"Politik bukanlah perebutan kekuasaan bagi partainya masing-masing, bukan persaingan untuk menonjolkan ideologinya sendiri-sendiri tetapi politik untuk menyelamatkan dan menyelesaikan revolusi Indonesia." Bung Karno.
Mungkin satu-satunya partai politik (Parpol) di Indonesia atau bahkan di dunia yang Ketua Umumnya mendapat hak prerogatif menentukan Calon Presiden (Capres), adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan atau PDI-P.
Sebuah hak penuh oleh Megawati, Ketua Umum PDI-P dalam menentukan siapa calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang akan diusung oleh PDI-P. Sungguh luar biasa yang bisa mematikan elektabilitas kader potensi.
Megawati sebagai Founder sekaligus sebagai Ketua Umum (Ketum) PDI-P benar-benar memiliki kuasa mutlak di PDI-P, hak prerogatif. Ya itu hasil keputusan bersama, tapi jelas sebuah keputusan taktis yang disetting, untuk kepentingan Puan.
Baca juga:Â Kode Keras Megawati dalam Estafet Ketua Umum PDIP
Megawati ciptakan model atau strategi "hak prerogatif" itu sesungguhnya memberi tanda atau kesan negatif, artinya ada feodalisme di PDI-P besutan Presiden RI ke-5 itu.
Sebenarnya strategi "hak prerogatif" yang dibuat oleh Megawati ini merupakan cara atau strategi untuk mengawal Putri Mahkota Puan Maharani menuju istana negara alias presiden. Jelas ini tujuan utama Putri Bung Karno itu, susah dipungkiri.
Seandainya Puan Maharani sudah jadi begawan politik, tidak perlu Megawati buat strategi "hak prerogatif" karena steategi itu sebenarnya merusak alam demokrasi dan stres juga dipergunakan bila berkoalisi dengan Parpol lainnya.
Baca juga:Â Parpol Sombong? Perebutan Putri Mahkota Puan Maharani
Peluang dan Ancaman
Sesungguhnya strategi PDI-P dibawah kendali Megawati ini merupakan sebuah peluang dan sekaligus ancaman besar bagi demokrasi di tubuh PDI-P sendiri. Kalaupun konstituen PDI-P tahu efek negatif daripada hak prerogatif itu, niscaya PDI-P akan ditinggalkan wong ciliknya.
Pertanyaan: Memangnya PDI-P selama dua periode mendampingi Presiden Jokowi, apakah masih pro wong cilik? Jangan sampai sudah pro-oligarki. Itu dugaan penulis membaca perjalanan PDI-P bersama Presiden Jokowi.
Peluangnya adalah dengan mudah bisa menggolkan keinginan Megawati sebagai Founder PDI-P atau siapapun yang diinginkan olehnya. Namun jelas secara subyektif pastilah mengunggulkan putra/puterinya sebelum jatuh ditangan orang lain. Karena memang itu tujuan untuk Puan.
Sementara ancamannya banyak sekali, antara lain bila keluarga Megawati yang diunggulkan tapi tidak memenuhi kriteria untuk diadu di publik, Pilpres 2024. Ini menjadi buruk dan akan menjatuhkan PDI-P sendiri.
Baca juga:Â Puan Maharani Capres, PDIP Potensi Kalah Pilpres 2024
Ancaman lainnya, bisa saja disebut pengkaderan di PDI-P nihil dengan adanya Hak Prerogatif itu, semua kadernya pasti berpikir bahwa darah biru yang pasti diberi prioritas. Jadi buat apa kader memberi saran lagi pada Megawati, buat apa ada kader punya elektabilitas tinggi.
Banyaknya kader PDI-P yang mumpuni, itu bawaan mereka sendiri. Bukan mereka dapat ilmu politik itu di PDI-P, yang bikin repot di PDI-P sama dengan di Partai Demokrat. Yaitu semacam partai milik keluarga alias partai tertutup.
Nah sudah terbukti sekarang ini, Puan Maharani yang ingin diunggulkan Megawati, tapi realitanya Ganjar Pranowo sebagai kader paling potensi dimajukan sebagai Capres dibanding Puan. Tapi Ganjar kemungkinan besar dibuang, walau elektabilitas Ganjar cukup tinggi.
Baca juga:Â Prabowo-Puan Pasangan Paling Berpeluang di Pilpres 2024
Senyatanya Ganjar akan diabaikan oleh Megawati dengan melihat kondisi dan ambisi Puan ingin memanfaatkan hak prerogatif yang dimiliki ibu kandungnya yang juga sebagai Ketua Umum PDI-P.
Ancaman yang paling sederhana adalah Puan bisa saja "manja" atau terlena dengan adanya opportunity yang besar dimilikinya sebagai putri mahkota atau kader berdarah biru yang punya hak veto memilih Capres-Cawapres dari PDI-P.
Baca juga: Elitabilitas Tolak Elektabilitas Pilpres 2024, Beranikah PDI-P Melewati Batas?
Manjanya kenapa? Ya walau Puan tidak memiliki elektabilitas tinggi dengan mudahnya bisa diusung oleh Megawati, itulah elitabilitas berkuasa di tubuh PDI-P. Disini juga akan menciutkan nyali kader potensi lainnya yang ada di PDI-P untuk maju berkreasi. Ujungnya partai stag dan kepercayaan rakyat akan luntur dan sirna.
Satu bukti juga, baru sekarang Megawati perintahkan Puan untuk blusukan ketemu para ketua umum parpol dan juga blusukan ke daerah-daerah, jelas ketahuan maksudnya agar terekam survey elektabilitas.Â
Itu percuma, sudah terlambat dan malah terkesan Puan merengek alias mengemis cari pasangan. Juga elektabilitas Puan sudah tidak bisa terangkat sebagai Capres karena sudah ditelan oleh elitabilitas. Kalau Cawapres, Puan masih bisa saja masuk rumus dan itu yang ideal untuk Puan dan JANGAN PAKSA DIRIMU SIS.
Baca juga:Â Kenapa Megawati Ragu Jagokan Puan Maharani sebagai Bacapres 2024?
Mereka para kader PDI-P, seperti hanya pajangan saja. Karena begitu berkuasanya Megawati di PDI-P, sangat kentara eksistensi kader PDI-P sebagai pelengkap penderita saja, paling jauh hanya dijadikan jembatan untuk mendapat posisi jabatan di pemerintahan dan parlemen.
Sekiranya Ganjar benar-benar tidak dicalonkan oleh PDI-P, ini akan menjadi preseden buruk di PDI-P dan antar kader di PDI-P akan terjadi resistensi yang dahsyat serta masyarakat pada umumnya, dan wong cilik akan semakin jauh dan antipati pada PDI-P.
Baca juga:Â Inilah Dilematis Jokowi Vs Megawati Menuju Pilpres 2024
Jokowi Hanya Sasaran Antara
PDI-P mendukung Presiden Jokowi pada dua periode karena Megawati tidak miliki kader untuk dimajukan sebagai presiden, sementara waktu itu baru masuk pengkaderan politik pada Puan yang fokus dan serius.
Sehingga Puan ditempatkan sebagai menteri koordinator yang tidak terlalu teknis pekerjaannya, lalu sekarang sebagai Ketua DPR RI. Itu semua merupakan strategi pengawalan karir politik Puan menuju presiden. Artinya mudah dijual bila sudah menduduki beberapa posisi jabatan.
Jadi Presiden Jokowi sesungguhnya hanya dijadikan kader "antara" saja sambil menunggu matangnya ilmu dan karir politik Puan. Sekaligus mengawal SDM dan karir politik Puan Maharani menuju istana atau next presiden.
Baca juga:Â Mengulik Kontradiktif Keinginan PDI-P dan NasDem di Pilpres 2024
Itulah juga sehingga Megawati masih keukeh sebagai Ketum PDI-P dengan harapan mununggu "jadinya dan matangnya" Puan dulu sebagai politikus kawakan nan cerdas, setidaknya menjadi presiden lalu dengan mudah tongkat estapet Ketum PDI-P diserahkan pada Puan. Sungguh dahsyat rencana dan strategi Megawati.
Karena kalau Megawati lepaskan ketum kemarin dan/atau sekarang, lantas Puan belum jago politik maka pasti resistensi di internal PDI-P bila Megawati paksa Puan sebagai Ketua Umum PDI-P, karena masih banyak kader PDI-P yang lebih potensi dan jago daripada Puan. Puan unggul karena anak mama.
Megawati masih ragu juga majukan Puan untuk pegang PDI-P, sama ragunya mendorong Puan untuk posisi Capres, makanya kelihatan Megawati lambat untuk menyebut dengan terang benderang bahwa Puan yang dijagokan dan bukan Ganjar. Nampak Megawati malu-malu, ketawa tersipu bila disinggung siapa Capres unggulan Ibu Megawati?
Baca juga:Â Oligarki Vs People: Jokowi dan Megawati di Simpang Jalan
Puan Cicoknya Cawapres
Padahal Puan sebenarnya paling pas posisinya saat ini ditempatkan sebagai Cawapres di 2024, bukan Capres. Kalau mau enak Puan duduk sebagai Cawapres, ya pasangan Prabowo.Â
Seharusnya strategi ini dipakai Megawati dan jangan paksa diri. Mungkin kalau formasi Prabowo-Puan, Jokowi dan Megawati terhindar pecah kongsi.
Atau bila Megawati berani gambling, PDI-P pasangkan Ganjar-Puan tanpa koalisi. Ini sebenarnya yang harus dipikirkan Megawati, bukan memaksa Puan Capres dan membuang Ganjar.
Ini sangat tidak etis, bila Megawati nafikkan Ganjar. Buang Ganjar, sama saja akan pecah kongsi dengan Presiden Jokowi. Ini harus dipikirkan Megawati, jangan paksa kehendaknya. Gagal juga nanti, Puan belumlah bisa didorong sebagai Capres. Ujungnya kader PDI-P pasti pecah, seiring didepaknya Ganjar.
Baca juga:Â Genderang "Perang" Jokowi Vs Megawati Ditabuh Melalui Musra Relawan Projo
Kalau Megawati melawan takdir ini, hancur PDI-P. Makanya Megawati rethink atau kembali berpikir atau restrategi dan seharusnya Puan jadikan Cawapres dulu, baru di 2029-2034 majukan Puan sebagai Capres.
Jadi kalkulasinya begini, di periode 2024-2029, Puan menjadi Cawapres dulu. Lalu menjadi Ketum PDIP, nah selanjutnya menuju Istana.
Kalau kalkulasi ini tidak menjadi dasar perhatian Megawati, dan tetap paksakan ambisinya untuk majukan Puan sebagai Capres di 2024, maka besar kemungkinan Puan gagal menjadi presiden, sekaligus PDI-P akan hancur lebur ditelan ambisius.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 30 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H