Orang-orang Islam yang sependapat dengan tulisan ini, juga nggak berani menyampaikan pendapat ini, makanya tulisan ini harus ada. Dan kalau nanti rumah saya diserbu FPI, ya itu sama saja dengan mereka mengiyakan semua yang saya tulis di sini.
Jaman orba dulu, seniman seperti Butet Kertaredjasa nggak pernah takut sama pemerintah orba. Teater Gandrik-nya pun lantang menyuarakan kritiknya pada pemerintah meski dengan dipleset-plesetkan sedemikian rupa supaya tidak vulgar.
Di jaman reformasi, tentu Butet jauh lebih berani mengkritisi pemerintahan atau siapapun yang dianggap perlu dia kritik atau ejek (jadikan bahan guyon). Namun, menghadapi “Islam”, dia tak berkutik. Apalagi karena dia bukan orang muslim, maka kalau dia berani menyampaikan kritik melalui “lambe”-nya sendiri, dijamin langsung didemo. Makanya, selama ini paling beraninya cuma retwit-retwit dari akunnya orang Islam yang juga kurang setuju dengan Islam garis keras itu. Bayangkan, orang sekelas Butet aja dibuat tak berani menyampaikan pendapat.
Dunia stand-up comedy pun tak luput dari ketakutan seperti ini. Begitu membicarakan Islam, apalagi jadi guyonan, si comic bakal di-bully sana-sini.
Akhirnya, ketakutan ini akan mewabah ke segala bidang. Kita akan takut bicara tentang Islam karena takut ada "intel" di sekitar kita. Yang berani mengkritik, akan dituduh melecehkan agama, di-kafir-kan, akan dihabisi dan seterusnya.
Jadi jelas, bahwa kondisi saat ini lebih menakutkan dari jaman orba. Orang takut kalau sudah ngomongin Islam. Islam menjadi agama yang menakutkan, tidak ramah, mudah tersinggung, dan sulit memaafkan.
Padahal yang saya tahu, Islam itu agama yang sangat damai, keren dan asik. Umat Islam itu membanggakan saat menjadi minoritas, dan menentramkan saat menjadi mayoritas. Saya rindukan Islam yang cair, bisa diajak becanda, dan menyenangkan.
Pendapat ya dilawan dengan pendapat. Tulisan ya dilawan dengan tulisan. Guyonan, ajak guyon balik. Bukan dengan massa, apalagi kekerasan.
Lalu, akankah ketakutan ini akan kita biarkan terus menjadi bagian dari kehidupan bangsa ini? Atau kita biarkan saja seperti ini?
Mojokerto, 30 Maret 2017
@hasyimmah