Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

No Comment

9 Oktober 2020   02:25 Diperbarui: 9 Oktober 2020   02:52 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama pandemi ini kadang hatiku dongkol. Habis banyak berita yang hadir di hadapanku , berita yang beraneka ragam. Dari mulai berita positif, negatif bahkan hoax. Kadang sedih lihta hoax dimana-mana saat pandemi masih ada. Saat penyakit ini menyebar luas. 

Dan perang online begitu bertaburan di media sosial. Ini juga membuat hati ini marah dan kesal sama banyak orang.Ada yang bilang corona ini konspirasi, ada yang menggampangkan karena corona itu gak ada, ada lagi yang menakut-nakuti. Tiap hari dibombardir tulisan-tulisan dan share yang bernada provokatif. 

Ahlipun membuat banyak jurnal ilimiah virus yang baru ini membuat banyak orang masih kebingungan. Bahkan para ahlipun berbeda satu sama lain. Ada yang sejalan dan ada yang tak sejalan. 

Himbauan juga begitu ada yang sama,a da yang berbeda. Semua ada di jagad dunia internet. Mumet? Tiap hari disodroi dengan data kematian. Bahkan cenderung ditonjolkan, padahal data kesembuhanpun meningkat drastis. Tingkat kematian menurun  Dan katanya malah jumlah jenazah meningkat. Bingung toh?

Dan terjadilah gelud online. Bahkan bukan berdebat apa yang benar atau salah dari jurnal ilmiah atau berita tapi malah menyerang pribadi. Akhirnya semua ini seperti gelud yang tak bereksudahan. Malah ada pengikutnya yang juga menambah panas . Lalu kita pososinya dimana? Dengan banyak dampak yang terjadi. 

Tapi perdebatan terus meningkat dari hari ke hari. Lalu aku ambil posisi dimana?  Bukannya kita harus bersatu padu untuk memerangi wabah ini tapi ego yang membuat masing-masing berjalan sendiri.  

Oposisi yang ingin negara ini hancur karena tak sependapat. Dan yang hanya bisa bicara dan bicara lagi tanpa habis-habisnya. Lalu aku posisinya dimana? Aku harus apa? Sedang di sekitar kita masih ada yang butuh bantuan kita. Di sekeliling kita masih ada anak-sekolah yang gak punya kuota. Ada yang kelaparan karena tak ada lagi pekerjaaan. Lalu masih sibuk dengan gelud onlinekah?

Kita tahu betaap banyak pengaruh pandemi ini dari segi kesehatan tentunya, ekonomi, pendidikan dan keberlangsungan suatu perusahaan, keberlangsungan karyawan. Begitu banyak hal yang saling behubungan satu sama lain. Semua kena dampak dan kita masih sibuk dengan gekud online? 

Kini aku sebagai rakyat jelata. Bukan pengikut orang-orang yang suka gelud. Kini aku lebih baik diam. Diam dengan hati sedih. Diam dengan rasa amarah. Ketika semua nyata. Masih banyak yang ribut gelud, masih banyak orang yang menakut-nakuti, menyepelekan . Lebih baik diam, kalau kita gak bisa berbaut apa-apa. NO Comentlah. Daripada nyinyiran kita tak relevan dengan yang ditulis, darpada komentar kita bikin sakit hati orang lain. Makanya diam saja. Jangan jadi pembuat masalah. Akhirnya akupun  hanya bisa tutup mulut.

Kalau sudah tutup mulut lalu gimana? Begitulah manusia diberi akal. Dengan akallah manusia bisa menyerap apa yang masuk ke dalam otaknya. Dari sinilah aku harus bisa menjadikan akal untuk menyikapi pandemi ini. 

Selalu menerima kajian ilmiah dan ambil positifnya. Ambil sisi posirif hilangkan hal yang negatif, karena akan buang-bunag waktu saja. Pikirkan hal yang psotif agar imun kita kuat. Jadi jangan pernah terpancing dengan gelud online. 

Aku memilih diam, dan memilih untuk banyak berbagi bersama orang-oarng yang membutuhkan.Melihat langsung bagaimana pandemi ini mematikan sendi-sendi ekonomi kelas bawah. Ulurkan tanganmu untuk orang-orang yang sedang kesusahan. Bantulah sebisa kita. Selain itu diamlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun