Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kotak Pandora

22 Maret 2019   03:13 Diperbarui: 22 Maret 2019   03:44 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita Asep saat ini ingin mencalonkan dirinya menjadi calon legislatif di DPRD Kabupaten Bandung. Asep tahu dia perlu usaha keras agar bisa menduduki jabatan yang bergengsi ini. Terbayang sudah harapannya kalau terwujud, tentunya banyak orang yang akan menghormatinya. 

Menyanjungnya dan tentunya uang akan mengalir deras ke kantungnya. Hanya uang yang dia harapkan. Asep sudah lelah dengan hidupnya. 

Sudah berusaha keras berdagang ,kerja kantoran tapi ternyata tak merubah hidupnya. Begini-begini saja, walau Asep tahu dia tak kekurangan apapun. Semua anaknya sekolah , punya rumah tapi Asep merasa kurang . 

Dan Asep pun mulai bergerilya, apa yang harus dia lakukan agar cita-citanya terwujud. Sampai suatu saat temannya menyuruhnya untuk mendatangi paranormal terkenal. Katanya paranormal itu bisa mewujudkan apa yang diharapkan Asep tapi tentu ada imbalannya. Asep tahu itu, tapi karena keinginan yang kuat dia mendatangi pak Guntur paranormal itu.

Asep duduk bersila di hadapan pak Guntur. Pak Guntur sedang menerawang duduk bersila dengan memejamkan matanya.
"Sudah yakin kamu mau ikut pemilihan calon legislatif?" tanya Pak Guntur.

"Iya , yakin sekali." Asep melap keringatnya yang mengalir dari dahinya. Udara di kamar ini begitu gelap dan pengap sehingga banyak keringat mengalir dari tubuh Asep.

"Kalau kau yakin, aku berikan kotak ini, tapi ingat jangan pernah kau buka sampai pemilihan nanti,"tukas pak Guntur sambil menyodorkan sebuah kotak. Kotak yang indah berukiran dengan warna merah terang disisinya dikelilingi warna emas. Asep memegang kotak tersebut dengan tangan yang gemetar.

 "Saya permisi pak." Asep mengundurkan diri.

"Ingat pesan saya,"tukas pak Guntur. Asep mengangguk sambil secepatnya dia keluar dari ruamh ini. Asep menghirup uadar segar kembali dan berjalan sambil melihat kotak yang ada dalam genggamannya. Semacam kotak Pandora, pikirnya.

Setiap hari Asep melihat kotak itu tergeletak di meja kerjanya. Dalam hatinya sungguh penasaran. Isinya apa, mengapa hanya boleh dibuka saat pemilihan nanti. Memang kalau dibuka sekarang, apa ada masalah? 

Tapi seingat Asep tak ada pak Guntur bilang kalau buka kotak akan begini atau begitu, hanya melarang saja. Diuelusnya kotak itu, dipandangi sekali lagi. Sungguh Asep begitu penasaran dengan isinya. Tapi sejauh ini Asep masih bisa menahan untuk tak melihatnya. 

Tapi apa daya ternyata popularitas Asep kurang baik dan sangat sedikit dukungan terhadap dirinya. Asep mulai kesal. Dirinya sudah membayar mahal paranormal itu tapi sampai saat ini sudah mendekati pemilihan , dukungan terhadap dirinya masih saja tak berubah sama sekali.Ada perasaan berkecamuk dalam dirinya. Rasa marah. 

Uang yang dikeluarkan tak sedikit tapi malah jauh dari harapannya. Asep melihat kotak itu sekali lagi. Kotak biasa berukir mirip ukiran Jepara. Terbuat dari kayu. Asep menimang-nimang. Dipegang tutupnya, antara ragu-ragu membukanya atau tidak. 

Apa sangsi kalau dia membuka toh tak diberitahu oleh pak Guntur. Lagipula harapannya menjadi caleg sudah pupus. Perlahan dibuka tutupnya. Tiba-tiba keluar ular besar dari kotak tersebut dan meliuk-liuk di hadapan Asep. 

Asep tak mampu berteriak hanya matanya saja yang melotot  dan mulutnya ternganga. Ular itu langsung menelan tubuh Asep. Sesudah itu kamar menjadi sepi kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun