Mohon tunggu...
Hatta Syamsuddin
Hatta Syamsuddin Mohon Tunggu... lainnya -

jalan-jalan berbagi inspirasi, penikmat sejarah & kuliner, guru ngaji dan jualan roti di pesisir bengawan solo \r\n\r\nwww. indonesiaoptimis.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Geliat Dakwah TKI di Korea, Masjid 9 Milyar Ditebus Bersama

31 Oktober 2016   11:53 Diperbarui: 21 Juli 2017   07:43 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum membeli masjid ini, sejak tahun 2002 komunitas muslim di Changwon bertahun-tahun menyewa sebuah bangunan untuk tempat ibadah harian dan sholat Jumat, hanya saja suasana kurang kondusif karena ada penolakan dari tetangga kanan kiri yang merasa terganggu. Lebih jauh tentang sejarah masjid Sayyidina Bilal Changwon ini cukup unik. Menurut penuturan Effendi, Amir Kyeongnam Muslim Community (KMC) Masjid Bilal, kisah masjid ini berawal dari sekumpulan pekerja yang sudah merasa jenuh dengan aktivitas kumpul-kumpul selama ini yang kurang manfaat.

Mereka setiap libur akhir pekan hanya berkumpul menghabiskan waktu, bahkan kadang dihiasi minuman keras. Hingga akhirnya datang hidayah Allah, mereka meninggalkan kebiasaan buruk tersebut bahkan kemudian bersepakat untuk membuat pengajian bersama, hingga akhirnya mampu menyewa bangunan untuk dijadikan musholla.

Saat ini, masjid Sayyidina Bilal Changwon telah mewarnai hari-hari para pekerja muslim di kota ini, bukan hanya dari Indonesia saja, tetapi juga dari Pakistan, Uzbekistan, Bangladesh turut meramaikan khususnya saat sholat Jumat. Serangkaian kegiatan rutin dijalankan, dari mulai kajian harian setelah sholat wajib yang meliputi: Tahsin dan Tadabbur One Day One Ayat bakda shubuh, pembacaan Kitab Fadhoilul Amal bakda dhuhur, Kajian Siroh Sahabat bakdha Ashar, dan Kajian Kitab Riyadhus Sholihin bakda Isya, hingga bentuk kegiatan pekanan seperti pembacaan Yasin dan Khataman Quran, serta juga kegiatan pengajian Akbar Bulanan dan pengajian khusus muslimah.

Untuk memastikan kegiatan keislaman berjalan dengan baik, Masjid Sayyidina Bilal secara rutin mengundang para ustadz dari Indonesia untuk menjadi Imam dan pengampu kajian rutinnya secara bergantian setiap tiga bulan sekali. Banyak syiar kegiatan dan taklim memang menjadikan suasana masjid seolah bagaikan sebuah pesantren tempat dimana para TKI menjadi santri. Bahkan untuk acara makan-makan setiap haripun mereka terbiasa secara berjamaah menggunakan nampan sebagaimana biasa kita lihat di pesantren. Mas Waluyo, salah seorang TKI asal Cilacap dengan penuh pendalaman mengakui, bahwa justru di Korsel inilah melalui masjid Bilal dia lebih mengenal dan menjalankan Islam, serta belajar ilmu-ilmu agama daripada saat dahulu di Korea.

Masjid Sayyidina Bilal di Changwon tidak hanya fokus pada pengelolaan tempat ibadah, namun mereka juga memiliki 'kage' atau semacam koperasi dengan usaha berbentuk toko yang menjual segala macam keperluan para pekerja, baik makanan ringan, daging, mie instan, bahkan juga obat-obatan khas Indonesia seperti tolak angin dan minyak kayu putih, misalnya.

Tidak tanggung-tanggung, dalam berbisnis ini pun mereka bekerja sama dengan pihak importir asli Korea untuk mendatangkan makanan-makanan khas Indonesia. Kebutuhan akan daging halal juga menjadi salah satu faktor awal pendirian koperasi ini. Dengan pengelolaan yang baik, Mas Martono TKI asal Jogja yang juga dipercaya menjadi pengelola toko ini menyebutkan, bahwa modal awal koperasi yang sekitar 2 juta won (sekitar 20 juta rupiah), saat ini sudah menembus angka 60 juta (sekitar 60 juta rupiah lebih).

Di luar semua perkembangan dan kemajuan dakwah yang ada, untuk saat ini, pihak KMC Masjid Bilal Changwon masih memikirkan hambatan perizinan resmi untuk masjid, karena izin yang ada baru sebatas 'rumah imam' dan tidak bisa ditingkatkan menjadi tempat ibadah resmi karena lokasi yang tidak memungkinkan. 

Pemerintah daerah Changwon sudah menawarkan sebidang lahan seluas sekitar 1000 meter persegi untuk lokasi rumah ibadah resmi, tetapi dana yang dibutuhkan untuk menebusnya masih sangat jauh dari jangkauan, belum lagi untuk keperluan membangun masjid kembali yang lebih besar. 

Meskipun masih ada hambatan terbentang di hadapan, tetapi selama masjid masih menjadi tempat rujukan para TKI Korea untuk beribadah dan berkumpul, insya Allah akan ada solusi sedikit demi sedikit. Kita harapkan masjid-masjid lainnya di Korea yang dikelola TKI Korea, juga mampu terus maju dan berkembang, saling mendukung satu sama lain, agar dakwah Islam di Korea terus semarak nan begitu indah memikat hati, seperti indahnya bunga sakura di Jinhae, Changwon saat musim semi tiba.

Hwaiting Chingu!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun