Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cermin

15 Maret 2019   02:29 Diperbarui: 15 Maret 2019   02:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.pixabay.com

Lisa kembali melihat wajahnya di cermin. Tetap sama. Wajah yang mengerikan jelas terlihat dari cermin. Lisa terdiam. Andai saja cermin bisa mengubah dirinja jadi cantik, sungguh senang dirinya. Kamarnya menjadi tempat pelariannya semenjak dirinya memutuskan untuk mengeram diri di dalam kamarnya. Cukup sudah hinaan dan ejekan yang membuat hatinya perih. Sudah cukup, Lisa tak mampu bertahan lagi. Hanya di sini di kamarnya, dirinya merasa nyaman. Tak ada satupun yang berani mengejeknya.

Masih teringat sejak kecil Lisa sudah terbiasa dihina dan diejek. Sudah terbiasa tak punya teman hanya duduk di pojok halaman sekolah sendiri. Bahkan sampai SMApun dia tetap sendiri. Semua temannya bisa bergembira , bisa menikmati hidup hanya dirinyalah yang harus menutup mukanya kalau bertemu dengan orang. Bahkan ada yang menjerit saat melihat wajahnya. Wajahnya memang tak mulus, bagian pipinya turun bergelambir dan menarik sudut matanya ke bawah. Kata dokter harus dioperasi tapi biaya darimana untuk opearsi besar yang memakan biaya.

"Lihat itu ada hantu."

"Ih, mukanya serem."

"Takut lihat wajahmu."

Sampai satu titik Lisa tak sanggup lagi, dia tidak melanjutkan sekolahnya hanya mau mengeram diri di kamarnya. Ibunya sudah membujuknya tapi Lisa tetap malu dengan dirinya. Dia tak rela setiap hari harus menjadi bahan ejekan teman-temannya.

Kali ini Lisa berdiri lagi di depan cermin. Masih menakutkan, tak ada perubahan. Rasanya Lisa merasa dirinya sendiri, kesepian. Ingin dia bisa berbagi cerita tapi dengan siapa?

"Lisa, kemarilah." Lisa tertegun. Cermin itu berbicara. Perlahan Lisa mendekat.

"Kamu bicara?"tanya Lisa. Tapi yang Lisa lihat hanya dirinya. Bayangan dirinya.

"Ya, apa kamu tak capai dengan hidupmu. Sepanjang hdiupmua hanya ejekan saja terhadap dirimu."

"Iyalah, capai . Tapi mau apa lagi. Mungkin ini sudah nasibku. Takdirku ."

"Jangan pasrah begitu."

"Lalu aku harus bagaimana? Toh gak ada yang bisa mengubah wajahku,"teriak Lisa.

"Tenang, jangan marah dulu. Dengarkan pendapatku. Daripada kamu bersedih setiap saat dan gak bisa mengubah hidupmu, mengapa kau tak sudahi saja hidupmu."

"Maksudmu? Bunuh diri gitu." Lisa membelalakan matanya. Kengerian terlihat di wajahnya . Membayangkan dirinya bunuh diri saja dia sudah tak sanggup.

"Gak, aku tak sanggup." Tiba-tiba cermin ini menghitam dan terdapat lubang besar di tengahnya.

"Masuklah ke lubang itu. Kamu tak akan lagi pernah dengar ejekan orang lain. Hidupmu akan tenang." Cermin itu terus mengajak dirinya untuk memasuki lubang. Lisa takut. Gimana dengan ibunya , dia akan hidup sendirian.

"Ayolah, kamu tak akan sakit. Daripada hidupmu kesepian terus.Masuklah."

Begitu terus cermin memanggil-manggil Lisa untuk masuk lubang. Tiba-tiba ada pusaran angin yang mendorong tubuh Lisa. Lisa berusaha memegang meja rias tapi angin dari lubang itu begitu kuat menarik dirinya. Dan Lisa tertelan cermin. Kini ruang itu sepi. Tak ada orang.Lisa telah pergi . Pergi jauh ke alam kedamaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun