Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kumbala, Air Terjun di Belantara Jiwa

7 September 2020   00:07 Diperbarui: 7 September 2020   00:09 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sebab beberapa teman seperjalanan sepertinya susah move on dari pengalaman ini, maka untuk kepentingan itulah tulisan ini dibuat. Supaya kenangan akan perjalanan itu dapat selalu dibaca dan tidak mengendap begitu saja diruang batin kita masing-masing.Baiklah, awalnya adalah cerita, bisa dibilang cerita tentang mata-mata yang penasaran ketika menatap gugusan air terjun bertingkat di video di salah satu akun instagram Dinas Pariwisata Bolaang Mongondow Timur. Salah seorang teman menawarkan tempat itu sebagai semacam tujuan. Jiwa jalan-jalan memang selalu bisa menemui caranya sendiri untuk dipuaskan.

Namanya Air Terjun Kumbala setidaknya begitulah judul video yang kami tonton, lokasinya di Desa Badaro Kecamatan Bolaang Mongondow Timur Sulawesi Utara. Meski mengaku sebagai orang asli Bolaang Mongondow kami belum pernah sekalipun menyambangi tempat itu.

Bayangan tentang air terjun bertingkat lima, bebatuan raksasa, ketenangan suasana, sebab tempat ini belum terjamah oleh konsep pariwisata modern, segera tergambar diruang khayal. Ekspektasi tentang segala keindahan, rasa takjub sebelum pembuktian seperti segera menuntut untuk diselesaikan.

Saat itu, bukan akhir pekan. Rabu siang kami bertujuh sepakat melakukan perjalanan. Dengan menaiki sepeda motor kami menempuh jarak sekitar 30 Km dari Kotamobagu menuju desa Badaro.

Tempat yang kami tuju tak tercatat dalam peta digital, jadilah segala retorika dan jawaban harus dipersiapkan sebaik-baiknya, jika nanti warga desa mempertanyakan kepentingan kami mendatangi tempat itu.

Rencananya kami akan terlebih dahulu menemui kepala desa, agar rute dan petunjuk jalan dapat diperoleh dengan jelas. Tapi, entah ceroboh atau gegabah, salah seorang teman yang dipercayakan untuk ini, ternyata justru menanyakan rute ke air terjun kepada salah seorang warga.

Hari sudah menanjak siang ketika kami dua kali bolak balik dari arah yang sudah ditempuh sebelumnya untuk kembali menemui warga desa dan menanyakan hal yang sama secara jelas, sejelas jelasnya.

Berbekal petunjuk yang dilisankan warga, kami menyusuri jalanan berbatu yang agak berat dilalui. Hutan-hutan dan perkebunan terhampar di kiri kanan jalan. Kami tak menemui siapapun di jalanan ini, tapi tak ada rasa ngeri, takut tersesat dan perasaan cemas apapun, tekad kami hanya satu bahwa tempat itu harus ketemu.

Medan jalan makin berat, setelah bebatuan, kini jalanan berupa tanah berlubang dan tidak rata serta agak menanjak. Kami mendapati sungai kecil yang memotong jalan ini, serta jembatan bambu yang hanya cukup diseberangi satu motor. Di sungai ini, kami berpapasan dengan warga yang sedang mencuci mobil pick up. Setelah bertanya tentang maksud perjalanan kami, ia tak segan menawarkan tumpangan kepada beberapa kawan kami yang membonceng.

Tiba di sebuah tikungan yang agak menanjak, ia menghentikan mobil dan meminta kami turun sekaligus memberi petunjuk tentang rute jalan yang harus kami lalui selanjutnya.

Didepan kami hanya ada perkebunan cengkeh yang jalanannya menurun penuh rumput dan semak yang mungkin sengaja dibiarkan tumbuh liar. Kami harus melalui perkebunan itu dengan berjalan kaki. Motor-motor diparkir rapi dipinggir jalan.

Kami melewati perkebunan itu hingga tiba di pinggir hutan. Kami harus mencari jejak atau semak-semak yang agak terserak dan sepertinya pernah dilalui manusia, setidaknya begitulah logika kami menafsir petunjuk yang diperoleh.

Belantara, saya kira inilah nama yang pantas disematkan pada tempat ini. Setelah melalui perkebunan itu, kami memasuki hutan lebat, pepohonan sangat rimbun, tinggi dan subur.

Entah keberanian apa yang membuat kami tetap menyusuri hutan ini dengan riang gembira. Tanpa rasa cemas kami terus melangkah memasuki hutan kian dalam, sambil sesekali menangkap suara gemuruh air yang jatuh di bebatuan. Bayangan tentang keindahan tempat yang kami tuju, makin melekat kuat dipikiran.

Jalanan yang kami lalui terus menurun, tubuh mulai berpeluh, tapi tak satupun yang melontarkan keluh. Dihutan ini, kami serasa jadi pemilik, rasa asing yang kerap hinggap di hati, sebab berada di tempat yang jauh dari jangkauan apapun, tak ada sinyal telepon, terkalahkan oleh rasa bangga bahwa kami telah sampai dan berhasil menemukan apa yang kami cari.

Di sela pepohonan, mata dan telinga kami menangkap suara air, mengalir deras dan jernih, terhampar di bebatuan raksasa. Kami tiba dengan rasa bangga, sebab keyakinan bahwa kami pasti menemukan kini terbayar sudah. Waktu itu pukul 14.00, artinya kami menghabiskan sekitar dua jam untuk menemukan tempat ini. 

Dokpri (CM)
Dokpri (CM)

Sekali lagi, di tempat ini, kami adalah pemilik. Sebab, tak ada tanda bahwa ada manusia yang sempat berkunjung. Air terjun ini tertutup rimbun pepohonan hutan, pepohonan itu seperti berderet rapi di tepi bebatuan besar tempat dimana air-air itu jatuh dan mengalir deras dan indah di ruas-ruasnya.

Air terjun ini memang bertingkat, untuk sampai ke tingkat berikutnya, kami harus menaiki bebatuan dengan sangat hati-hati agar tidak jatuh. Setiap tingkat memiliki ketinggian sekitar 10 meter. Dua orang kawan memutuskan untuk mandi berendam seadanya di kolam kecil yang terbentuk di tingkat kedua. 

Dokpri (CM)
Dokpri (CM)
Udara di tempat ini tidak begitu dingin, padahal hari hampir sore. Angin hutan berhembus segar, menerbangkan segala ingatan tentang kesibukan harian dan pekerjaan yang sejenak kami tinggalkan. Ingat ini bukan akhir pekan!

Kami terus asik berfoto ria tanpa mengkhawatirkan apapun, meski lensa kamera kerap basah berembun oleh percikan air.

Tempat ini, menawarkan kedamaian alam yang luar biasa. Suasana pepohonan yang rimbun dan lembab, sanggup membuatmu lupa pada waktu. Disini, segalanya seperti tetap, tak berubah, ada jiwa yang tidak mengingat apa-apa, tidak merindukan siapa-siapa, selain telinga yang hanya menangkap gemuruh air dan tatap mata yang kerap dihadapkan di sela dedaunan lebat.

Sebetulnya ada sedikit harap yang tidak terkabul, ketika kami berada di sini, kami tak sempat menelusuri sepanjang apa air ini jatuh di ruas-ruas batu.

Setelah berfoto bersama, kami bergegas pulang. Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ada sedikit rasa ngeri ketika membayangkan sore semakin pekat, hutan lebat dan jalan pulang yang amat menanjak.

Jalan pulang seharusnya juga menjadi jalan paling bahagia di setiap perjalanan. Selain cerita dan kesan indah yang tersimpan di benak dan ingatan kita, jalan pulang adalah juga sarana melepas lelah.

Tapi, kali ini, jalan pulang menjadi seperti beban berat yang sangat wajib kami tuntaskan. Kami kembali menyusuri belantara hutan, kali ini dengan mendaki.

Di jalan pulang ini kamu merasa sedang menuju sebuah puncak, kamu seperti ingin menangkap redup bintang ketika tiba, tapi pendakian kali ini hanyalah tentang pulang.

Tentang bagaimana kamu mengakhiri perjalanan sekaligus pencarian ini, pencarian tentang sebuah tempat dimana air mengalir dengan indah, jernih dan tanpa cemar apapun, tak ada limbah, sampah maupun bayangan manusia.

Ditempat itu hanya ada kamu, teman seperjalanan yang tidak peduli tentang kondisi hatimu, apakah kamu sedang galau atau jatuh cinta, teman yang hanya ingin melihatmu tertawa lepas terus menerus sambil menahan nafas sesak sehabis mendaki dijalan pulang.

Pada akhirnya kau akan mengerti bahwa teman seperjalanan adalah teman yang memiliki jiwa pencarian tentang tempat-tempat yang kau kira indah, padahal diam-diam dalam hati kalian bersepakat bahwa ini tak sesuai ekspektasi.

"perjalanan ini dilakukan minggu lalu,  hari Rabu 2 September 2020"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun