Mohon tunggu...
Hatta Syamsuddin
Hatta Syamsuddin Mohon Tunggu... lainnya -

jalan-jalan berbagi inspirasi, penikmat sejarah & kuliner, guru ngaji dan jualan roti di pesisir bengawan solo \r\n\r\nwww. indonesiaoptimis.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tragedi Sang Demonstran

27 Maret 2010   22:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Haa… haa.. cepat sebelum ente ketangkap polisi ! “. Pembicaraan tertutup sejenak terdiam. Ia merasa hari-hari ke depan akan lebih banyak tantangan. Teman-temannya yang lain masih asyik meneriakkan yel-yel dan lagu perjuangan. Bus yang mereka tumpangi terus menuju kawasan selatan Jakarta.
ooooo00000ooooo

“ Hati-hati Wis ! kemungkinan sebentar lagi you ditangkap. Kalau yang nangkap cops mungkin you Cuma akan diadili. Ana takut yang nangkap nanti intelijen gelap yang berjalan sendiri tanpa komando. Mereka punya daftar para aktifis yang most wanted. You termasuk urutan prioritas bagi mereka.. “

Wisnu ingat pesan Rudi tengah malam tadi. Ia kini memang harus ekstra hati-hati. Penangkapan aktifis mulai merebak dimana-mana. Seminggu lalu dua temannya dijerat polisi dengan pasal karet tentang penghinaan presiden. Apalagi dengan kejadian pembakaran truk polisi kemarin, dalam pandangan polisi, Wisnu adalah penanggung jawab kejadian tersebut.

Telepon genggam Wisnu kembali berdering keras. Terdengar suara Danu dari arah seberang.

“ Wisnu, rumah kost you sudah disatroni sama polisi berpakaian preman. Mereka cari-cari you atau entah Cuma gertak sambal saja. Beberapa teman sempat kena pukul. Sekarang yang penting you sembunyi dulu. You tahu rumah paman ane yang pensiunan jendral kan ? Saya tunggu disana secepatnya !! “

“ Thanks, just wait for minutes …. “

Dengan sigap Wisnu kembali masuk ke kamar kost temannya yang ditumpanginya malam tadi. Ia membereskan beberapa buku catatan dan pakaiannya ke dalam tas punggung lusuhnya. Tak lama berselang ia sudah berada sebuah bus menuju kampungnya. Wisnu bersikeras untuk mampir di kampus terlebih dahulu. Ada beberapa urusan yang harus diselesaikan terlebih dahulu, sebelum ia mengasingkan diri.

Bus berhenti di gerbang kampus. Serombongan mahasiswa turun berurutan. Serombongan yang lain berebutan segera naik. Wisnu turun dengan langkah tenang. Ia menoleh kanan dan kiri untuk memastikan suasana aman. Wisnu terus berjalan dengan perasaan tidak enak. Satpam yang biasanya ramaha menegurnya tiba-tiba diam seribu bahasa. Dengan cepat ia melangkah menuju sekretariatnya di sebelah kanan gedung serba guna. Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul dua orang berbadan tegap, yang satu gondrong dan yang satu lagi berambut cepak.
Bahkan nyaris gundul. Mereka berbaju kaos dan celana jeans yang ketat. Mereka langsung menghampiri dan mencengkeram lengan wisnu yang sedang menerima telpon. Wisnu protes dan berteriak.
“Mau dibawa kemana saya Pak!”
“Kamu itangkap karena melangar peraturan!!”, jawab seorang dari mereka.
“ Kalau begitu mana surat penangkapannya….?”
“ Sudah diam! Ikut saja kalau mau selamat…!!!”, bentak sorang yang lain.

Dua orang menggelandang Wisnu menuju sebuah sedan yang sudah dipersiapkan. Kedua mata Wisnu kini ditutup dengan kain gelap. Tangannya terikat rapat dengan sebuah borgol besi. Mobil sedan itu meluncur keluar dari kampus menuju arah luar kota. Wisnu terdiam, seribu satu pertanyaan muncul dibenaknya. Dalam hati ia senantiasa berdoa memohon keselamatan dari Allah. Ia yakin, Allah akan menolong orang-orang yang berjuang untuk kepentingan umat.

*******************

Ruangan itu tidak terlalu luas. Ukurannya sekitar enam kali empat persegi. Udara terasa pengap dan lembab. Cahaya dan udara hanya masuk melalui celah ventilasi kecil jauh diatas jangkaun manusia. Wisnu duduk lemah terkulai disebuah kursi. Tangannya masih erat terborgol. Ia masih sadarkan diri, namun sekujur tubuhnya terasa nyeri. Sejak kedatangannya ditempat itu sekitar enam jam yang lalu, paling tidak sudah tiga orang  yang datang memukulinya dan mencaci maki. Perut Wisnu juga terasa keroncongan. Tadi pagi ia tak sempat makan nasi uduk langganannya di kampus. Wisnu mengaduh dengan lirih-lirih. Sesekali ia menyebut nama Allah dan berdzikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun