Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Cinta Monyet

2 Oktober 2015   09:17 Diperbarui: 2 Oktober 2015   09:38 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar di sini 

No 66 Hastira

        Sore itu aku kembali nongkrong di atas pohon depan rumahku. Sebelumnya aku mengendap-endap ke depan rumah karena nyak sudah mulai menyuruhku membantunya di dapur. Tapi naik di atas pohon dan melihat cowok pujaan lewat ,itu lebih mengasykan Ada debaran jantung saat melihat cowok itu. Namanya Sandy. Gak tahu kenapa, cowok itu dengan gaya yag cuek dengan penampilan anak muda dan celana jeans bututnya , membuat getar-getar tersendiri di hatiku. Aku tahu , aku gak pantas menyukainya karena cowok itu sudah bekerja sedangkan aku masih SMP. Duh, rasanya aneh ya, semua temanku naksir cowok yang seumuran sedangkan aku naksir cowok yang sudah matang.

            “Sore, masih di atas sana, gak bosen?”tanya Sandy. Tiba-tiba saja tubuhku gemetar, dan aku tak sanggup mengucapkan apapun padanya. Hanya anggukan kepalaku . Dan aku harus menyesal saat dia sudah berlalu dari tempatku nangkring . Begitulah setiap sore aku nongkrong di atas pohon hanya untuk bisa melihat cowok incaranku. Ah, ada rindu untuk bersua dan bercakap-cakap dengannya , tapi kapan itu bisa terwujud. Rasanya hanya akan menjadi mimpi yang tak mungkin terwujud.

            “Hoy, boleh gak aku naik ke sana?” tanya Sandy di suatu sore. Aku tentu saja tergagap-gapa saat itu. Sandy sudah naik dan duduk di hadapanku. Rasanya lidahku kelu tak mampu untuk berkata-kata. Memandangi Sandy dari dekat, membuatku hanya bisa melongo saja.

            “Ih , kenapa melongo saja,”tegurnya. Aku tersedak berkali-kali sehingga Sandy berusaha menenangkan aku .Dan itu membuatku tambah gugup lagi. Tapi berangsur-angsur suasana menjadi cair berkat kepiawaian Sandy . Duh, hatiku terasa berbunga-bunga , tapi teriakan nyak membuat aku kesal dan merutuk berkali-kali.

            “Rani, turun! Bantuin nyak , ini pesanan sembako harus dikirim,”teriak nyak. Duh, ini nyak ini gak tahu anaknya lagi senang malah disuruh-suruh.

            “Dah, tuh di panggil. Besok lagi saja ya ngobrol lagi.” Sandy juga ikut turun bersamaku. Aku cemberut, tapi ada sesuatu yang mendesak di dalam hatiku. Kalau aku tak mengatakannya , mana Sandy tahu kalau aku cinta banget sama dia. Bisa -bisa Sandy keburu naksir cewek lain. Tapi masa iya, cewek duluan yang nembak!!!! Ada perang batin yang bergemuruh di dadaku, tapi ada sesuatu yang mendorong di hatiku untuk mengatakannya.

            “San, aku cinta kamu,” tukasku spontan. Aku kaget dengan suaraku sendiri. Tak percaya aku mengatakannya begitu lepas. Aku malu dan segera turun dan berlari masuk ke rumah.Tak peduli Sandy akan memperhatikan aku, sungguh pipiku terasa menghangat

            Tapi esok dan seterusnya aku tak menemukan lagi Sandy lewat rumahku. Apa dia marah dengan pernyataanku???? Nolak????? Atau apa???? Duh, aku bingung. Rindu , lama tak berjumpa. Duh, lewat dong,Sandy, aku rindu nih

            “Tah, pasti kangen ya , sama cowok gebetan kamu?”tanya Ria.

            “Kalau kangen sih datang saja ke rumahnya , gampang,”tukas Disa.

            “Enak saja , kalian ngomong, malu tahu, gengsi .”

            “Makan tuh gengsi.” Ria dan Disa berlalu dari hadapanku.Aku melotot pada mereka yang seenaknya bicara seperti itu

            “:Mau kemana?” tanyaku.

            “Ah, gak mau ganggu yang lagi cinmon.”

            “Apa itu cinmon,”tukasku heran dengan istilah baru yang disebutkan Disa.

            “Cinmon itu cinta monyet, tahu,”kelakar Disa sambil tertawa ngakak dan tak berhenti-henti. Aku menghentakan kakiku keras –keras tanda kesal pada mereka. Sebelum aku sempat melempar bantal yang aku pegang, mereka sudah lari . Ah, sial!!!!.

            Dan cinmon aku harus berhenti sampai sini saja. Aku tak sengaja dengar pembicaraan nyak dengan bu Rohma . Bu Rohma cerita kalau Sandy anaknya bu Tatang diterima kerja di Singapur. Lututku terasa lemah, pantas saja Sandy sudah tak pernah terlihat lagi lewat . Duh, aku patah hati, padahal aku sudah nembak dia. Perih dan hati terasa tertusuk duri, penuh luka. Baru pertama kali merasakan getar-getar cinta harus merasakan rasanya orang patah hati???? Kini aku hanya mampu melihat pohon di depan rumahku sebagai tempat dimana cinta pertamaku pernah tumbuh, menyatakan cintaku dan sekaligus merasakan rasanya patah hati.

Dan untuk menghilangkan kenangan buruk, aku tak pernah lagi memanjat pohon. Nyak sampai terheran-heran melihat perubahan tingkahku. Pohon itu memberikan kenangan indah sekaligus pahit tentang cinta pertamaku, cinmon, Cinta Monyet!!!! Ah, yang penting aku sudah berani mengatakan cinta padanya. Benar gak????

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di grub FB Fiksiana Community

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun