Nuri hanya bisa menangis. Entah sudah ke berapa kali dirinya melihat emaknya memarahi bapaknya yang sudah tak berdaya di kasurnya. Ayahnya tak bisa kemana-mana karena lumpuh akibat terjatuh dari bangunan saat dia bekerja. Nuri sedih melihat bapaknya hampir setiap hari harus kena marah emaknya.Â
Setiap hari Nurilah yang membantu bapaknya berganti pakaian, memberi makan dan segala urusan hidup ayahnya.seperti pagi ini, saat Nuri baru saja bangun, terdengar suara emak yang sedang memarahi ayahnya.
"Kamu tuh gak pernah bikin aku bahagia, sedari dulu hidupku susah terus. Sekarang kamu tak berguna lagi,"tukas emak . Nuri cepat menghampiri mereka. Nuri tahu ayahnya membasahi kasurnya denagn air kencingnya. Mungkin ayah gak tega membangunkan emak di malam hari.
"Sudah emak, gak usah marah. Biar Nuri saja yang membersihkannya." Nuri lalu membersihkan tubuh bapaknya dan menggantikan pakaiannya. Dan menggantikan perlak di bawahnya.
"Terimaksih nak,"lirih suara ayah.
"Gak apa-apa ayah, biar Nuri saja yang bantu ayah."
Kehidupan yang harus ditanggung pak Legi. Dirinya memang belum bisa membahagiakan Inah. Dulu saat pertama kali kenal, Legi pernah berjanji akan membahagiakan Inah.Â
Tapi semenjak dirinya kena PHK dan harus beralih menjadi kuli bangunan, hidupnya mulai berubah drastis. Pemasukan yang kurang. Apalagi Legi tak biasa menjadi kuli bangunan. Sering dirinya dimarahi mandor bangunan.
"Cepat kerjanya. Lambat sekali. Mau kerja gak?" Begitu seterusnya saat Legi sudah mulai melambat kerjanya. Pulang kerja tubuhnya begitu letih. Bukannya bisa istirahat tapi omelan Inah membuat dirinya tak bisa istirahat.Â
Bahkan malam hari Legi harus memikirkan lagi bagaiaman dia bisa mendapat kerjaan lagi. Di hari minggu saat libur, kakinya melangkah mencari pekerjaan, tapi sampai sorepun dia belum dapat.Â
Pulang tentunya omelan yang bakal dia dapat. Nuri akhirnya harus berhenti sekolah karena Legi gak sanggup lagi untuk membiayai sekolah Nuri. Dan Nuri selalu membantu ibunya berjualan gorengan di pasar.
Sampai kejadian siang itu Legi melamun sehingga kakinya tak menginjak lantai dan terjerembab jatuh . Â Dan dia dirumahkan tanpa ada biaya pengobatan bagi dirinya.Â
Katanya namanya tak ada dalam asuransi kecelakaan kerja. Sudah diurut ke tukang urut tapi tetap saja Legi tak bisa lagi bangun. Dirinya harus terbaring terus di kasurnya. Dia menjadi pesakitan dan setiap harinya ia harus mendengar omelan istrinya. Dan Nurilah yang akhirnya yang merawat dirinya.Â
Pagi hari setelah memberikan makan pada Legi, Nuri akan pergi sebentar menjajakan gorengan berkeliling kampung dan kembali pulang untuk mengurus ayahnya. Begitulah sekarang kehidupan Legi. Dirinya bergantung pada anaknya.Â
Dan benar kata Inah, dirinya memang tak mampu berbuat apa-apa, hanya benalu bagi istri dan anaknya. Â Memikirkan itu terus seharian di kamarnya. Legi merasa dirinya sudah tak berguna lagi. untuk apa dia harus hidup. Belum kata-kata istrinya yang membuat dirinya letih jiwanya. Dan benar-benar merasa dirinya sudah tak ada gunanya hidup. Saat dirinya sendiri,Â
Legi berusaha meraih baygon yang ada di pojok kamarnya. Legi merangkak sambil menahan sakit tulang belakangnya yang retak. Saat botol bisa ia raih, langsung ditenggaknya . Dan sekian detik kemudian hanya erangan yang terdengar dan akhirnya hening di kamar itu. Hanya ada jasad Legi dan tumpahan baygon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H