Mohon tunggu...
Dio Satrio Jati
Dio Satrio Jati Mohon Tunggu... -

melalui hati, dicerna pikiran dan digambarkan dalam nyata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kelompok Sosial dan Permasalahan Etnosentrisme di Indonesia Etnosentrisme, Pentingkah? Oleh : Dio Satrio Jati

24 Juni 2012   12:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 9193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok Sosial dan Permasalahan Etnosentrisme di Indonesia

Etnosentrisme, Pentingkah?

Oleh : Dio Satrio Jati

Kelompok sosial merupakan fenomena yang lumrah di dalam masyarakat, terutama di Indonesia. Kehadiran kelompok-kelompok sosial di berbagai daerah di Indonesia dengan disertai adanya perasaan etnosentrisme yang kuat  memang sangat berpotensi menimbulkan disintegrasi maupun integrasi bagi bangsa Indonesia. Melalui berbagai media bisa kita lihat di Indonesia terdiri dari banyak kelompok-kelompok sosial yang tersebar di dalam masyarakat. Dan melalui kelompok sosial itu timbul berbagai dinamika kebudayaan di Indonesia.

Bagaimana sebenarnya kelompok sosial di dalam masyarakat itu bisa terbentuk? Serta mengapa tiap kelompok sosial itu pasti mempunyai perasaan etnosentrisme yang kuat terhadap kelompoknya dan cenderung untuk merndahkan kelompok lainya?

Dalam pandangan sosiologi manusia itu tak bisa hidup sendiri dan selalu cenderung ingin hidup dengan manusia lainnya secara berkelompok. Manusia selalu berusaha berinteraksi dengan pihak lain, baik dengan sesama manusia maupun alam sekelilingnya[1]. Jadi dalam keadaan yang normal manusia itu selalu ingin hidup bersama-sama meskipun ada beberapa yang tidak.

Kelompok sosial biasanya terbentuk setelah di antara individu yang satu dengan yang lain bertemu, namun bukan pertemuan spontan begitu saja. Pertemuan antar individu yang menghasilkan kelompok sosial haruslah berupa proses interaksi seperti adanya kontak, kerja sama, saling komunikasi untuk mencapai tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan konflik. Dengan demikian menurut saya interaksi sosial adalah syarat utama untuk membentuk kelompok sosial.

Dengan adanya interaksi yang berbeda-beda dari sebagian masyarakat maka membentuk kelompok sosial yang berbeda-beda pula. Kelompok sosial mempunyai pengertian kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi[2]. Sedangkan syarat-syarat terjadinya kelompok sosial meliputi :

1.Adanya kesadaran anggota bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan


  1. Ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara anggota dalam suatu kelompok
  2. Terdapat faktor yang dimiliki  bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat
  3. Berstruktur, berkaidah, mempunyai pola perilaku
  4. Bersistem dan berproses

Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi terbentuknya kelompok sosial adalah :

1.Tujuan yang sama

2.Nasib yang sama

3.Kepentingan yang sama

4.Ideologi politik yang sama

5.Faktor penting lain adalah adanya musuh bersama yang bisa menjadi pengikat.

Di Indonesia berbagai kebudayaan yang begitu banyak bisa menimbulkan salah persepsi diantara kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari adanya pandangan yang ketat terbatas terhadap kebutuhan atau keinginannya sendiri di mana pandangan tersebut sering kali tidak efektif untuk berurusan dengan orang lain.

Persoalannya adalah mengapa dengan banyaknya kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat menjadi semakin mudah saja adanya disintegrasi yang dilatarbelakangi oleh permasalahan etnosentrisme di Indonesia?  Apabila kita mengikuti alur pemikiran dari Agus Budi Wibowo yaitu menilai suatu budaya dari budaya kaca mata kita sendiri memang tidak akan menggiring kita pada suatu kesepakatan dan  yang kemudian muncul adalah pandangan-pandangan yang menilai suatu budaya bersifat terbelakang atau belum beradab, jika dibandingkan dengan kebudayaan kita.

Dengan adanya perasaan itulah yang menyebabkan tiap-tiap kelompok sosial sangat mudah bergesekan dengan kelompok lain yang bukan  in-groupnya yang sangat rentan terjadi disintegrasi sosial di Indonesia.

Maka tidak aneh ketika jika anggota-anggota dari masing-masing kelompok sosial memiliki preferensi untuk memaksa, dan setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka. Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang dipandang tidak sejalan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih tepat apabila kehadiran paham etnosentrisme bisa dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial. Maka sangat wajar bila persoalan etnosentrisme menjadi agenda utama pemerintah guna menciptakan integrasi bangsa secara nasional.

Kelompok-kelompok sosial yang ada di Indonesia yang sedang saling bergesekan atau bertentangan sebenarnya hanya sedang mengalami perbedaan cara pandang budaya saja, kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Kelompok sosial yang saling bertentangan ini tidak mampu memahami akar persamaan diantara kultur yang ada atau sengaja untuk tidak menyepakati persamaan kebudayaan yang ada kareana dianggap merugikan salah satu kelompok sosial yang ada.

Pada dasarnya Etnosentrisme memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan. Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya[3].

Melihat dari definisi diatas menurut saya tidaklah perlu untuk memandang bahwa etnosentrisme harus dihilangkan sama sekali guna mencapai integrasi bangsa Etnosentrisme jelas bukan sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ia patut dipelihara karena etnosentrisme memang fungsional. Dalam hal ini etnosentrisme fleksibellah yang harus dikembangkan. Dengan etnosentrisme fleksibel, kehidupan multikultur yang damai bisa berlangsung sementara masing-masing kultur tidak kehilangan identitasnya.

Mengetahui mengenai budaya kelompok sendiri dan budaya kelompok sosial lain serta pengaruhnya terhadap cara-cara memahami realitas dalam keadaan tertentu tidak cukup untuk menumbuhkan etnosentrisme fleksibel. Kita juga harus belajar untuk membedakan antara emosi, penilaian terhadap moralitas, dan penilaian terhadap kepribadian yang sering disamakan dengan etnosentrisme dan cara pandang budaya.

Hal ini yang perlu di kembangkan dalam pemikiran kelompok-kelompok sosial di Indonesia, kehidupan multikultur harus tetap berlangsung sementara kultur asli dan masing-masing kelompok sosial tidak hilang karakteristisnya.

Daftar Pustaka

Mendatu, Achmanto (2007); Etnosentrisme, www.smartpsikologi.com ; 28 februari 2009

Sosiologi, Tim (2005); sosiologi suatu kajian kehidupan masyarakat; Yudistira ; jakarta

M, Idianto (2004); Sosiologi untuk SMA kelas X; Erlangga : Jakarta

Wibowo, Agus Budi (2009) ; bahaya Etnosentrisme : www.bw-aceh.com : 28 februari 2009

[1] Catatan power point Hedi Pujo Santosa

[2] M. Idianto, sosiologi untuk sma kelas x, hlm 75, penerbit erlangga

[3] Achmanto Mendatu, smartpsikologi.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun