Mohon tunggu...
Haura Muafa
Haura Muafa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Amateur Writer

Rule number #1, Never be number #2.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan Tiada Akhir

27 Maret 2024   15:41 Diperbarui: 27 Maret 2024   15:48 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada waktu senjakala, matahari mulai terbenam. Setiap insan mulai menyiapkan pelita di tempatnya.

Aku bersimpuh pada permadani merah, luruh jatuh dengan hati dan jiwa yang hancur.

Lentera-lentera malam disulut silih berganti, temaram yang dipantulkan seakan menyibak kenangan yang sudah di simpan rapih-rapih.

"Betapa bodohnya diriku" lirihku diantara riuhnya hujan. Gemericik air yang menghambur bentala kini tak terasa menenangkan,

"Hatiku jatuh pada muslihat, menghamba pada belas kasih palsu yang mengandung kata tunduk"

"Tanpa kebencian berdasar, aku menolak cinta kasih suamiku sendiri" ucapku, penuh penyesalan.

Tangan lentikku perlahan mengusap buliran air mata, sembari mengelus foto lelaki-ku yang pernah menjadi pendamping hidupku.

Kini, ia sudah diambil Tuhan.

"Kepada baginda Maharaja-ku yang memberikan cinta tulus, aku bersimpuh meminta segala maaf.

Aku menolak kasih tulus baginda, demi mengejar cinta yang tak sebenar" ucapku, dengan nada gemetar yang berisi keputus-asaan yang mendalam.

"Mengapa diriku tak kunjung menemukan kebenaran hari itu?" gumamku, meratapi ketidak-tahuan yang tajamnya meyayat hati,

"Aku menyerahkan jiwa dan raga pada pria penuh tipu muslihat, menghamba pada setiap rayuan palsunya, dan meninggalkan diengkau, baginda maharaja demi ia"

"Oh. Betapa bodohnya aku" umpatku dalam desis penyesalan, "Kurasakan pahitnya mengulum rasa rindu pada baginda yang telah pergi. Meratapi serta menyenandungkan setiap puisi dan sastra pujian yang baginda berikan padaku dengan lidah berdosa ini terasa menyakitkan"

Aku mengatupkan tangan, memohon ampun pada tuhan serta meminta maaf atas segala dosaku sembari berlirih,

"Daku memohon diri, meminta segala ampunan dari tuhan dan baginda maharaja. Sungguh, cinta yang kusia-siakan kini membakar ragaku dengan penyesalan tanpa ampun"

"Dan semoga rasa penyesalan ini kunjung dapat ketenangan, sehingga takda lagi rasa mengganjal yang menghantui setiap tidurku"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun