Menurut Prof. Dr. Ahmad M Ramli di Kompas.Com bahwa UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) negeri kita berstandar global, setara dengan negara lain, termasuk negara maju dalam hal perlindungan dan kedaulatan data.
Setelah menunggu lama atas Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan itu sejak 2019. Akhirnya UU PDP disetujui dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (20/9/2022).
Bisa jadi akibat ributnya kemarin Hacker Bjorka, karena momentumnya pada waktu yang sama.
Legislasi ini tidak lahir serta merta karena hingar-bingar itu. Presiden Joko Widodo telah mengirimkan naskah RUU PDP ke DPR sejak dua tahun lalu, kemudian dibahas penuh dinamika melalui enam kali perpanjangan masa sidang.
UU PDP dipercaya sangat penting dan strategis untuk mengawal dan memacu transformasi Indonesia memasuki Industri 5.0 (big data). Saat ini data sudah menjelma sebagai the new oil di era transformasi digital yang begitu masif.
UU PDP untuk melindungi masyarakat dan negara dari segala gangguan peretasan, penyalahgunaan, pelanggaran dan kejahatan berbasis data pribadi baik yang dilakukan dari dalam maupun luar negeri.
Perlu diperhatikan apa yang dilarang oleh UU ini? Secara garis besar larangan diatur dalam pasal 65 dan 66 UU PDP yang mencakup:
Pertama, larangan memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Kedua, larangan mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Ketiga, larangan menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
Keempat, larangan membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Contoh hal yang terkait data pribadi palsu paling sederhana adalah, saat seseorang secara tanpa hak meng-capture foto dan nama orang lain, dan menjadikannya sebagai display picture WA serta menggunakannya untuk menipu.
Untuk kasus ini, maka Aparat Penegak Hukum (APH) tidak perlu menunggu sampai adanya akibat kerugian yang dialami korban, karena tindakan membuat data pribadi palsu itu saja, sudah dikualifikasikan sebagai delik pidana.
Seperti dimuat dalam pertimbangannya, UU ini berfungsi untuk menjamin hak warga negara atas perlindungan diri pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya perlindungan data pribadi.
UU PDP ini diharapkan menjadi payung hukum yang kuat bagi tata kelola dan perlindungan data personal warga negara dan para penyelenggara pemerintahan.
Perlindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang merupakan bagian dari perlindungan diri pribadi.Â
Perlindungan diri pribadi ini tercantum dalam Pasal 28G UUD 1945. Perlindungan diri pribadi atau privasi ini bersifat universal, dalam arti diakui banyak negara.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 27 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H