Padang (30/10) Menyambung artikel sebelumya di "Pengacara Cabut Gugatan Ijazah Jokowi, Contoh Buruk Penegakan Hukum di Indonesia".
Penulis sayangkan Presiden Jokowi tidak memanfaatkan momentum untuk menyelesaikan secara hukum atas isu dugaan ijazah palsu. Biar menjadi pembelajaran pada penggugat dan masyarakat.
Pengertian secara umum bahwa kenapa ada hak gugat balik (rekonvensi) yang diberikan kepada tergugat, agar penggugat konvensi lebih berhati-hati sebelum mengajukan gugatan, alias jangan sembrono.
Karena menggugat seseorang atau sebuah lembaga bisa berbahaya atau senjata makan tuan bila tidak benar-benar bisa dibuktikan secara hukum apa yang menjadi materi gugatan si penggugat konvensi.
Isu Dugaan Ijazah Palsu Belum Selesai
Sebut misalnya kasus dugaan ijazah palsu Jokowi yang telah digugat secara resmi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang selanjutnya dicabut oleh kuasa hukum penggugat sebagaimana alasan yang telah dikemukakan, bahwa sukit melanjutkan sidang karena penggugat ditangkap polisi.
Juga penggugat saat ini lagi ditangkap sekitar sepuluh hari sesudah memasukkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam kasus yang lain oleh polri dan sementara dalam tahanan.Â
Ini juga terkesan kurang elok dan bisa diduga terjadi penggunaan tangan aparat hukum untuk menghambat persidangan dugaan ijazah palsu Jokowi.Â
Padahal walau penggugat dalam tahanan tetap saja bisa dilanjutkan persidangan, dan tidak masuk diakal kalau pengacara penggugat susah menemuinya di tahanan. Tapi ya itulah potret besar hukum di Indonesia yang sangat labil.
Ahirnya pula Kuasa Hukum mencabut gugatannya. Pengacara juga kami duga tidak profesional, tidak menempatkan diri sebagai penegak hukum, hanya berpikir untuk kepentingan kliennya.