Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menanti Senja

6 November 2020   02:22 Diperbarui: 6 November 2020   02:28 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pedomanbengkulu.com

Aku akan selalu menanti senja. Entah mengapa saat senja aku selalu bisa berimajinasi. Imajinasi kemana saja dimana harapan hidup aku masih ada. Dan itu membuat aku lebih sedikit merasa terhibur walau apa yang aku imajinasikan hanya khayal semata. 

Ada yang salah? Mungin ya mungkin juga tidak. Bagiku tidak. Biarlah pikiranku melayang jauh sekali dan berkhayal sesuatu yang aku harap. Biar hati ini sedikit terhibur dengan angan-angan yang tak nyata ini. 

Seperti kali ini aku duduk dari balik jendela kamar, tempat aku menghabisi sepanjang hari, bulan dan tahun. Hanya di sini di kamar yang tahu betul isi hatiku. Bayang-bayang kali ini, aku ada di tempat yang indah dengan taman bunga. Bunga yang bermekaran. Aku duduk di sana sendiri. Dan aku takjub karena hewan di sana semua pintar bicara bahasa manusia.

"Hai, mengapa kau sendirian dan sedang apa?"

"Ya, aku selalu sendiri. Aku selalu menunggu keajaiban datang."

"Kalau begitu bisa aku temani,"tukas kupu-kupu sambil mengelilingi tubuhku. Dan aku mulai bercerita tentang kisah hidupku. Begitu larut sehingga aku tersadar kalau hari sudah malam. Senja sudah lewat. Dan aku mulai brebaring tidur. Ingin masih di sana bersama kupu-kupu, tapi dunia nyata sudah kembali.

Semenjak aku diputuskan tak bisa memiliki anak, semua hancur. Mas Dika lebih memilih mencari wanita lain agar bisa memiliki anak.. Aku tak mau dimadu. Biarlah aku mundur dari cinta. Katanya cinta akan abadi. Ternyata cinta hanya sampai di sini. Sampai cinta tak ada lagi di hati mas Dika. 

Kalau memang dia cinta kenapa harus mencari wanita lain hanya karena ingin punya anak? Jadi cinta harus memiliki anak? Memang kalau aku tak bisa memiliki anak, aku langsung disalahkan. Aku juga tak mau, tapi semua ini takdir yang harus aku dapatkan. Kelainan dari rahimkulah yang tak bisa membuatku hamil. Entah mengapa aku menjadi skeptis. Mengurung diri di kamar. 

Ternyata cinta saja gak cukup. Semua berusaha menghiburku. Mengajak berpergian, tapi semua aku tolak. Aku lebih suka sendiri di kamar. Diam. Dan akan menanti senja dimana senja akan datang dan memberi harapan baru walau hanya khayalan. Khayalan yang selalu membuat aku bahagia. Karena cinta yang tulus yang tanpa pamrih. Mengharapkan materi, anak atau apapun. Hanya cinta.

Sepi tak membuat aku sedih, tapi sepi menjadi teman setiaku. Setiap hari hanya sepi dalam hidupku, tapi ini menjadi suatu kebiasaan yang membuat aku terbiasa dengan kesunyian. Dan di sinilah aku dengan sepiku. 

Aku tak perlu keluar untuk menghibur diri. Aku sudah terhibur denagn sepiku. Sampai aku merasa ada seorang pria yang selalu mengajakku untuk menanti senja di luar sana. Di tempat yang indah. Sungguh aku bahagia. Entah siapa yang mengirimku seorang pria yang mau membawaku unuk menanti senja.

"Mengapa kau baik padaku?" aku bertanya padanya.

"Aku ingin kau bisa melihat senja bukan dari balik jendela tapi di luar sini, lebih indah bukan?" aku mengangguk

"Tapi mengapa?" aku masih bertanya lagi, tapi pria itu memilih diam dan aku tak memaksanya untuk menjawab.

Setiap hari hari-hariku menjadi lebih gembira, karena kedatangan pria itu. Aku belum menanyakan siapa namanya. Tapi kebaikannya membuat aku menjadi lebih bahagia. Aku menikmai senja lebih bahagia dibanding hari-hari sebelumnya. Sampai suatu saat aku bahagia sekali dan aku mulai merasa tidur lama sekali. Dan aku tak pernah melihat senja dan pria itu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun