Terhitung sejak 1 April 2022 lalu, pemerintah sudah mulai memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% (sebelas persen). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada pasal 7 ayat (1) UU HPP tersebut mengatur tentang tarif PPN 11%.
Arti dari PPN itu sendiri merupakan pungutan pemerintah yang dibebankan atas setiap transaksi jual-beli barang maupun jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Alasan dinaikkannya tarif PPN dari 10% menjadi 11% tidak lain yaitu untuk menambah pemasukan penerimaan negara. Pasalnya selama masa pandemi, APBN sudah bekerja sangat keras.
Jika dibandingkan dengan negara-negara Anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), tarif PPN di Indonesia masih terbilang rendah. Rata-rata tarif PPN dunia mencapai 15 persen, seperti di Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Islandia, Jerman, Perancis dan lain sebagainya.
Tujuan lain dinaikkannya tarif PPN, yaitu agar Indonesia bisa setara dengan negara-negara anggota OECD atau negara-negara lain di dunia. Menteri Keuangan pun menegaskan bahwa kenaikan ini tidak berlebihan melainkan sesuai sudah sesuai dengan yang ada pada Undang-Undang.
Kementerian Keuangan bersikukuh bahwa menaikkan tarif PPN sebesar 1% tak akan mempersulit masyarakat pasalnya tingkat inflasi masih berada dalam perkiraan pemerintah. Namun, kenyataannya masyarakat sudah terhimpit karena kenaikan harga kebutuhan pokok.
Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, menilai bahwa meskipun kenaikan tarif PPN hanya sebesar 1% tetapi dampak yang ditimbulkan terhadap daya beli masyarakat cukup signifikan. Pasalnya kenaikan tarif PPN akan dikenakan kepada masyarakat bukan pengusaha.
Namun perlu diketahui bahwa berdasarkan UU HPP, tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN.
Berikut adalah beberapa barang dan jasa yang tidak dikenai PPN :
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
- Uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.
- Barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu tanpa tambahan gula, buah-buahan, sayur-sayuran.
- Jasa keagamaan.
- Jasa kesenian dan hiburan.
- Jasa perhotelan (sewa kamar atau ruangan).
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
- Jasa penyediaan tempat parkir.
- Jasa boga dan katering.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H