Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jegal Menjegal Capres dalam Formasi Koalisi Partai Politik

7 November 2022   11:35 Diperbarui: 7 November 2022   11:39 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita tidak akan tahu wajah politikus yang sesungguhnya karena kemana-mana mereka selalu memakai topeng."

Esensi dari pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia dalam pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) adalah pemenuhan sarana mewujudkan kedaulatan rakyat.

Sehingga diharapkan dapat melahirkan transisi kekuasaan dengan cara yang bermartabat dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.

Banyak kalangan menyebut bahwa geliat para elit politik negeri ini terlalu cepat untuk meramu dan memunculkan capres ataupun cawapres melalui formasi koalisi menuju pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Sebenarnya pergerakan para elit partai politik (Parpol) masih normal dan wajar saja, karena perhitungan waktu tempuh untuk menata dan menemukan koalisi, sosialisasi dan lainnya sampai Hari "H" Pilpres itu memang butuh waktu dua tahun.

Begitupun pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur butuh satu tahun dan Pilkada Bupati dan Wali Kota butuh waktu tempuh sosialisasi sampai Hari "H" enam bulan, idealnya. 

PDI-P besutan Megawati Soekarnoputeri sekaligus Ketua Umum dan pemegang Hak Prerogatif dalam menentukan Capres PDI-P,  tentu tidak bisa dijadikan ukuran untuk tidak bermanuver mencari dan menyusun strategi dalam menemukan partner koalisi dan calon kandidat presiden dan wakil presiden. 

Karena PDI-P memenuhi syarat ambang batas atau presidential threshold 20 persen yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), jadi pantaslah kalau Megawati mengatakan bahwa tidak usah keburu, itu internal mereka dan tentu beda dengan partai lain. 

Pergerakan para elit parpol menuju Pilpres 2024 sudah bisa kelihatan siapa-siapa saja parpol yang bakal berkoalisi dan begitupun capres sudah bisa terdeteksi.

Nampak ada tarik-menarik parpol sekaligus strategi menjegal lawan. Hal ini juga sebuah bukti kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi. Karena sangat aneh bila mencalonkan kandidat bukan dari kadernya. 

Masih baik kalau kandidat capres-cawapres itu datang dari non partai, tapi sebaliknya sangatlah buruk bila kandidat dari kader partai lain. Ini sama saja menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. 

Selain PDI-P sudah mendapat tiket Pilpres tanpa koalisi, ada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), berisi Golkar, PPP, dan PAN. Disusul poros Gerindra dan PKB dengan nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Ada juga poros NasDem, Demokrat, dan PKS di Koalisi Perubahan.

Coba kita hitung kekuatan empat kubu tersebut di DPR,  PDI-P 22,26 persen, bakal koalisi Gerindra dan PKB 23,84 persen, KIB 25,73 persen dan bakal koalisi NasDem, PKS, Demokrat 28,35 persen.

Begitupun Capres 2024 juga sudah bisa diprediksi antara lain, ada Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Airlangga. Kelihatan sudah tidak bergeser dari lima kandidat itu yang dikondisikan.

Dari lima kandidat tersebut, tentu akan mengerucut mengikuti arah koalisi. Bila PDI-P berkoalisi maka bisa dipastikan pasangan calon (Paslon) akan berkurang. Paling banyak tiga Paslon yaitu, PDI-P, Gerindra dan NasDem, bisa terjadi dua Paslon antara Kubu Prabowo versus Anies Baswedan.

Anies Baswedan di NasDem sebenarnya masih sangat rawan, bisa saja Anies tidak dapat tiket menuju Pilpres 2024. Kalau toh dapat tiket, bisa dengan terpaksa berpasangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Ketum Partai Demokrat.

Begitu juga yang terjadi pada Ganjar Pranowo, karena kalau Ganjar ditolak oleh PDI-P, juga tidak semudah langsung bisa duduk pada posisi capres di KIB. jadi pada prinsipnya, Anies dan Ganjar masih kondisi rawan. 

Kelihatan posisi paling aman untuk capres adalah Prabowo Subianto dan Puan Maharani, baik secara terpisah maupun sekiranya ingin berkoalisi PDI-P dan Gerindra. 

Puan Maharani paling aman menjadi cawapres dan bisa gagal bila paksa menjadi capres, selain susah dapat cawapres yang mumpuni. Karena bisa diprediksi bahwa kalau Megawati paksa Puan sebagai capres maka terjadi pecah kader dan suara pemilu tergerus.  

Keruwetan koalisi dan kandidasi ini sebenarnya lebih disebabkan posisi Ganjar yang didorong oleh Jokowi itu belum aman. Terjadi serba salah melangkah oleh Jokowi, dengan adanya Puan ingin masuk menjadi capres. Nah itulah sehingga masih seperti bola liar kandidasi ini. 

Jokowi juga tidak bisa bebas untuk menguasai dan mengendalikan KIB untuk perahu Ganjar Pranowo, menerobos Golkar juga susah yang jauh berbeda dengan PPP dan PAN, mungkin mudah dikendalikan Jokowi.  

Begitu juga yang terjadi pada NasDem, capres Anies sudah standby, tapi masalah di cawapres. Ini sangat rawan, karena PKS juga ngotot dorong Ahmad Heryawan. Sementara AHY pun demikian, semua ambisius tanpa menghitung diri sendiri.

Sementara posisi cawapres dalam Pilpres 2024 ini sangat menentukan keterpilihan paslon di masyarakat, maka koalisi harus pertimbangkan untuk memilih dan menentukan cawapres yang mumpuni bila ingin memenangkan kontestasi pilpres.  

Sebagaimana kondisi tersebut, posisi Anies dan Ganjar bisa habis atau dihabisi,  bila Prabowo dan Megawati bisa mainkan kekalutan tersebut, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama. 

Begitu juga sebaliknya, Jokowi bisa porak-porandakan PDI-P dan NasDem demi manuver dalam mendorong Ganjar, karena ini diduga ada kekuatan oligarki yang menginginkan Ganjar. 

Kalau Prabowo dan Megawati piawai dan memang niat menangkis oligarki, bisa pula menculik atau mengobrak-abrik rencana koalisi Parpol di NasDem dan KIB untuk mengugurkan tiket Anies dan Ganjar. Kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Bagaimana pendapat Anda?

Jakarta, 7 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun