Menghitung hari-hari di bulan Ramadhan, tak bermaksud cepat-cepat menyudahi keistimewaannya, juga tak hendak mengabaikan kenyataan bahwa bulan ini telah separuhnya kita jalani.Â
Mungkin puasa yang dilakoni sehari-hari kian terasa berat, sebelas rakaat di mesjid-mesjid makin terasa hambar, tadarus Al-quran tak lagi dilanjutkan, malam-malam yang dilewati saat sahur makin membosankan, maka itu pahala, syafaat, ampunan, keberkahan dan rahmat Allah terus menerus hadir meski hanya sebagai penghibur atas kejenuhan yang perlahan menggema halus di benak kita.Â
Di pertengahan ini, terkadang keikhlasan puasa yang diniatkan sejak awal, perlahan luluh oleh harapan-harapan material yang bersimbol tunjangan, hidangan, hiasan hingga dandanan lebaran, tanpa menyelipkan niat untuk sekedar menambah takaran zakat fitrah dan sedekah.Â
Postingan menu-menu berbuka yang menyegarkan dan meramaikan akun-akun media sosial, pelan-pelan berganti diskon di pusat perbelanjaan, juga tuntutan gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) agar segera dibayarkan.Â
Semarak dan kegembiraan yang melimpah ruah di hari pertama kini mulai meluap dan mubazir seperti sisa-sisa makanan berbuka yang dibiarkan tak tersentuh hingga basi di hari-hari berikutnya.Â
Ucapan selamat berpuasa beserta doa-doa yang kita tebarkan hingga ke pelosok dunia kini tak berjejak apa-apa, tersisa spanduk dan meme-meme lucu yang dibaca tanpa makna.Â
Hari ke-16 begitulah kita menghitung, mungkin sejak angka 1 Ramadhan, bukankah ini puncak Ramadhan, ketika surah Al-Qadr yang berarti kemuliaan menjadi bacaan "utama" di tiap-tiap rakaat sembahyang tarawih, meski jamaah tak lagi tumpah ruah hingga ke teras dan parkiran mesjid seperti pada awal pertama Ramadhan.Â
Lalu apa yang hendak kita raih di bulan yang padanya Al-quran pertama kali di wahyukan, Nabi Muhammad menjadi utusan, berbagai peperangan dimenangkan, kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, hingga hari ini kelahiran Pancasila diperingati.Â
Ramadhan tentu bukan memperingati peristiwa-peristiwa, tapi seperti yang telah berkali-kali di sebut dalam Al-quran, hadits, maupun ucapan-ucapan para ulama, bahwa Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat Islam, didalamnya ada puasa yang diwajibkan yang Allah sendiri mengatakan bahwa puasa itu untukKu, puasa itu menjadi rahasia antara Aku dan hambaKu, puasa itu meneguhkan prinsip tauhid yang menjadi awal mula penyebab seseorang dikatakan ber-Islam.Â
Maka, wajarlah segala yang berlabel Islam bersuka cita ketika Ramadhan mulai menyapa. Limpahan makna puasa Ramadhan meluber kemana saja, tafsir atas seluruh tingkah laku manusia dan ibadah-ibadah sunah di bulan Ramadhan menjadi santapan siang dan malam yang terus dilantunkan para ulama, ustadz, kyai, penceramah, ahli ibadah hingga mereka yang awam.Â
Di pertengahan Ramadhan ini, masihkah makna-makna itu berbuah kesejukan di batin kita, ketika bayangan tentang kemewahan hari raya mulai menemani lapar dan haus yang sedang kita tunaikan sejak enam belas hari yang lalu.Â