"Mustahil Indonesia keluar dari darurat sampah, bila pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) tidak disiplin menjalankan regulasi persampahan yang ada, karena yang terjadi hanya bancakan korupsi saja" Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Jakarta.
Melanjutkan artikel sebelumnya di Kompasiana.Com dengan judul "Indonesia Patuh dan Bisa Bersih Sampah, Asal?" Coba kita bandingkan bagaimana hasil intip sampah penulis di Korea Selatan (Korsel) beberapa waktu lalu.
Beberapa kali penulis melakukan survey pengelolaan sampah di Korsel dengan substansi; sistem tata kelola, pertanian organik basis sampah, kebijakan kantong plastik, pengelolaan TPA Sundakwon Sanitary Landfill 8 Tingkat.
Pengelolaan sampah di Korsel yang berhasil penulis dapatkan dalam beberapa titik pemgelolaan, termasuk bagaimana Koperasi Tani NACF Korsel memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk organik.
Koperasi Tani National Agricultural Cooperative Federation (NACF) Korsel merupakan koperasi nomor tiga di Asia setelah China dan Jepang. NACF termasuk fokus mengelola sampah rumah tangga untuk kebutuhan pertanian organik.
Di Korsel semua sampah organik di kelola di sumber timbulannya dan tidak ada dibuang ke TPS atau TPA, umumnya mereka buat kompos untuk menunjang pertanian organik.
Pupuk kompos dari sampah inilah yang menjadi penopang pertanian organik disana, sehingga Korsel menjadi Negara Pertanian Organik terbesar di Asia.
Jadi tidak heran di Korsel terdapat investasi besar kosmetik dari Eropa, karena basis utama daripada kosmetik kelas wahid dunia adalah bahan bakunya berasal dari tanaman atau buah organik.