Perkenalkan aku si Tameng. Aku seekor monyet. Dan aku bekerja untuk pak Oleh. Pak Oleh bekerja mempertunjukkan aku sebagai topeng monyet. Dan aku sudah banyak berkorban untuk pak Oleh.Â
Dari sejak aku diambil dari hutan , sampai aku dibuat jinak dan diajarkan berbagai macam ketrampilan untuk pertunjukan, aku benar-benar mengabdi pada pak Oleh. Hidupku tak sebebas dulu lagi.Â
Dulu memang aku bebas di hutan. Tapi semenjak banyak hutan yang digunduli, banyak makanan di hutan yang hilang. Banyak monyet-monyet mencari makanan ke rumah penduduk.Â
Beruntung kalau bisa kabur lagi, kalau gak, ya jadi bagian amarah orang. Digebukin sampai mati. Sekali lagi untungnya aku ditangkap pak Oleh. Pak Oelh sangat sayang dengan diruku. Dia selalu memberi aku makan tepat waktu. Pokoknya aku gak pernah kelaparan lagi. Makanya aku berusaha untuk menampilkan pertunjukan yang bagus agar pak Oleh senang.
Dulu pak Oleh selalu keliling kampung. Dan pak Oleh akan menampilkan pertunjukan di area yang banyak anaknya. Anak-anak begitu senang dengan pertunjukan diriku. Mereka tertawa senang melihat kepintaranku berjoged, naik sepeda. Dan anak-anak tak pernah takut dengan diriku. Mereka suka menyayangiku. Mereka suka mengelus kepalaku.Â
Memang aku jinak dan tak pernah nakal. Aku berharap anak-anak akan gembira dan ini bisa memberikan penghasilan yang besar bagi pak Oleh. Setiap pak Oleh mendapat uang banyak aku suka diberi bonus pisang yang banyak dan itu sudah membuat aku gembira. Pak Oleh gak pernah pelit dengan diriku. Aku bisa menopang hidup pak Oleh.
Tapi itu dulu. Sekarang mulai susah mencari penghasilan dari topeng monyet. Anak-anak lebih suka lihat televisi atau bermain game di ponselnya. Topeng monyet sudah tak menjadi daya tarik lagi. Akhirnya pak Oleh mempertunjukkan aku di perempatan lampu merah, saat mobil dan motor berhenti saat lampu merah menyala.Â
Sungguh ini pekerjaan yang bikin lelah hati. Tak ada yang menggubris, tak ada tawa anak-anak, dan hasilnya juga tak seberapa. Hanya panas terik yang ada. Aku kasihan dengan pak Oleh. Dirinya sudah tua, dan masih harus bekerja keras. Anak-anaknya pergi merantau dan tak pernah ada kabar beritanya. Kini tinggal aku dan pak Oleh menyapu jalan hari demi hari.
Hari demi hari aku lalui dengan pak Oleh. Kehidupan semakin sulit apalagi sekarang topeng monyet sudah dilarang.
"Bagaimana ini Tameng? kita harus makan apa?" aku melihat kesedihan pak Oleh. Kerut-kerut di wajahnya sudah begitu jelas terlihat. Tubuhnya sudah mulai melemah. Pak Oleh tak bisa bekerja lagi. Aku tak boleh tinggal diam, pak Oleh sudah memberikan aku hidup dengan makanan yang cukup. Kini saatnya aku membalas budinya. Dan setiap menjelang pagi aku harus diam-diam ke pasar dan mencuri pisang di sana.
"Dapat dari mana pisang ini, Tameng?" tanya pak Oleh. Aku hanya meloncat-loncat saja , memberitahu pak Oleh untuk tak kawatir. Tapi nasib memang lagi sial. Aku ketahuan mencuri pisang dan aku dipukul habis-habisan oleh pedagang pasar.Â
Aku berjalan gontai sampai ke rumah. Pak Oleh langsung merangkul diriku dan berusaha untuk mengobati luka-lukaku. Tapi aku sudah tak kuat lagi, tapi bagaimana nasib pak Oleh? Beberapa hari aku dipeluk terus oleh pak Oleh . Masing-masing dalam keadaan lapar. Dan entah bagaimana , aku dan pak Oleh tertidur lama sekali dan terbangun sudah ada di tempat yang indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H