Mohon tunggu...
Puisi

Lalu Waktu

16 Februari 2017   15:27 Diperbarui: 16 Februari 2017   15:33 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

saat

persahabatan dengan begitu erat..
 tak seorangpun bisa melepas.
 memisahkan kita semua

 detik demi detik berlalu.
 Semua telah hilang ditelan zaman.
 dedaunan terurai tanah.
 tak bisa kembali

 hati ini teringat

air mata ini menetes terkuras
 melihat semua kenangan
 Saat ini ku ingin bersama kalian

 mampu bersama..?
 Bercanda .
 sebatas angin yang berlalu ?
 hanya waktu

yang bisa menjawab itu

hari ini semua terlewat

tak ada yang tersisa

Yang lain hanya sampah

Yang mnyelimuti hari

Yang memukuli hati sampai mati

Sampai membunuh saya

Kejadian jelas di depan mata

Pembunuhan berencana

Membunuh dengan rencana

Membunuh dengan cinta

Antara bisa dan tidak bisa ?

Memendam sejuta tanya

Haripun berganti

Tertutup nurani

Dimana kemanusiaanmu

Dimana Darah jantung dibuka lebar

Saat semburat darah mengucur sekujur badan

Dimana kau berada ?

Cinta ditalak karena perselingkuhan

Kubur ditaburi bunga

Kau menjelma hantu

Membayangi langkahku

bermanis hari

Sudah kehendak takdir

Sekarang disaat

keberanian ada dalam ketakutan

Pertapa dalam kenestapaan

Keprihatinan, kesakitan

Tubuhku disini

jiwaku sakit

Dimana kamu ?

Tak ada khabar

Tak ada berita

Kok nggak mikir

Kenapa nggak bicara

Diam membeku membatu

Hidup nggak beres

Serba kekurangan

Kerugian hati

Tak sebanding dengan materi

Tak harap penggalah (genter)

Angan tinggi buah penggalah

Jauh panggang jauh api

Dingin hari hujan

setetes harapan

Siapa berharap

Kerajaan masih

Disaat harga diri tercecer ditengah jalan

Kalau nggak punya tempat jadi apa

Buah dipanen sebelum matang

Aku bertahan karena nggak ada kejelasan

Aku tak bias bertahan

Sampai dimana saya kuat bertahan

Sebab orang orang itu menganggap aku sebuah mainan

Aku mengikuti walau terpaksa

Aku tak bisa memaksa diriku

Kau pun tak bisa meninggalkan jejak

Tuan ditelapak kaki budak

Aku nggak berdaya apa apa

Sela waktu tak butuh waktu

Hampir saja, bunuh diri

Walau tak terima

Kesendirian ini

Kau seperti hantu

Membayangi setiap langkahku

Seperti sekolah nggak akan kembali

Tak usah melangkah dengan dirimu sendiri

Pulanglah kembalilah

Lewat gelap tak ada jalan

Masih banyak yang mencari jalan terang

Kalau kau memaksa jalan

Sampailah kealam hutan kebakaran

Pulanglah pulanglah sayangku

Sampai siangpun lehermu akan terjerat

Hidup diuji dengan keduniaan

Kalau nggak kuat baru diberi

Tak bisa melawan takdir

Didalam keberanian pertapa

Ada kenestapaan

Keprihatinan dan kesakitan

Tubuhku disini alamku selesai

Jiwaku sakit

Dalam penantian yang panjang

Karangwotan ,16-2-2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun