Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung-burung Pembawa Doa

28 November 2020   16:45 Diperbarui: 28 November 2020   16:48 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Burung-burung itu adalah penanda bagiku, bahwa ada ketenangan yang lebih bermakna di atas sana, yang bisa kita raih dengan sederhana. Tanpa harus mengunci jiwa kita dengan sesuatu yang sia-sia"

Ia berbalik membelakangiku, menutup jendela, lalu bergegas sembahyang sebab adzan telah lama usai berkumandang.

Aku tak beranjak di tempatku berdiri. Aku terus menatapnya yang sedang menunaikan kewajibannya, ia bersujud cukup lama, aku mengaminkan segala doa yang mungkin ia haturkan di sujud itu. Ia bangkit, mengucap salam, lalu duduk bersila sangat lama, jemarinya sibuk memutar tasbih.

Ia masih seperti itu hingga malam benar-benar larut, aku tertidur di kursi samping jendela, dan tiba-tiba terbangun sebab pikiranku terus mengingatnya. Aku masih mendapatinya bersila, dalam balutan mukena putih, matanya terpejam damai, bibirnya bergerak lembut sembari jemarinya masih tetap memutar tasbih.

Satu jam kemudian ia mengangkat tangan, berdoa, lalu mengusapkan kedua telapak tangannya diwajahnya, lalu menatapku.

"Apa yang ingin kau sampaikan?" Ia bertanya dengan suara lembut.

Dadaku berdesir, ada degup lembut didalamnya, namun aku berusaha terlihat tenang. Bibirku bergetar perlahan.

"Aku ingin mencintai Tuhan, sebagaimana engkau mencintaiNya"

Ia bangkit dari duduknya, berjalan ke arahku dan membuka jendela, lalu kembali menatap ke arah burung-burung itu. Di malam hari, burung-burung itu terlihat seperti titik-titik berwarna putih tak berbentuk.

Aku menuruti penglihatannya, seketika ada perasaan lega luar biasa merambati segenap dadaku. Rasa sesak yang sekian tahun aku pendam, kini menemui kebebasannya. Aku kini meyakini Tuhan sepenuhnya, aku seperti terlahir kembali menjadi manusia baru, dengan keyakinan baru. Keyakinan pada segala ketetapan dan ketentuan Tuhan.

Di ruang batinku, perlahan aku mengucap syukur dengan segenap rasa ikhlas yang kusanggupi, bahwa Tuhan mencintaiku dengan menjatuhkan takdirnya untuk mempertemukan aku dengan perempuan yang kini berdiri tegak di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun