Kali ini aku merasakan bibirnya gemetar. Dan tiba-tiba saja bibirnya mengigit tepi gelas begitu kuat. Aku menahan sakit. dan aku melihat bibirnya terluka. Ah, biarlah kau gigit tepiku kalau itu membuatmu bisa melampiaskan rasa marahmu. Andai saja aku bisa peluk dirimu, akan aku peluk. Aku hanya sebuah gelas. Hanya bisa menatap sedih dirinya.Â
Setiap hari harus aku lihat dirinya terluka. Entah sampai kapan.Â
Luka,luka dan dia tak mau benar-benar pergi. Entah apa yang harus dipertahankan lagi. Dan tiba-tiba saja aku melihat airmatanya berwarna merah. Dia menangis dengan air mata darah. Terlalu banyak luka di hatinya. Air mata darah terus keluar tak henti-hentinya sampai dirinya entah sudah berada dimana. Diam membisu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H