"Tuan dan nyonya jangan khawatir. Aku akan membujuk anak itu. Sekarang kalian sebaiknya pulang dan istirahah. Besok malam datang lagi untuk menjemputnya." Tn Lectern dan Ny. Lectern pun menyetujuinya dan pergi pulang.
"Jaan! Buka pintunya!" Teriak Ny. Marge dari luar kamar. Jaan pun membukakan pintu kamar. Dengan cepat tangan kasar milik Ny. Marge itu mencengkram leher Jaan, hingga Jaan kesulitan bernapas. "Kalau kau tidak mau ikut bersama pasangan tadi, ini yang akan terjadi pada adik kesayanganmu. Nyawanya tergantung pilihanmu. Jika kau ingin dia tetap hidup, kemasilah barang-barang kau sekarang. Kau akan pergi malam besok." Ny. Marge melepaskan cengkramannya lalu pergi dari sana. Jaan terduduk di lantai. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Jaan kembali masuk dan mengunci pintu kamar.
Keesokan malamnya. Jaan sedang menemani Jean tidur. "Jean. Jean nanti bangun sendiri, ya? Soalnya abang besok pergi sekolahnya subuh, ada acara. Trus pulang sekolah besok, kamu cuci piring sendiri ,ya. Hati-hati, jangan sampai pecah lagi. Inget ya." Jaan memeluk Jean. Jean hanya mengangguk tanpa merasakan keanehan apapun. Setelah beberapa menit, Jean pun tertidur lelap. Jaan melepaskan pelukannya secara perlahan lalu keluar kamar dengan diam-diam.
Tn. Lectern dan Ny. Lectern yang sudah menunggu di ruang tamu panti asuhan tampak tersenyum bahagia melihat kedatangan Jaan. Tanpa berlama-lama mereka langsung berangkat dari panti. Sementara Jean yang sendiri di kamar terbangun karena kehilangan sang abang. Ia pun keluar untuk mencari Jaan. Jean langsung berlari kencang saat mobil Tn. Lectern akan berangkat dari sana.
Ia melihat Jaan yang sedang menangis duduk di dalam mobil itu. "Abang!" Ia memanggil abangnya dan berlari kea rah mobil itu. Sayangnya, ia tidak mungkin lagi bisa mengejarnya. Mobil Tn. Lectern sudah melaju dengan kencang. Jean menangis menatap mobil itu yang mulai menghilang dari pandangannya. Ny. Marge membiarkan Jean diluar sendiri dan pergi ke kamarnya.
Ini merupakan keputusan yang sangat berat bagi Jaan. Tapi ini demi nyawa adiknya. Dia hanya diam selama perjalanan. Tn. Lectern dan Ny. Lectern sebenarnya merasa bersalah memisahkan kedua saudara itu. Namun yang mereka akan berusaha membahagiakan Jaan sebisa mereka.
Jaan diberika fasilitas mewah, dia dipindahkan ke sekolah lain yang sama bagusnya dengan Academy Decelist, tapi sekolah ini lebih mewah. Semua keinginannya pasti akan dituruti. Tn. Lectern adalah seorang pengusaha kaya. Semua kebutuhan Jaan adalah hal kecil baginya. Namun mereka sebenarnya hanya ingin punya seorang anak laki-laki yang akan menjadi pewaris mereka. Tapi lama kelamaan Jaan bukan hanya dianggap sebagai pewaris, tapi sudah seperti anak kandung.
 Jaan tidak bisa berbohong bahwa ia memang bahagia bersama orang tua barunya. Tapi bagaimanapun bahagianya dia sekarang, ia tidak akan pernah melupakan adiknya. Ia berharap adiknya sekarang ada bersama mereka dan tertawa bahagia. Ia selalu menyajak orang tuanya untuk melihat Jean di panti. Tapi apa daya, mereka berdua selalu sibuk.
10 tahun kemudian.
Seorang mahasiswa laki-laki berusia 24 tahun sedang duduk sendiri disebuah taman. Ia sedang menatap sebuah foto. Foto seorang anak laki-laki dengan anak perempuan yang tak lain merupakan foto dirinya bersama adiknya. Mahasiswa itu adalah Jaan yang sudah tumbuh dari anak 14 tahun yang hidup dalam kegelapan dan penyiksaan. "Jean, bagaimana kabarmu sekarang?" Ucapnya sambil menatap langit malam yang penuh bintang. "Apakah adikku masih hidup?" Pertanyaan itu menghantui Jaan sejak perpisahan mereka malam itu.
Sudah 1 jam dia duduk sendiri di Taman Kota Decelist. Akhirnya ia berdiri dari duduknya dan berjalan menuju cafe favoritnya untuk makan malam. Dalam perjalanannya ia melihat seorang gadis berseragam SMA Decelist sedang membantu seorang wanita tua membersihkan toko rotinya. "Gadis itu mirip dengan Jean. Aku yakin sekarang Jean pasti sudah setinggi itu. Dia pasti mengenakan seragam SMA seperti gadis itu. Apa aku bertanya saja pada gadis itu tentang Jean?" Jaan berjalan mendekati toko itu. "Jaan! Lo mau ke caf kan? Bareng yuk bro!" Tiba-tiba, sahabat dekatnya muncul membuat Jaan mengurungkan niatnya dan melanjutkan perjalanannya ke caf.
Sementara itu kehidupan Jean dipanti tidak ada bedanya dari dulu hingga kini.
Mungkin kini ia lebih tidak dianggap. Bahkan ia disuruh mencari uang sendiri untuk sehari-hari. Ia bekerja di sebuah toko roti ditengah kota. Toko roti itu milik seorang wanita lansia, bernama Nek Selen. Nek Selen sangat baik pada Jean. Sehingga Jean nyaman bekerja disana. Setelah pulang sekolah ia langsung ke toko roti dan pulang jam 11 malam. Semenjak itu Jean dapat tersenyum setiap harinya. Setidaknya dengan ini dia lebih sedikit waktu dipanti, walau sepulang bekerja dia tetap harus menyuci piring dan baju penghuni panti.