Mohon tunggu...
Hasya
Hasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional

Mahasiswa Hubungan Internasional yang aslinya orang SMK IT

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islam Kiri dan Sisa Setelahnya

13 Juni 2024   06:45 Diperbarui: 2 Juli 2024   20:25 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mendengar kata tentang komunisme, kita pasti akan berpikir bahwa komunisme merupakan suatu ideologi yang menentang segala jenis agama dan menekanakan terhadap materialsime serta menganggap mistisme adalah suatu kebohongan semata. Mungkin ada lagi yang berpikiran bahwa komunisme merupakan ideologi yang hampir membuat negara kita, negara Indonesia berada di ujung tanduk kehancuran karena perbuatan mereka pada tahun 1948 dan tahun 1965 serta banyak lagi peristiwa-peristiwa keji dilakukan oleh orang-orang komunis. Akan tetapi, di Indonesia sendiri bahkan dalam suatu organisasi yang kental akan keislamannya, ada suatu tokoh yang berpikiran bahwa Islam dan komunisme dapat hidup berdampingan bahkan menyatukan perbedaan pemikiran antara gagasan komunis barat dan gagasan keislaman. Beliau adalah Haji Misbach dari organisasi Sarekat Islam (SI).

Haji Misbach atau kadang dikenal dengan sebutan Haji Merah lahir pada tahun 1876 di Kauman, Surakarta. Beliau sendiri merupakan anak dari pedagang batik kaya yang sekaligus menjadi suatu petinggi agama di daerah beliau lahir. Beliau mendapatkan pendidikan dari pesantren dan masuk sekolah Ongko Loro sebagai orang lokal. Beliau sendiri merupakan orang yang terhitung aktif dalam berorganisasi, sebagaimana beliau merupakan anggota dari Inlandsche Jurnalisten Bond, Sarekat Islam, serta PKBT (organisasi asosiasi perburuhan pada masa itu). Bahkan beliau juga mendirikan redaksi surat kabar Medan Moeslimin pada tahun 1916 dan Islam Bergerak pada tahun 1917.

Haji Misbach mulai memandang komunisme dan Islam kompatibel antara satu dan yang lain pada sekitar abad 20 awal atau sekitar tahun 1915. bagi beliau, komunisme adalah alat praktis untuk melawan kapitalisme dan kolonialisme. Menurut beliau juga komunisme dapat digunakan sebagai alat untuk memberantas ketidaksetaraan yang dimana juga sama dalam ajaran Islam. Berbeda juga dengan gagasan komunisme versi barat, menurut beliau adalah penting jika komunsime hadir dengan panduan ajaran-ajaran Islam. Bagi beliau, para pemikir dan gagasan-gagasan komunsime barat adalah cacat karena dianggap tidak menanggap peran agama dalam suatu kelompok masyarakat. Untuk permasalahan materialisme dan mistisme sendiri beliau tidak membahas secara filosofis maupun secara teologis dari konsep materialisme dalam komunis itu sendiri. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam permasalahan materialisme, Haji Misbach masih berpegang teguh dalam ajaran Islam serta percaya bahwa Islam lah yang penting dalam membimbing "masyarakat komunis untuk ke jalan yang cerah".

Dari pemikiran kontroversial Haji Misbach, tentu banyak pihak yang kontra dengan pemikiran radikal beliau. Dalam Sarekat Islam sendiri tejadi perpecahan karena pemikiran beliau. Pemikiran beliau tentang penggabungan konsep Islam dan komunsime menuai banyak penolakan karena bertentangan dengan pandangan Islam dari anggota-anggota Sarekat Islam lainnya. Hal tersebut menyebabkan perpecahan dalam Sarekat Islam dan puncaknya adalah ditangkapnya ketua Sarekat Islam pada saat itu, Tjokroaminoto, yang menyebabkan Sarekat Islam terpecah lagi lebih jauh. Haji Misbach sendiri pernah berkonflik dengan Muhammadiyah lantaran padanangan beliau tentang Islam dan komunisme. Hal tersebut terjadi karena Perbedaan pandangan kedua belah pihak mengenai bagaimana Islam menyikapi kapitalisme dan kolonialisme. Haji Misbach masih berpikir bahwa Islam dan komunisme memiliki kesamaan seperti bagaimana komunisme dan Islam memiliki pandagan yang sama tentang melindungi yang lemah serta bagaimana Islam dan komunisme memiliki pandangan yang sama tentang kesetaraan dan keadilan. Akan tetapi Muhammadiyah masih merupakan organisasi konservatif Islam yang melihat bahwa komunis merupakan suatu ancaman terhadap ajaran Islam. Muhammadiyah percaya bahwa komunisme tidaklah cocok dengan Islam, jikalau cocok pasti akan ada masanya dimana komunisme akan menjadi sebab dari lunturnya identitas Islam dan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Partai Komunis Indonesia sendiri, pandangan beliau awalnya diterima karena melihat populasi muslim yang banyak di Indonesia dapat menjadi alat mobilisasi massa yang sangat efektif. Akan tetapi, Partai Komunis Indonesia mulai menolak pandangan beliau tentang pencampuran komunis dan Islam karena Haji Misbach sendiri tidak menkankan materialisme yang dimana bertentangan dengan dasar doktrin Marxist yang mengharuskan penghilangan semua kepercayaan termasuk Islam.

Pandangan tentang Islam dan komunisme pada sejarah perpolitikan Indonesia tidak hanya diprakarsai oleh Haji Misbach seorang, melainkan ada satu lagi orang terkenal yang digadang-gadang lebih berpengaruh daripada Haji Misbach, yaitu Tan Malaka. Tan Malaka adalah seorang Marxist sekaligus menjadi pendiri Partai Murba. Beliau juga dikenal akan keanggotaan inti dalam Partai Komunis Indonesia. Tan Malaka memiliki pandangan yang berbeda mengnai Islam dan komunisme sekalipun beliau adalah seorang Marxist. Tan Malaka juga berpikir sama seperti Haji Misbach yang menekankan bahwa Islam dan komunisme sama-sama mementingkan untuk melindungi yang lemah dan memiliki tujuan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan. Tan Malaka juga memandang bahwa gagasan dari pemikir komunisme barat melupakan akan pentingnya peran penting agama dalam masyarakat. Berbeda dengan Haji Misbach yang hanya melihat kecocokan Islam dan komunisme hanya dari segi kesamaan dalam tingkat kemasyarakatan, Tan Malaka juga melihat bahwa Islam dapat menjadi alat pemersatu para pekerja di Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Tan Malaka berpendapat bahwa Islam dapat menjadi kekuatan besar dalam mangalahkan kekuatan kolonialsime dan kapitalisme. Gagasan Tan Malaka yang kontroverisal untuk semua kalangan orang adalah gagasan beliau mengenai bahwa seharsunya komunis mendukung gerakan Pan-Islamisme. Gerakan yang menyatukan seluruh umat muslim di dunia tanpa mengenal batas-batas negara. Menurut Beliau jika umat muslim bersatu maka adalah pasti kekuatan imperialisme akan hancur.

Akhir-akhir ini saya kadang melihat poster bersliweran terutama di lingkungan kampus yang narasinya kurang lebih adalah "Anda Sosialis? Gabung grup WhatsApp ini" dengan gambar seseorang menunjuk seperti gambar orang menunjuk pada poster rekrutmen Amerika Serikat saat Perang Dunia 2 "I Want You For the U.S Army". Menurut saya, eksistensi poster seperti itu menunjukan bahwa di Indonesia sendiri walaupun negara dengan tingkat populasi muslim terbesar di dunia masih ada sisa-sisa atau mungkin bibit baru kiri. Hal ini jika banyak orang tahu maka akan menimbulkan kegaduhan besar seperti yang kita ketahui apa yang dilakukan oleh Partai Komuins Indonesia pada tahun 1948 terutama pada tahun 1965. Mungkin ada orang yang berargumen bahwa sosialis dan komunisme itu berbeda, tetapi masyarakat kita masih tetapi menolak keberadaan ideologi yang jelas-jelas mengarah ke kiri. Partai Buruh merupakan partai yang mewakili dan membawa ideologi sosialis-populisme dan sekarng dipimpin oleh Said Iqbal, seorang muslim kelahiran Aceh. Walaupun sekarang tidak menunjukan "gejala" komunis, mereka jelas-jelas ingin menjadikan partai mereka sebagai partai pertama yang beralirkan sosialis di gedung DPR/MPR. 

Inti dari pembahasan yang saya bawa ini adalah bagaimana ada suatu pemikiran muncul untuk menggabungkan dua ajaran yang secara fundamental berbeda dan efeknya terhadap ranah perpolitikan Indonesia. Bukan tidak mungkin jika suatu saat kita melihat seorang sosialis duduk di kursi pemerintahan. Eksistensi partai buruh dan kebanyakan anggota serta pengurusnya yang beragama Islam adalah suatu gambaran paling dekat jika Islam dan komunisme akan berusaha kembali untuk "dipaksa" hidup berdampingan. Jika menurut saya pribadi, Islam dan komunisme dapat hidup berdampingan jika Islam tunduk kepada rezim komunis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun