Mohon tunggu...
Haula Al Hasna
Haula Al Hasna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Edukasi

Bismillah. . . Allah Allah Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Cyber Dahwah: Peran Teknologi dalam Dunia Islam Guna Membentuk Karakter Berkualitas

14 Juli 2021   16:00 Diperbarui: 14 Juli 2021   17:08 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia sejatinya memang dituntut untuk terus melakukan perubahan. Siapapun yang menolak perubahan pasti akan tertinggal karena perubahan adalah suatu keniscayaan. Karena perubahanlah yang menjanjikan era kehidupan manusia menjadi lebih maju. Sekarang ini masyarakat dunia khususnya Indonesia telah memasuki era milenial. 

Milenial atau disebut juga dengan generasi Y adalah sebutan satu generasi berdasarkan demografi. Jumlah populasinya cukup banyak, yaitu sekitar 34 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Mereka terlahir pada saat terjadi revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Generasi ini sudah mengenal berbagai macam teknologi seperti smartphone, video games, komputer, dan mulai adanya ketergantungan pada internet. Maka sepantasnya jika era milenial disebut juga sebagai era post-modern.

Ciri khas dari Generasi milenial yang paling menonjol adalah ketergantungannya pada internat yang sangat tinggi. Dalam rangka pemanfaatan teknologi canggih untuk memudahkan aktivitas sehari-hari, mereka senang menghabiskan hidupnya untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dijejaring internet melalui media sosial. 

Generasi ini berselancar di dunia maya untuk melihat dunia secara tidak langsung. Mulai dari berbelanja online, berkomunikasi, memperoleh informasi dan kegiatan lainnya. Jika dilihat dari segi berkomunikasi, Banyak dari kalangan milenial melakukan aktifitas komunikasi melalui chatting atau text messaging dunia maya dengan membuat akun media sosial seperti whatsapp, twitter, line, Instagram, facebook, dan sebagainya. 

Berdasarkan informasi tersebut, menarik pula untuk dikaitkan dengan hasil survei CSIS yang menunjukan sebanyak 81,7% milenial memiliki Facebook, 70,3% memiliki Whatsapp, 54,7% memiliki Instagram. Sedangkan Twitter sudah mulai ditinggalkan milenial, hanya 23,7% yang masih sering mengaksesnya (APJII, 2017).

Tingginya pengguna teknologi dan aplikasi berbasis internet seperti sosial media di Indonesia dimana para ahli menyebutnya dengan hyper technology, mengindikasikan tumbuhnya kebiasaan-kebiasaan buruk yang semakin marak terjadi. KOMPAS.Com (19/02) mengungkapkan hasil survai dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyatakan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2017 mencapai 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 262 juta orang. 

Ditambah lagi dengan kehadiran pandemi covid-19 yang menyerang keseluruh penjuru dunia khusunya di Indonesia, memberikan berbagai dampak dalam kehidupan manusia, salah satunya dalam dunia pendidikan. Proses pendidikan yang didalamnya terjadi aktivitas belajar mengajar dimana dilakukan secara tatap muka, kini dilakukan secara virtual melalui platform-platform digital yang dilakukan dirumah masing-masing siswa. Hal inilah yang melatar belakangi meningkatnya intensitas penggunaan internet dan media sosial pada generasi milenial akhir-akhir ini.

Melihat begitu banyaknya pengguna internet di Indonesia, tentunya ada sumbangan dampak buruk yang diberikan. Melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2015) meneliti tentang pengaruh sosial media pada generasi milenial menunjukkan bahwa sosial media memiliki dampak negatif bagi generasi milenial. Dimana penggunaan sosial media yang tinggi memiliki efek yang tidak baik sebesar 83% karena menjadi kecanduan menggunakan gadget. 

Penelitian lain oleh Soliha (2015) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi ketergantungan penggunaan sosial media maka semakin tinggi kecemasan sosial dengan tingkat hubungan yang cukup kuat sebesar 31,4%. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Chaliff (2016) sosial media memiliki pengaruh negatif terhadap Job Performance dan Job Characteristic karyawan.

Era milenial muncul sebagai respon terhadap era modern yang lebih mengutamakan  akal, empirik, dan hal-hal yang bersifat fragmatik, sekularistik, materialistik, hedonistik, dan transaksional. 

Yaitu pandangan yang memisahkan urusan dunia dengan urusan akhirat.  Akibatnya manusia menjadi bebas berbuat tanpa landasan moral, spiritual, dan agama dari kehidupan yang seperti itu. Kehidupan yang demikian, memang telah membawa  manusia kepada tahap menciptakan sesuatu yang mengagumkan, seperti digital technology, cloning, dan sebagainya. 

Tetapi karena tidak disertai dengan landasan spiritual, agama, dan moral,  semua penemuan yang mengagumkan itu juga digunakan manusia untuk memenuhi hawa nafsunya. politik yang menghalalkan segala cara, Praktik ekonomi yang kapitalistik dan berjiwa predator,  peredaran Narkoba, korupsi, perdagangan manusia, hingga praktek LGBT (Lesbian, gay, biseksual, gay dan trangender), perusakan lingkungan dan sebagainya, terlihat semakin canggih karena didukung oleh technologi digital yang dilakukan oleh manusia generasi milenialis.

Menanggapai permasalahan tersebut, maka kehadiran cyber dakwah dapat dijadikan salah satu solusi dalam menanggulangi dampak-dampak negatif sekaligus menanamkan kembali nilai-nilai moral dan spiritual di tengah era milenial ini. Dengan dilandasi nilai-nilai tersebut, dapat dipastikan jika generasi milenial akan menjadi generasi yang berkualitas tidak hanya dari lahirnya saja tetapi juga dari batinnya juga.

 Diperkuat oleh pendapat beberapa pakar yang mengartikan era milenial dengan sebutan back to spiritual and moral atau back to religion, yaitu masa kembali kepada ajaran spiritual dan moral serta  agama. Maka sepantasnya jika abad 21 ini sedang menggencarkan untuk memfokuskan pada penanaman spiritual disegala bidang. Cyber dakwah sendiri terlihat sangat efektif dan relevan karena pemanfaatannya menggunkan internet berupa media sosial, dimana disesuaikan dengan era sekarang ini yang serba digital sehingga dapat diakses dengan cepat dengan konten yang menarik.

Dalam cyber dakwah sendiri ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, berkenaan dengan penggunaan media dakwah. Era milenial sekarang ini, gadget dan media sosial tidak luput dari genggaman setiap orang. 

Maka, gadget dan media sosial harus dijadikan wasilah dalam berdakwah. Dimana pesan-pesan dakwah harus dikemas melalui konten-konten yang akrab dengan generasi kekinian. Penggunaan portal dakwah dengan konten dapat dikemas dalam bentuk meme, vlog, infografis, dan juga soundcloud, yang dimuat dalam YouTube agar dakwah makin meluas sehingga tidak selalu berupa tulisan saja. Sebelum akhirnya bisa fenomenal secara offline, dakwah juga dapat dilakukan secara online dengan memanfaatkan Instagram , YouTube, dan sebagainya. Kedua, pesan-pesan dakwah harus dikemas semenarik mugkin. Sebab, tanpa didukung dengan kemasan yang menarik terkadang ditinggalkan orang walau sebaik apapun materi dakwah tersebut. 

Dengan dua pendekatan ini, dakwah pada generasi milenal diharapkan dapat dilalui dan direalisasikan dengan baik.  
Untuk kelebihan dari cyber dakwah atau dakwah dengan menggunakan media sosial sendiri yaitu: pertama, tidak adanya penghalang seperti ruang dan waktu. Dakwah melalui media sosial dapat diakses kapan saja, oleh siapa saja, dan di mana saja. Kedua, dakwah menjadi lebih variatif. 

Kehadiran cyber memberikan banyak cara untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, sehingga tidak lagi disampaikan dengan cara konvensional. Selain berbentuk tulisan, materi dakwah juga bisa berbentuk audio, video, gambar, ataupun e-book (buku elektronik), sehingga penerima dakwah dapat memilih bentuk media yang disukai. Ketiga, jumlah pengguna internet yang semakin banyak. 

Bagi para da’i yang akan berdakwah di dunia maya, pertumbuhan pengguna internet yang selalu meningkat merupakan suatu kabar yang baik, karena sasaran dakwah pun semakin meningkat. Keempat, hemat energi dan biaya. 

Objek dakwah tidak perlu membeli buku dan datang ke narasumber untuk menjawab masalah yang dihadapi, karena da’i sudah menyajikan materi dakwah tersebut di internet. Sehingga bisa menghemat agar tidak mengeluarkan biaya dan tenaga ekstra untuk mendapatkan informasi yang mereka cari. Dengan demikian, strategi yang dilakukan dalam upaya membangun jaringan dakwah adalah dengan memanfaatkan perkembangan global connection berupa media sosial. Melalui media sosial, pesan dakwah dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja sehingga manfaat berupa kebaikan dirasakan banyak orang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan dakwah kini tidak lagi cukup dengan cara-cara konvensional. Perkembangan teknologi yang kian cepat menuntut untuk selalu melakukan penyesuaian. 

Karena generasi milenial lebih cenderung menggunakan aplikasi-aplikasi yang sifatnya interaktif, Dakwah harus lebih optimal disampaikan lewat media sosial, seperti whatsapp, Youtube, Instagram, dan sebagainya. Oleh sebab itu, da’i disarankan untuk memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin dalam rangka menjangkau mad’u yang lebih luas sehingga pesan dakwah dapat terserap lebih banyak.

Sehingga segala kekhawatiran yang dirasakan sekarang dapat diatasi dengan cyber dakwah ini, dimana sebagai sarana dalam menyebarkan nilai-niai spiritual dan moral kepada generasi milenial. 

Cyber dakwah sendiri merupakan salah satu sarana yang penting dalam meningkatkan kualitas moral pada generasi sekarang terutama dalam mengahadapi era yang semakin maju ini, maka dipandang perlu untuk memiliki ketahanan iman yang kuat baik dari segi spiritual, hal ini agar tidak terpengaruh terhadap hal hal negatif dan siap menghadapi era milenial ini dengan positif yang kemudian menjadikan generasi dari era milenial itu sendiri menjadi lebih berkualitas tidak hanya lahir saja tetapi juga batinnya dan menjadikanya hidup bahagia di dunia dan akhirat nantinya.

Penulis : 

Haula Al Hasna

Keke Oktina Fikri

Intan Nur Cahya 

Referensi
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), “Tahun 2017, Pengguna Internet di Indonesia Mencapai 143,26 Juta Orang”, diakses dari: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/19/161115126/tahun-2017-pengguna-internet-di-indonesia-mencapai-14326-juta-orang, pada 21 November 2018 pukul 13.25.
Chaleff, I. (2017). In Praise of Followership Style Assessments. Jurnal of Leadership Studies. Vol. 10 No. 3.
Soliha, S F. (2015). Tingkat Ketergantungan Penggunaan Media Sosial dan Kecemasan Sosial. Jurnal Interaksi. Vol. 4 No. 1.
Suryadi, B. (2015). Generasi Y: Karakteristik, Masalah, dan Peran Konselor. Makalah Ini Dipresentasikan Dalam Acara Seminar dan Workshop Internasional MALINDO 4 di Bali. Diselenggarakan Oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun