Hak prerogatif diartikan sebagai kekuasaan atau hak yang dimiliki oleh Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum (Ketum) PDI-P yang bersifat istimewa, mandiri dan mutlak yang diberikan oleh kader dalam lingkup kekuasaan di PDI-P, untuk memilih dan menetapkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari PDI-P.
Lanjutan dari artikel sebelumnya di "Megawati Maju Kena 'Galau' Mundur Kena, Efek Negatif Hak Prerogatif". Coba kita analisa sedikit maksud adanya hak prerogatif Ketum PDI-P dalam memilih capres.
Kenapa Ganjar menyatakan diri siap menjadi Capres, karena dibelenggu oleh PDI-P sendiri. Itu bukti berontaknya kader potensi yang tidak suka membeo, karena tidak adanya demokrasi di PDI-P.Â
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, jika ada kader PDIP menyatakan dukungan pada capres-cawapres tertentu sebelum diputuskan, maka itu melanggar disiplin partai.
Siapapun kader PDI-P yang mendukung Ganjar, akan diurus oleh Dewan Kehormatan PDI-P, karena dianggap melanggar aturan partai, itu akibat Hak Prerogatif Megawati.
Tapi pertanyaanya, beranikah Megawati memecat Ganjar (serba salah tentunya) setelah menyatakan siap menjadi Capres 2024? Itu sama saja Ganjar menggugat hak prerogatif Megawati, Ketum PDI-P. Baca Ganjar Menggugat, Hak Prerogatif Megawati?
Apapun alasan bahwa adanya Hak Prerogatif yang dimiliki Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketum PDI-P untuk memilih capres-cawapres itu berasal dari kesepakatan anggota PDIP, rakyat atau publik tidak percaya.
Betullah bahwa "Hak Prerogatif" itu hasil rekomendasi Rakernas II Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan (PDI-P), di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6).Â
Tapi sangat jelas bahwa Hak Prerogatif Megawati itu hanya untuk mengamankan perjalanan Puan dan sekaligus strategi menghambat Ganjar menuju kandidasi melaui PDI-P.
Rakernas II PDI-P menegaskan bahwa penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung oleh PDI-P pada Pemilu 2024 berdasarkan keputusan Kongres V partai, AD/ART partai, dan tradisi demokrasi partai adalah hak prerogatif Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Penulis sempat menyaksikan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah membacakan rekomendasi akhir Rakernas PDI-P, dimana salah satu poin yang dibacakan oleh Ganjar adalah perihal Hak Prerogatif Megawati.
Nampak Ganjar seperti dikerjai oleh panpel Rakernas, atau rekannya sendiri untuk diminta bacakan poin atas adanya Hak Prerogatif itu. Dimana jelas poin tersebut dibuat untuk menggajal Ganjar maju sebagai capres dari PDI-P.
Entah Ganjar paham dirinya diolok-olok rekan sendiri, pasti paham. Namun yang tega adalah Megawati yang meloloskan Ganjar dikerjai di Rakernas II PDI-P tersebut.
Jelas keputusan itu telah melalui setting oleh orang-orang dekat Megawati atau yang pasti dibantu oleh elit-elit yang dekat dengannya, sebagai strategi menggiring Puan menjadi Capres tanpa harus melalui mekanisme persetujuan partai lagi.
Jadi secara tidak langsung menutup pintu orang lain menjadi capres melalui PDI-P selain Puan. Analisa ini didasari adanya perintah Megawati kepada Puan untuk menemui parpol-parpol lain dan juga diminta blusukan ke daerah untuk menemui kader PDI-P.
Terlalu sederhana cara-cara atau stratregi para founder dan elit-elit partai dewasa ini, semakin tidak profesional saja dimasa milenial ini.Â
Seharusnya lebih modern dan berwibawa tentunya dalam berstrategi, agar tidak melabrak terlalu kasar apa itu demokrasi dan etika politik, mereka sesungguhnya mengotori politik yang suci.
Kalau publik atau masyarakat wajib pilih memahami strategi PDI-P mengawal Puan, sangat dipastikan, rakyat akan berpaling dari PDI-P ke parpol lainnya.
Jadi nampak PDI-P sudah tidak pro Wong Cilik lagi, tapi pro pada internal keluarga atau yang dekat-dekat saja pada Ketum PDI-P alias berdarah biru. Apakah juga karena pengaruh oligarki selama kurang dua periode bersama Presiden Jokowi?
Yes Hak Prerogatif tersebut bisa saja secara dejure tidak melanggar AD/ART, tapi secara depakto itu akan terkesan memasung demokrasi di rumah demokrasinya yang bernama PDI-P.
Paling merusak suasana pencapresan di PDI-P, adanya Hak Prerogatif Megawati ini, untuk menentukan capres dan cawapres. Makanya Ganjar sepertinya kehilangan induk.
Sebuah strategi politik yang sangat kaku dalam menentukan bakal capres atau cawapres. Terbaca untuk memuluskan langkah Puan menuju capres.
Hak Prerogatif ini pertanda Megawati masih meragukan loyalitas kadernya sendiri. Ada keraguan kader nantinya memilih selain Puan, Ganjar.
Jadi demi mengamankan keputusannya, terlebih dahulu mengeluarkan sebuah keputusan melalui Rakernas, biar terkesan ada musyawarah atau bukan karena ada rekayasa strategi.
Strategi yang dilakukan oleh Megawati yang tentu didukung oleh elit PDI-P yang dekat dengan Megawati, sangat keliru dan terkesan konvensional. Sangat kasar dan ambisius untuk mendorong Puan menjadi capres dari PDI-P.
Seharusnya melalui strategi "setting" penjaringan, jadi tetap kelihatan ada terjadi demokrasi. Pada penjaringan itulah tempatnya bergerilya menjual Puan.
Juga dengan pola penjaringan, tetap memberi ruang kader lain dan khususnya Ganjar untuk berjuang di penjaringan agar bisa terpilih. Jadi tidak terlalu kasar mematikan langkah Ganjar, dengan strategi kasar melalui hak prerogatif.
Karena kalau pola "Hak Prerogatif" ini yang dijalankan oleh PDI-P, sama saja menutup kesempatan kadernya bersuara dan terlebih tertutup ruang karir yang lebih baik secara profesional untuk berkompetisi di internal.
Kecuali dengan cara pendekatan ekstra dengan Ketum PDI-P, tapi percuma juga karena jelas "darah biru" atau "keluarga" dekat Ketum Megawati yang tentunya akan dipilih, yang lain minggir dulu, bila bukan darah biru.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 20 Oktober 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI