. 

Potret anti kritik rezim demokrasi begitu ketara terlihat publik. Hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa 79,6 % Warga Makin Takut Menyuarakan Pendapatnya. (Merdeka.com/25/10/2020).

Lahirnya UU ITE, Perpu ormas, RKUHP dalam Pasal 218 dan 219 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden adalah beberapa produk hukum anti kritik dengan alasan penegakan hukum.

Maka sebuah kesalahan fatal mengadopsi demokrasi dalam sistem berbangsa dan bernegara. Karena sistem demokrasi hanya melahirkan negara korporasi yang represif. Kekuasaan adalah alat untuk memuluskan kepentingan korporasi dan kapitalis. 

Rakyat diharuskan tunduk dan patuh atas setiap lahirnya kebijakan meski zalim dan menyengsarakan sekalipun. Bila ada kritik, maka kritik itu dianggap sebagai ancaman. Sistem ini jelas tidak manusiawi dan harus ditinggalkan.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Sistem yang berasaskan aqidah Islam, yang menjadikan kedaulatan berada pada Asy Syari' yaitu Allah SWT. 

Dalam Khilafah, penguasa (Khalifah) adalah orang yang dipilih umat untuk mengurusi urusan kehidupan manusia sekaligus penjaga aqidah dan syari'ah. 

Seorang Khalifah juga bukan manusia suci yang terlepas dari kesalahan maupun dosa. Khilafah adalah sistem pemerintahan yang berasal dari Allah SWT akan tapi yang menjalankannya adalah manusia yang sangat berpotensi melakukan kelalaian, kekhilafan ataupun dosa. 

Seorang Khalifah (penguasa) bukanlah orang yang otoriter yang anti terhadap kritik dari rakyatnya. Rakyat berhak memuhasabah bahkan rakyat bisa saja memberhentikan khalifah selaku kepala negara jika dinilai melanggar hukum syariat melalui mahkamah Madzalim.

Tertulis dalam sejarah emas Kekhilafahan, pada masa Khalifah Abu Bakar r.a selaku Khalifah pertama pasca wafatnya Rasulullah telah menerima amanah Khalifah dengan berat dan takut pada Allah. 

Dalam pidato pertamanya pasca menerima bai'at, ia berpidato dengan sebuah pidato yang masyhur. Beliau berkata sebelum menasehati rakyatnya, ia terlebih dulu meminta nasihat rakyatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun