Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Beranak

13 September 2023   02:58 Diperbarui: 13 September 2023   02:59 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratih termenung. Ini sudah kali keempat dia melahirkan dan anak yang dilahirkan perempuan lagi. Dan jarak antara hanya sekitar 2 tahun. Lelah. Ratih tak menyangka akan seperti ini. Ratih tak menyangka suaminya punya pikiran kolot tentang anak perempuan dan laki-laki. Dia menyesal sewaktu belum menikah dia tak pernah mebicarakan banyak hal tentang pandangan pernikahan. Dia anggap suaminya seperti dirinya. Awal memang dirinya masih bisa bekerja tapi setelah punya anak dan tak ada yang bantu akhirnya terpaksa Ratih berhenti kerja. Alasan mau ada pembantupun ditolak suaminya karena dia bilang ya istri tugasnya di dapur. Ratih masih bisa menerima walau berat. Setiap hari rasanya lelah yang dia hadapi. Mulai dari masak, beberes rumah dan ngurus anak. Bertambah lagi anak kedua, betapa Ratih kewalahan . Tubuhnya setiap hari remuk redam. Sampai suatu hari Ratih bilang cukup anaknya dua saja.

            "Kamu tuh gimana, sebagai istri ya kewajibanmu untuk melahirkan anak. Apalagi belum memiliki anak laki-laki."

            "Kalau gitu aku butuh pembantu yang membantu aku . Aku capai."

            "Capai? Aku saja yang bekerja gak pernah bilang capai."

            "Lagipula apa Kb , aku tanyakan dulu ke ustadku."  Ratih menatap suaminya. Ternyata pikirannya sepicik itu . Dia salah, kenapa dulu gak pernah membiacrakan tentang pernikahan. Saat dilamarpun dia mengangguk setuju hanya karena suaminya terlihat relegius.

Kini Ratih melahirkan anak dan kembali anak perempuan yang dia lahirkan. Rasa sakit dan terluka hatinya saat jahitan operasi belum kering Adik-adik iparnya dan bahkan mertuanya menghina dirinya karena belum bisa melahirkan anak laki-laki.

            "Kali belum bisa punya anak laki-laki itu gimana? Laki-laki itu bakal kuat dan bisa diandalkan. Tidak seperti perempuan." Dan begitu banyak hinaan dari adik-adik suaminya dan mertuanya. Lelah bagi Ratih 4 kali berturut-turu melahirkan dan dia kejakan sendiri, hanya hinaan yang dia dapatkan. Ingat saat hamil anak keempat dia belanja ke supermarket bertemu temannya dan mengatakan Ratih terlihat seperti orang sakit. Ratih memandang dirinya di depan cermin. Wajahnya pucat, kurus dan yang penting di dalam matanya tak ada kehidupan. Redup. Dia seperti terpenjarakan dalam rumah.

Ratih mulai stres . Baru mau urus anak yang satu anak yang lain minta perhatian. Sungguh lelah hati ini. Sampai suatu hari Ratih pingsan . Dan untungnya ada tetangga yang mendengar anak-anaknya menangis dan membawa Ratih ke rumah sakit. Penyakitnya hanya kecapaian.

            "Ya, ampun baru segini saja kamu sudah capai Ratih. Ibuku melahitkan anak 13 masih bisa kuat. Kamu  jangan manja." Ratih diam seribu bahasa. Hatinya terluka dan luka itu menoreh di hatinya terdalam .

Sepulang dari rumah Ratih jadi robot yang hanya bisa disuruh . Diam seribu bahasa. Suaminya mulai kesal dengan dirinya. Tapi Ratih diam saja. Apalagi dia mendengar mertuanya mau menjodohkan suaminya dengan anak temannya, hanya agar mendapatkan anak laki-laki. Luka lagi dalam dirinya. Sampai suatu saat , Ratih dengan dendamnya pergi dari rumah . Dia tak memikirkan anak-anaknya tapi dirinya. Biar anak-anak akan bisa diurus dengan istri barunya tapi dirinya harus pergi untuk menyelamatkan jiwanya. Jiwanya yang rapuh dan sakit. Ratih pergi dan memulai hidup barunya. Dia meninggalkan lukanya untuk menjadi wanita yang bisa diandalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun