Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Kaleidoskop Pemikiran Islam Indonesia

29 Juni 2017   15:00 Diperbarui: 29 Juni 2017   17:31 1474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

kancah intelektual Islam pada era 1970-an juga dipicu oleh figur HarunNasution yang mencoba “membumikan” pemikiran Mu’tazilah di Indonesia. Kendatipada awalnya, ditentang oleh banyak kalangan, namun upaya Harun melalui IAINJakarta telah banyak menghasilkan sarjana pemikiran Islam pada era 1980-an dan1990-an. Peran sentral Harun dalam membuka diskursus pemikiran Islam diIndonesia cukup terasa impaknya bagi bagi generasi berikut. Hal ini terekamjelas dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasutiondimana para sarjana Islam dari berbagai generasi 60-an, 70-an, 80-an, dan 90-anmengakui peran Harun dalam menyeru pemikiran rasional di Indonesia, sepertiyang ditulis oleh Arief Subhan, 20Saiful Muzani 21dan Fauzan Saleh. 22

Di samping Harun, sosok Munawir juga ikut memainkan peran penting dalammenyekolahkan beberapa sarjana era 1990-an keluar negeri agar mempelajariIslamic Studies di Barat. Hal ini tentu saja berkat peran Munawir Sjadzali yangmengirim beberapa dosen IAIN untuk belajar ke Barat. Tidak sedikit generasi inimemiliki peran penting dalam mengembangkan pemikiran Islam di Indonesia. Adapunmengenai peran Munawir ini terlihat jelas dalam buku KontekstualisasiAjaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali (1995). Dalam karyatersebut, para sarjana cukup menyadari bagaimana kiprah Munawir dalam mengirimdosen IAIN ke berbagai universitas ternama di Barat. Setelah pulang dari Barat,para sarjana ini kemudian menulis tentang kiprah Munawir seperti yang terlihatdalam Islam Berbagai Perspektif: Didekasikan untuk 70 Tahun Prof. H.Munawir Sjadzali, MA (1995). Peran Munawir ini sering disebut dengan alampencairan ketegangan ideologis sebagaimana tampak dalam artikel yang ditulisbersamaan oleh Bahtiar Effendy, Hendro Prasetyo, Arife Subhan, 23Bahtiar Effendy, 24dan Agus Wahid. 

Tokoh lain yang cukup berjasa dalam menelurkan pemikir muda pada era 1970-anadalah Mukti Ali. Melaui diskusi Limited Group di Yogyakarta, tidaksedikit para pemikir muda ikut andil di dalamnya. Karena itu, sampai sekarang,peran Mukti Ali,sebagai sebagai penggagas studi Perbandingan Agama di IAIN,juga sebagai pendobrak semangat kelompok muda di Yogyakarta, seperti AhmadWahib (alm), M. Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, dan lain-lain. Tentang kiprahilmuwan multidimensi ini, dapat dibaca dalam Abdurrahman, Burhanuddin Daya, danDjam’annuri (ed), Agama dan Masyarakat: 70 Tahun H.A. Mukti Ali(1993). Di samping itu, peran Mukti juga diuraikan secara komprehensif oleh AliMuhannif 26dan Nasrullah Ali-Fauzi. 27

Di atas mereka semua, peran H. M. Rasjidi dapat dikatakan sebagai tokoh –meminjam istilah Cak Nur – Godfather “Mafia McGill.” 28 Diayang pertama kali mengenyam studi Islam di Barat yang kemudian menghantarkannuansa pemikiran Islam tesendiri di Indonesia. Tidak sedikit para sarjana yangmemuji jasa Rasjidi seperti tercermin dalam 70 Tahun Prof. H.M. Rasjidi.Namun demikian, karena Rasjidi agak menentang pembaharuan yang dikembangkanoleh Cak Nur Cs., maka agak sedikit perhatian para sarjana terhadap mantanMenteri Agama RI pertama ini. Setidaknya, kajian tentang Rasjidi hanya dapatdilihat kupasan Azyumardi Azra 29 dantulisan yang mengenang kewafatan tokoh ini pada tanggal 30 Januari 2001 olehAkh. Minhaji dan Kamaruzzaman. 

Dari serangkaian kisah kita mendapatkan peran tokoh, saya tertarik untukmelihat bagaimana peran organisasi, lembaga, atau yayasan menjadi “kendaraan”sekaligus menjadi “transmitter” pembahuruan bagi generasi era 1990-an.Setidaknya, ada beberapa “kendaraan” yang menjadi “lokomotif” gerakan pemikiranpada era 1980-an. Pertama, Yayasan Paramadina. Yayasan ini merupakan salah satu“kendaraan” yang mengusung pemikiran Cak Nur secara independen. Kendati padasaat yang sama, dia adalah Ahli Peneliti Utama LIPI dan Dosen pada IAIN(sekarang UIN) Syarif Hidayatullah, menurut Greg Barton, Paramadinalah yangmenjadi kendaraan utamanya dan merupakan fokus untuk energinya. 31

Secara berkala, Cak Nur mengisi sejenis diskusi bulanan KKA (Klub Kajian Agama)yang menghadirkan kelompok menengah dari hotel ke hotel. Tentu saja, setiaptopik yang diisi oleh Cak Nur selalu dicari pembandingnya dari seorang ilmuwanlainnya. Dari sinilah, karya-karya Cak Nur “membanjir” di Indonesia 32dan karya ilmuwan lainnya baik dari kelompok Paramadina maupun bukan yang tentusaja diterbitkan oleh yayasan ini (mis. LAZIS) atau funding internasional.Adapun tentang studi Islam yang diajarkan oleh yayasan ini dapat dibaca dalam BukuPanduan Program Pusat Studi Islam dan tulisan-tulisan “warganya” sepertiKomaruddin Hidayat 33dan Budhy Munawar-Rachman. 34Yayasan ini juga menerbitkan jurnal Paramadina yang sampai sekarangbaru terbit dua edisi. Selanjutnya sama dengan yang lainnya, yaitu menjadi“almarhum.”

LSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat). Lembaga ini memang amat berjasa dalammensosialisasikan pikiran pembaharuan pemikiran Islam pada era 1980-an melaluiberbagai kegiatan ilmiah. Kendati terbit pada tahun 1990-an, namun isu-isu yangdiangkat juga tidak begitu jauh dengan apa yang terjadi pada era 1980-an.setidaknya, ini terlihat dari terbitnya Jurnal Ulumul Qur’an yangdipimpin oleh M. Dawam Rahardjo yang selalu mencoba mengangkat isu-isupembaruan atau pemikiran terkini yang berkembang di seputar studi Islam. Selainmengisi tetap pada rubrik Assalamu’alaikum, Dawam juga mengisi EnsiklopediaQur’an yang belakangan artikel-artikel tersebut diterbitkan oleh penerbitParamadina. 35Dengan kata lain, LSAF ini memang sangat dekat Paramadina. Selain, Dawamsebagai pendukung Cak Nur, para personil di LSAF juga personil Paramadina. Halini juga terlihat dari artikel yang diterbitkan yang senyawa dengan misiParamadina. Di yayasan ini bertengger nama-nama intelektual muda yang amatenerjik seperti Saiful Muzani, Budhy Munawar-Rachman, Ihsan Ali-Fauzi, Arief Subhan,Nasrullah Ali-Fauzi, Agus Wachid, Edy A. Efendy, Dewi Nurjulianti, NurulAgustina dan lain sebagainya. Tentu saja mereka sekarang sudah menjadi pemikirdengan berbagai disiplin ilmu yang mereka kuasai. Namun harus diakui, peran UQyang dikembangkan oleh LSAF memang telah menjadi menjadi generasi paska Cak Nuryang memilik teori tersendiri dalam menyajikan pemikiran Islam.

Yayasan Muthahhari. Yayasan ini dipimpin oleh Jalaluddin Rakhmat yang banyakberkiprah di Bandung. Yayasan ini didirikan oleh Kang Jalal bersama denganHaidar Bagir, Ahmad Tafsir, dan Achmad Muhadjir pada 3 Oktober 1988. 37Adapun alasan mengapa digunakan Muthahhari adalah karena tokoh ini merupakanulama-intelektual abad 20 yang bisa dianggap sebagai salah satu model sarjanaIslam dalam hal pemilikan tiga syarat yang banyak diimpikan tapi jarang bertemudalam satu pribadi: akar yang kokoh pada studi Islam tradisional, penguasaanmemadai atas ilmu-ilmu non-agama, serta concern dan karya nyata dibidang sosial – sebagai aktivis Islam dan penulis prolific – seperti tampakdalam perjalanan hidupnya. 38

Harus diakui, bahwa yayasan ini sering dilekatkan dengan pemikiran Syiah, sebabmereka banyak sekali mensosialisasikan pikiran tokoh-tokoh Syiah, terutamadengan jurnal yang diterbitkan Al-Hikmah. Jurnal ini kendati sudah“almarhum” namun sedikit banyak mencerminkan bagaimana misi yang dikembangkanoleh Kang Jalal. Sebab, jurnal tersebut memiliki keunikan tersendiri yaitulebih banyak menerjemahkan karya-karya tokoh Syiah dan orientalis, sehinggawarna pemikiran keislaman pun sangat beragam. Hal ini juga ditunjang olehhubungan Yayasan ini dengan penerbit Mizan yang memang agak gencar menerbitkanbuku-buku tentang Syiah, seperti karya-karya Ali Syari’ati. Karena itu, lewat“kendaraan” ini, Kang Jalal selain mengembangan pikirannya, juga sekaligusmengembangkan pikiran Syiah. Hal ini, tentu saja menyemarakkan tradisipemikiran keislaman di Indonesia dimana dikembangkan bukan hanya tradisi Sunni,melainkan juga Syiah

LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial).Lembaga ini didirikan pada pada tahun 1971 yang dibantu oleh Friedrich NaumanStiftung (FNS) dari Jerman. 39Dalam Ornop ini, tidak sedikit cendekiawan muda yang bekerja sebagai peneliti(mis. Fachry Ali, Hadimulyo, M. Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid dan lainsebagainya). Di dalam organisasi ini, terdapat M. Dawam Rahardjo yangmenggerakan dunia pesantren dimana mereka memiliki sekian banyak program untukmemberdayakan. Karena itu, tema-tema yang diangkat pun tidak lagi bergelut padatema-tema normative, namun lebih kepada empiris melalui pendekatan-pendekatandalam ilmu sosial. Di samping itu, LP3ES juga menerbitkan buku yang seringmenjadi acuan pemikiran Islam di Indonesia. 40

Di samping itu, lembaga ini juga menerbitkan jurnal Prisma yang selalumemuat tema-tema sosial dimana pikiran yang terkait dengan agama kemudiandicoba dibukukan sebagai bukti bahwa ada pemetaan yang khas tentang pemikiranIslam di Indonesia. 41Sebab, kehadiran Prisma memang dengan semangat anti-ideologi, antipartai dan anti politik, sebagai oposisi dari sikap ideologi, partisan danpolitis khalayak (termasuk para cendekiawan) masa sebelumnya. 42Karena itu, tidak sedikit pemikir Islam yang besar dari lembaga LP3ES danjurnal Prisma yang pada gilirannya membantu kita untuk mengatakanbetapa LSM merupakan faktor penting dalam dinamisasi pemikiran Islam diIndonesia. Atau, dalam bahasa Fachry Ali, “lembaga yang telah berjasamengakomodasikan hasrat intelektual itu adalah LP3ES. Melalui kegiatanpenelitian dan jurnal Prisma-nya, lembaga ini telah menginspirasikandan mewadahi hasrat pengembangan intelektual yang dirintis Cak Nur dalamkomunitas ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun