Baca juga:Â KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah
Karena dapat diduga dalam pembangkangan ini bisa saja ada terjadi gratifikasi atau suap-menyuap. Sadarkah Anda para elit Kemenko Marves dan KLHK, bahwa sesungguhnya Anda semua itu mengamputasi EPR dan UUPS. Ini sangat jahat selaku pejabat yang harus menegakkan sebuah aturan, tapi lalai yang disengaja.
Baca juga:Â Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR
Celakanya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen (Permen LHK P.75/2019), untuk aplikasi Pasal 15 UUPS.
Dalam berbagai informasi, baik dari KLHK maupun LSM yang mendukung Permen LHK P.75/2019, menganggap peraturan ini merupakan turunan dari UUPS seperti dimandatkan dalam pasal 15, (baca di Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, Solusi Jitu Pengurangan Sampah Produsen?). Padahal melabrak regulasi diatasnya.
Baca juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Jadi semua pernyataan KLHK, LSM dan lainnya terhadap peta jalan produsen itu keliru, karena Permen LHK No. P.75 Tahun 2019, justru melabrak UUPS Pasal 16, yang seharusnya turunan dari UUPS itu harus berbentuk peraturan pemerintah (itulah mandat UUPS yang harus dijalankan), guna menjalankan Pasal 15 UUPS.
Jadi Permen LHK No. P.75 Tahun 2019 wajib tidak diikuti oleh perusahaan dan harus dicabut demi hukum, artinya sama saja peta jalan itu merupakan pedoman yang buta. Tidak bisa jadi petunjuk, dan memang seharusnya KLHK membuat sistem pelaksanaan EPR bersama lintas stakeholder. KLHK ini terlalu berani melabrak norma hukum.
Buta karena tidak punya pedoman atau petunjuk untuk melaksanakan Pasal 15 UUPS. Maka sama saja bahwa Permen LHK No. P. 75 Tahun 2019 itu mengamputasi UUPS untuk tidak menjalankan kebijakan EPR dengan baik dan bertanggungjawab.
Baca juga:Â Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia