Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Obat

4 Desember 2020   02:21 Diperbarui: 4 Desember 2020   02:29 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://steemit.com/

            "Tapi saya gak bisa datang malam."

            "Sore saja ,"tukas tukang obat itu. Ipah keluar dengan perasaan jengah. Mata tukang obat itu seperti mau menelan dirinya. Tertlihat nafsu lelakinya membara. Ada keraguan dalam hati Ipah, tapi dirinya harus sembuh.

            Berkali-kali Ipah keluar masuk lagi rumah. Keraguan yang ada dalam dirinya membuat sedikt ragu untuk datang ke sana. Tapi rasa perih dan sakit membuatnya melangkahkan kaki ke tenda tukang obat. Di lapangan sudah mulai sepi.  Ipah mulai masuk ke dalam tenda.

            "Ah, akhirnya kamu datang juga,"tukas tukang obat. Surbanya sudah dibuka. Dia hanya memakai sarung dan kaos .

            "Berbaringlah di sana."  Ipah berbaring di tempat tidur yang ada. Sepi. Ipah mulai berdebar jantungnya . Dia melihat tukang obat itu mengunci pintu tenda. Ipah mulai duduk kembali.

            "Berbaringlah."

            "Aku mau pulang saja, gak jadi berobat,"tukas Ipah sambil turun dari tempat tidur.

            "Mau kemana? Jangan munafik. Kamu kan memang suka melayani laki-laki." Tukang obat itu mulai meraba bagian tubuh Ipah. Ipah mulai berontak tapi tangan tukang obat itu lebih kuat.

            "Jangan berteriak, kalau tidak aku bunuh kau."  Ipah pulang dengan sesal di hatinya. Dia ingin sembuh malah dia masuk liang srigala yang lebih licik dari suaminya. Lalu untuk apa dia hidup. Untuk memenuhi hasrat pria hidung belang. Dirinya sudah pernah kabur dan gagal, lalu dia harus kemana?  Ipah tertidur setelah satu botol aspirin dia makan. Suaminya membangunkannya dengan keras.

            "Ipah, bangun. Ipah, bangun." Tetapi Ipah tetap membisu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun