Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vaksin

8 Januari 2021   02:20 Diperbarui: 8 Januari 2021   02:29 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : finance.detik.com

            "Sakit?" tanyaku lagi. Orang di sebelahaku menatapku heran.

            "Loh, mas ini gimana, ini kan antrian orang yang mau divkasin corona."  Tiba-tiba saja kepalaku berdenyut kencang, membuatku pusing seketika. Vaksin? Kenapa aku tak tahu kalau ini antrian buat vaksin. Kenapa aku datang, padahal aku tak mau divaksin. Masih ada10 orang lagi sampai giliran aku. Aku harus kabur dari sini, tapi aneh sekali setiap pintu keluar dijaga ketat oleh polisi. Aku memandang keluar. Orang-orang diperiksa tanda bukti kalau sudah divaksin. Mampus aku. Bagaimana caranya aku bisa keluar.

            "Mau kemana?"

            "Mau ke toilet,"tukas aku. Aku ke toilet dan mencari jalan agar aku bisa kabur dari sana. Tak ada celah dari toilet untuk kabur dari sini. Aku berjalan ke area belakang klinik dan aku melihat pintu kecil. Aku menyelinap dari pintu kecil itu. Syukurlah aku bisa keluar. Tapi saat aku mulai melangkah ke luar tak ada jalan lain harus melewati gerbang utama. Aku harus bisa memanjat tembok tinggi di seberang sana.

            "Hei, kamu mau kemana, sudah divaksin?" tanya petugas polisi. Aku langsung lari sekencang mungkin tapi polisi lebih cekatan. Aku ditangkap dan langsung dimasukan dalam ruang praktek dokter. Aku mulai meronta-ronta, tapi tangan polisi itu begitu kuat. Aku berteriak-teriak saat jarum suntik mendekatiku. Jarumnya sangat besar

            "Jangan bergerak, nanti jarumnya putus. Tenang,"tukas doktenya

Tapi aku tak bisa diam. Aku mulai berteriak sekencang mungkin.

            "Tolooooooong!" Jarumnya putus dan aku terbangun dengan tubuhku dibasahi keringat dingin. Aku hanya mimpi belaka. Untunglah .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun