Matahari mulai muncul dengan kehangatannya, diiringi dengan suara kicauan sekelompok burung pipit di dahan pohon. Dengan mengenakan topinya, Rara mengikat celemek hijau polos di pinggangnya dan siap untuk memulai rutinitas paginya.Â
Sesungguhnya Rara adalah seorang yang tidak terbiasa dengan bangun pagi, tetapi ketika dia mengambil pekerjaan di kedai kopi untuk membantu orang tuanya dengan biaya kuliah, dia harus beradaptasi dengan kesibukannya di pagi hari.
 Bekerja di kedai kopi cukup mudah bagi Rara. Menerima pesanan, membuat kopi, kadang juga bersih-bersih jika ia mendapat shift malam, dan ia senang bekerja di sini karena toko-nya yang cukup dekat dengan kampusnya sehingga ia bisa sering berinteraksi dengan teman-teman di kampusnya.
 "Pagi Rara!" Saut Meli yang baru saja memasuki pintu. Rambut hitamnya ditarik ke belakang menjadi kuncir kuda tipis. Ia menggunakan celemek dan topinya yang sudah terpasang.
"Hai, Meli!" Rara tersenyum. Rara suka membuka toko bersama Meli, terutama karena gadis itu yang bersinar dan ceria setiap saat.
 Seperti biasa, mereka mulai berbincang sambil mempersiapkan beberapa bahan untuk memulai pekerjaannya. Sambil berdiri di kasir, Rara mengeluarkan spidol berwarna dari tasnya dan meletakkan di cangkir kosong di sebelahnya.
Meli berkedip, melihat salah satu spidol berwarna jatuh ke tempatnya. "Apakah Bapak tua itu mengatakan sesuatu padamu?" Tanyanya sambil membungkuk di atas meja kasir.
 Setiap pagi tanpa henti, selama sebulan terakhir ini, seorang pria tua berambut coklat dan sedikit uban yang tampak kesal datang untuk memesan segelas kopi di kedai mereka. Pak David, itulah namanya dan sering dikenal di kampus Rara sebagai dosen tergalak dan ditakuti banyak murid.Â
Pak David sering datang saat shift pagi Rara dan memesan segelas kopi favoritnya. Dia tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun, dia akan berjalan ke konter seolah-olah dia akan meledak dan kemudian memesan kopi dan pergi. Pak David tidak pernah bertegur sekedar 'halo' atau 'selamat pagi' atau apapun yang bukan pesanan kopinya.
 Bukannya Rara ingin ikut campur urusan bapak dosen galak itu, hanya saja Rara ingin berusaha sedikit menghiburnya. Lagipula, apa bapak itu tidak lelah memasang wajah jutek terus?
 Kemarin, ketika Pak David datang memesan, alih-alih hanya menulis namanya di gelas seperti biasa, Rara meluangkan waktu ekstra untuk mencoret-coret gambar beruang dengan spidolnya yang lucu di cangkirnya. Rara berharap hal itu membuat ia setidaknya sedikit tersenyum. Namun, Pak David langsung saja keluar dari kafe seperti biasa tanpa ada reaksi yang berbeda.