Sudah hampir dua minggu ini suara sirine mengaung-ngaung lewat depan rumahnya. Emak Siti mulai terasa resah. Begitu banyak yang harus dibawa ke rumah sakit karena corona. Betapa menyebalkan corona itu. Sampai --sampai bunyi sirine itu membuat hidup emak Siti terganggu.Â
Suara sirine itu seperti berputar-putar di telinganya. Walau tak ada mobil ambulans tapi suara sirine itu seperti menempel di telinganya. Sungguh membuat emak Siti terganggu benar.Â
Hari-harinya terasa resah. Sebentar-bentar terdengar suara sirine. Kadang memang ada yang lewat, kadang tak lewat. Sungguh mental emak Siti mulai terpengaruh.
      "Kita harus pindah dari sini,"celetuk emak Siti pada suaminya.
      "Emang kenapa? Emang punya uang?" balik suaminya menjawab.
      "Tapi aku tertekan dengan suara sirine itu."
      "Coba sumpel telingamu dengan kapas atau headset." Emak mulai mencoba pakai headset setiap hari agar suara sirine tak terdengar . Hanya sesaat dia tak mendengar suara sirine. Tapi anehnya suara sirine mulai meraung-raung lagi di telinganya walau tak ada ambulans lewat. Emak Siti mulai stres.
      "Aku mau mengungsi sementara waktu ke rumah bi Sati,"tukas emak Siti.
      "Ya, sudahlah maumu saja."
Tapi ternyata teror sirine masih saja terdengar. Padahal  rumah bi Sati di perumahan yang tak dilewati ambulans. Tapi suara sirine itu selalu ada saja di telinga emak Siti.Â
Bi Sati lalu menyuruhnya mendengarkan lagu saja, agar suara sirinenya jadi tak terdengar lagi. Suara alunan musik terdengar lembut. Musik klasik indah terdengar di telinga. Katanya suara musik klasik bisa menenangkan hati. Emak Siti menikmati musiknya dan mulai menari-nari.Â