Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Senandung Cinta

18 Mei 2015   03:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar dari sini

Sore itu aku berdiri tepat di antara dua pohon beringin yang terdapat di alun-alun selatan kota Jogjakarta. Berdiri diantara dua pohon mengingatkanku pada seseorang yang masih tersimpan rapih di sudut hatiku. Dia yang masih selalu tersimpan di sudut hatiku, sulit aku lepaskan , dia selalu ada dalam relung hatiku yang terdalam, mengisinya dengan bayang-bayang, harapan apakah di akan kembali lagi untukku????. Sore itu cukup ramai orang-orang menghabiskan sore dengan jalan-jalan atau duduk di alun-alaun sambil menikmati sore yang cerah. Anak-anak berlarian ke sana kemari, sedang pedagang banyak berjualan di sekeliling alun-alun menambah semarak sore itu.

“Bruk!!!!!” aku terjatuh saat seseorang menubruk tubuhku keras. Aku kaget dan terpana sejenak sebelum aku tersadar aku sudah terjatuh dengan posisi terlentang. Aku mencoba berdiri tapi kepalaku terasa pening.

“Maaf,” tegur pria yang kemudian membantuku berdiri. Aku menatap tak percaya saat aku melihat pria yang berdiri di hadapanku.

“Linggar?” tanyaku yang ternyata membuat pria itu bingung dan menatapku dengan pandangan curiga dan sambil menunjuk dirinya dengan telunjuknya.

“Linggar? Aku Ryan,” dia mengulurkan tangan padaku. Aku sedikit tersipu dan malu , ternyata dia bukan Linggarku. Aku masih memandang Ryan dengan pandangan setengah tak percaya, apa memang di dunia ini ada orang yang bisa begitu mirip satu sama lainnya.

“Ada yang aneh dariku?” tanyanya kemudian. Aku menggeleng keras .

“Gak, gak kok, hanya kamu mirip sekali dengan temanku,”ujarkuRyan berpamitan dan melenggang menjauhiku. Aku masih menatap tak percaya. Linggar, nama itu masih saja membuat hatiku berdebar jika mengingatnya. Jantungku masih terasa berdebar jauh lebih cepat dari seorang pelari sekalipun, ternyata hatiku masih berharap akan bertemu lagi di sini dengan Linggar , pria yang masih kusimpan di sudut hatiku. Semburat jingga mulai menampak, matahari sudah mulai menyembunyikan di belahan bumi yang lain tapi aku masih betah berdiri di antara dua pohon ini, karena ini semua mengingatkanku pada Linggar. Linggar yang sulit aku lupakan, Linggar yang masih memenuhi ruang hatiku. Aku belum mau mengisi relung hatiku dengan pria lain, karena aku percaya, Linggar akan menepati janjinyauntuk kembali padaku di sini di alun-alun kota Jogjakarta.

Linggar pria pertama yang bisa membuatku bertekuk lutut, pesonanya mampu membuatku tergila-gila padanya. Linggar pula yang mampu mengubah diriku menjadi lebih feminin. Mama begitu gembira saat aku memperkenlakan Lingar padanya, dia selalu mengkhawatirkan diriku yang terlalu tomboy sehingga akan sulit untuk mendapatkan pria , tapi itu salah semua. Linggar mampu menaklukan hatiku yang sekeras baja dan sekaligus mampu melembutkan hatiku.

“Memang cinta bisa mengubah segalanya ya, Zahra?”tanya Riska sahabatku agak menyindirku. Aku agak kesal padanya kalau dia sudah mulai mengejekku karena menurutnya aku termakan dengan omonganku sendiri.Memang sih dulu aku selalu mengatakan aku tak mungkin bisa jatuh cinta sampai aku mengubah penampilanku karena aku begitu nyaman dengan cara berpakaian dan prilaku rock and roll yang kumiliki. Tapi entah mengapa setelah mengenal Linggar yang waktu itu datang menjadi klienku, aku sudah tertarik pada pandangan pertama. Cinta memang susah ditebak dari pertemuan demi pertemuan menumbuhkan bibit-bibit cinta yang tumbuh subur. Sejuta cinta yang membuat detak jantjng selalu berdenyut lebih cepat membuat hari-hariku berubah dan bahkan aku mulai menyukai mengunakan rok ke kantor. Entah mengapa aku selalu ingin tampak cantik di hadapan Linggar.

“Asatga , gak salah lihat nih,”tulas Riska sahabatku di kantor setelah melihatku mengunakan rok ke kantor. Dan hampir semua temanku melirikku dan tersenyumseolah aku ini makhluk planet .

“Emangnya ada yang aneh pakaianku?” aku memperhatikan bajuku tak ada yang aneh pada penampilanku. Riska menganggukkan kepalanya cepat dan sempat kulihat senyuman yang tampak mengejek diriku. Aku mendelik padanya kesal.

“Gak sih ,aneh saja, gak biasanya. Ini karena Linggar kan?” Aku terdiam dan berlalu dari hadapan Riska , saat aku berbalik lagi aku masih melihat senyum Riska. Aku berbalik lagi sedikit kesal.

Sampai suatu hari Linggar berpamitan padaku untuk bekerja di Singapur , aku begitu tekejut dengan keputusannya untuk merantau jauh dari kota Jogja. Sedikit merajuk aku menyuruh untuk tetap bertahan di sini, tapi semua itu tak membuatnya mengurungkanniatnnya untuk merantau.

“Jangan pergi Linggar, aku takut kehilangan dirimu,” keluhku merajuk

“Zahra, aku akan tetap mencintaimu dari jauh, aku pergi juga untuk masa depan kita . Tunggulah aku , aku pasti akan kembali. Tunggu aku di sini, di alun-alun di pohon ini kita bertemu lagi. Dua tahun lagi di tanggal 10 November ,” tukasnya. Saat itu aku dan Linggar ada di alun-alan diantara dua pohon beringin. Dan saat itu senja juga sudah hampir tenggelam dimakan malam , sedikit gelap aku mengangguk walau berat untuk melepaskannya pergi. Bayang-bayang itu pergi meninggalkanku, entah mengapa aku menangisi kepergiannya seperti aku tak akan berjumpa lagi dengannya. Air mataku mengalir saat aku tatap punggungnya pergi menjauh dariku. Linggar tak membalikan tubuhnya pergi menjauh dariku. Beberapa kali aku harus menghapus air mataku, dan masih terpaku di antara dua pohon beringin. Aku mengacuhkan beberapa pandangan mata yang memandangku karena tangisku sedikit keras terdengar.

“Jangan pergi Linggar,” tukasku pelan dan hilang terbawa angin yang mulai menghembus agak kencang. Alun-alun mulai sepi, gelap mulai tempak dan aku masih di sini dengan sejuta tangis untukmu, Linggar.

Duat tahun berlalu ,kau tak datang, bahkan sekarang di tahun ke lima aku kembali lagi ke sini untuk menunggumu, kau juga tak memunculkan batang hidungmu. Lima tahun aku menunggumu, Linggar, masihkah ada sepotong cinta untukku???? Malam sudah tiba, hari mulai menggelap aku masih menunggunya di sini, aku masih berharap Lingga datang kali ini.

“Sudah malam Zahra, pulang,” tegur Riska sahabatku yang setia menemaniku.

“Pulanglah dulu Ris, aku di sini dulu, aku akan baik-baik saja kok. Kamu pulang dulu, kasihan kandungamu,” tukasku.

“Kamu gak apa-apa kan ?” tanyanya lagi menatapku untuk melihat kalau aku baik-baik saja. Aku sangat terharu , Riska sahabatku yang selalu setia menemaniku untuk menunggu Linggar di sini setiap tahunnya.

“Pulanglah, gak bagus untuk kandunganmu,”tegurku. Riska berlalu dari hadapanku. Aku duduk di bawah pohon sambil terus mencari siapa tahu Linggar akan datang kemari. Sedikit sunyi , hanya terdengar gemerisik dedaunan yang tertiup angin.Tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku, aku terlonjak kaget. Aku berbalik dan aku terbelalak kaget saat pria yang sama yang menubrukku tadi sudah berdiri lagi di hadapanku.

“Maaf, aku mengganggumu lagi,” tukasnya sambil mencari tempat untuk duduk, aku duduk di sampingnya. Aku sedikit penasaran , mengapa pria yang katanya bernama Ryan ini kembali lagi kemari.

“Kamu pasti lagi menunggu Linggar ya. Sebetulnya aku tadi sudah mau bicara banyak dengamu tapi aku masih belum yakin kalau kamu itu Zahra,” tukasnya. Aku menjadi bingung mendapatkan Ryan datang kemari untuk menemuiku.

“Tenang, aku akan menceritakan semuanya,” tukas Ryan yang tahu aku begitu kebingungan. Ternyata Ryan adalah saudara kembar Linggar. Memang Linggar sengaja menjauhiku karena dia tak mau aku sedih karena Linggar mengidap kanker paru-paru yang kronis. Sebetulnya dia ke Singapur bukan untuk bekerja tapi untuk berobat. Dia tak mau membuatku khawatir dengan penyakitnya.

“Dan sekarang dimana Linggar, kenapa hampir lima tahun dia tak datang untukku?” tanyaku, entah mengapa perasaanku mulai tak enak, air mata mulai mengumpul di pelupuk mataku siap untuk turun . Ryan tertunduk lesu sebelum dia menyampaikan sebuah kalimat yang membuatku tak bisa lagi membendung air mataku.

“Dia sudah meninggal karena kankernya tepat dua tahun dia pergi. Dia tak bisa datang karena dia sudah tiada. Kemudian aku menemukan diary yang dia tulis, semua dia tuliskankan tetang cintanya padamu, Zahra dan aku menemukan catatan dia akan bertemu denganmu di sini dua tahun setelah dia pergi,”tukasnya perlahan. Aku tak mampu menguasai diriku, aku terguncang , dadaku sesak, air mataku tak lagi bisa kubendung, aku menangis keras-keras, rasa sakit di hatiku hilang tergantikan rasa penyesalan, mengapa akutak ada di sampingnya saat terakhirnya dalam hidupnya. Andai saja Linggar tak merahasiakannya, pasti aku dapat mendampinginya.

“Dia tak mau melihatmu sedih , itu saja. Maaf karena aku baru saja membaca diarynya, makanya baru hari ini aku datang kemari ,”tukas Ryan kembali.

“Gak apa-apa, terimakasih kau masih mau datang untuk memberitahuku,” tukasku. Aku berdiri dan meninggalkannya dalam selimut duka yang panjang. Selamat jalan Linggar, kenangan bersamamu akan kusimpan selalu dalam sudut hatiku. Tak akan pernah aku lepaskan. Malam semakin larut, aku masih berjalan sendirian meninggalkanalun-alun, tanpa sepatah kata hanya senandung cinta bersama tangisan yang akan menemaniku malam-malam selanjutnya.....Aku merindukanmu, Linggar!!!!!

Kini aku datang kembali ke kota Jogjakarta, banyak kenangan yang tak pernah bisa hilang dari hatiku. Cinta yang masih tersimpan di sudut hatiku. Begitu banyak kenangan manis di setiap sudut kota Jogjakarta. Aku masih bisa mengingatnya, masih. Kenangan akan cintamu tak akan pernah aku lupakan dan aku akan tetap datang kembali ke sini , ke kota Jogjakarta!!!!

14318961451939126851
14318961451939126851


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun