Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengajarkan Kebebasan

1 Agustus 2017   16:19 Diperbarui: 1 Agustus 2017   16:33 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengajar, beranikah kita berterus terang kepada anak didik kita, bahwa kita bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan. Tak jarang saya menemui para pengajar yang cenderung ingin tampil sempurna di hadapan anak didiknya. Keharusan untuk mempelajari dan mendalami suatu bidang ilmu yang sesuai dengan gelar akademis memang adalah kewajiban. Seorang saraana sejarah misalnya, ia wajib mendalami seluruh hal yang berkaitan dengan peristiwa penting di masa lalu, tokoh-tokoh, waktu kejadian dan sebagainya.

Kemampuan seorang pengajar menguasai satu topik bahasan umumnya ditampilkan dengan begitu percaya diri, terkadang tingkat kepercayaan diri itu membawa pada pikiran-pikiran bahwa apa yang disampaikannya sudah pasti benar. Ia meyakini bahwa anak didik tidak pernah mengetahui topik tersebut sebelumnya. Kuasa pengetahuan sepenuhnya berada di tangan pengajar.

Dalam kondisi seperti itu, pengajar biasanya membuka diri untuk diskusi, tetapi tujuannya bukan untuk menyamakan persepsi atau memahami perbedaan persepsi, tapi semata untuk memancing sedalam apa kemampuan anak didik memahami apa yang disampaikannya. Sekilas memang tidak ada yang keliru pada cara pengajaran seperti itu. Namun, jika diteliti secara seksama akan ditemukan satu keganjilan dalam proses pengajaran. Penting dipertanyakan dalam proses belajar demikian, adakah anak didik diberi kebebasan memilih dan menampilkan sumber pengetahuannya.

Di awal pembelajaran, beranikah para pengajar membuka kesadaran anak didik bahwa dirinya bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan dan karena itu mereka wajib meragukan setiap hal yang ia sampaikan terutama tentang pengetahuan. Artinya, pengajar menegaskan posisi dirinya hanya sebagai orang yang kebetulan mampu memfasilitasi mereka atau membantu mereka dalam belajar, tidak lebih dari itu. Maka, sebagai fasilitator sudah selayaknya mereka tidak menganggap bahwa pengajar adalah sumber segala pengetahuan.

Tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak anak didik kita yang menganggap bahwa pengajar adalah sumber ilmu, tanpa pengajar mereka tak akan mengerti apapun, di tangan pengajarlah nasib pengetahuan mereka ditentukan, pengajar berkuasa penuh atas isi kepala mereka bahkan ketidakhadiran pengajar dianggap sebagai vakumnya proses belajar. Anggapan seperti inilah yang sebetulnya harus diluruskan oleh setiap pengajar.

Penting untuk menanamkan pemikiran pada anak didik, bahwa pengajar bisa saja salah, bisa saja keliru dalam menyampaikan apa yang diajarkannya. Seorang pengajar harus mampu mendorong minat anak didiknya untuk mencari pengetahuan diluar apa yang sudah atau akan diajarkan. Dorongan itu tidak harus disertai iming-iming, bertambahnya kemampuan mereka atau bisa membuat mereka lebih pintar, tapi katakanlah agar pengetahuan yang mereka peroleh dan yang kita peroleh bisa kita bicarakan bersama dengan santai. Dengan demikian kita sama-sama menemukan bahwa pengetahuan tiap-tiap orang tentang satu hal pasti berbeda-beda.

Perbedaan pengetahuan tersebut akan membuka ruang berpikir baru bagi anak didik hingga mereka mampu menangkap ragam model dan sumber pengetahuan yang tersebar di banyak tempat. Perlahan minat belajar mereka akan meningkat, lalu dengan sendirinya mereka akan menemukan bentuk pengetahuan seperti apa yang mereka minati.

Tapi, awalnya pengajar harus berani menekankan dan meyakinkan anak didik bahwa dirinya bukan satu-satunya sumber pengetahuan. Artinya, beranikah pengajar menurunkan sedikit saja tingkat "kepercayaan" anak didik terhadap pengetahuan yang diajarkannya, agar mereka terdorong untuk mencari pengetahuan dari sumber lain. Jika seorang pengajar benar-benar ingin mengajarkan pengetahuan kepada anak didiknya, maka pengetahuan awal yang mesti diajarkan adalah kebebasan untuk mencari pengetahuan dari mana saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun