"Benarkah semua kemasan makanan dan minuman mengandung Racun? Ya benar, ada dari plastik, kertas, alumunium, kaleng dan lainnya. Namun pengaruhnya pada produk isinya tersebut hilang karena ada sebuah rekayasa pada kemasan. Tapi sejauh mana bisa bertahan tanpa migrasi ke pangan? Itu yang harus diwaspadai."
Baca di Kemasan plastik mengandung BisPhenol A atau BPA berbahaya bagi bayi dan ibu hamil.
Informasi dari salah seorang sahabat penulis, Pak Karyanto Wibowo, Sustainability Director Danone yang juga Chair of PRAISE dan Chair of the Supervisory Board IPRO Sustainability, sementara berada di Paris, kepada penulis mengatakan, "bahwa hampir semua kemasan plastik berpotensi migrasi dalam kondisi tertentu. Seperti yang Daeng sampaikan PS-Foam" demikian Karyanto dalam japrinya yang penulis coba konfirmasi sebelum posting artikel ini, Sabtu (24/9).
Penulis angkat judul artikel ini, "Kemasan Produk Pangan Semua Mengandung Racun, Waspada Isinya?!", disebabkan adanya diskusi yang mempermasalahkan adanya BisPhenol A (BPA) pada galon guna ulang (untuk air minum mineral).
Setelah penulis posting artikel dengan judul "Setop Kampanye Bahaya Bisphenol A, Itu Hoaks! Galon Isi Ulang Aman, Simak Apa Kata Ahli?" dan "Setop Polemik: Aman BisPhenol-A Galon Air Minum Kemasan"
Juga penulis harapkan agar kita semua bisa sadar bahwa tidak semua racun yang berbahaya bagi manusia bila perlakukan dengan bijaksana.Â
Racun akan jinak bila ikuti tata cara menjinakkannya dan sekaligus akan bermanfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
Begitu juga plastik, jangan dibenci atau diperangi demi menghindari sampah. Tapi kelola sampah itu sesuai norma yang telah digariskan dalam UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Zat racun bukan tanpa tujuan atas kehadirannya oleh Tuhan Ymk, semua berfungsi bagi kelangsungan hidup kehidupan manusia. Hanya saja perlu dikelola dengan baik. Sesuai azas manfaatnya bagi semua kehidupan.
Zat racun senyatanya bila berdiri sendiri pasti merusak manusia atau lingkungan, tapi bila diakali dengan sebuah rekayasa teknologi, akan menjadi penolong manusia itu sendiri.
Sehingga produknya menjadi bukan racun lagi, dan ikut jinak karena terjadi sebuah rekayasa teknologi pada kondisi tertentu, itulah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Begitu pula produk non racun, bisa jadi menjadi racun atau menjelma jadi racun benaran bila tidak diakali atau tidak disikapi dengan baik dan bijak. Bisa menjadi unsur perusak yang dahsyat pada manusia dan lingkungannya.
Sama juga seluruh kemasan makanan dan minuman (pangan) yang punya merek itu pasti mengandung racun pada kemasannya. Namun belum pasti bermigrasi pada isi produknya, dalam Peraturan BPOM belum ada ketentuan pencantuman migrasi tersebut, kepada semua produk berkemasan.
Kenapa harus merekayasa sebuah kemasan? Ya karena untuk menjaga isi produk tersebut sampai dimanfaatkan oleh pengguna atau konsumennya.
Bilamana berdiri sendiri, masuk kategori racun. Setelah dimix bahan lain untuk dijadikan sebuah produk (Baca: kemasan) dengan batasan toleransinya masing-masing bahan baku yang dimix dalam proses produksinya, maka racun itu akan tenggelam artinya tidak berdampak negatif (migrasi) bagi kesehatan dan lingkungan.
Karena rekayasa teknologi atau perlakuan dengan baik, maka racun bisa terpakai tapi tidak berdampak pada isi dari kemasan itu, karena mengikuti norma aturan atau akal sesuai toleransinya. Maka isi daripada kemasan yang mengandung racun, menjadi aman di konsumsi.Â
Racunnya akan istirahat, dan jangan dipancing hidup. Misalnya, pembuatan galon guna ulang, ada bahannya mengandung BisPhenol-A (BPA), bila galon itu disentuh dengan air panas 100 derajat celcius, maka unsur racun BisPhenol-A akan hidup dan migrasi ke air mineral.
Butuh Lembaga Sifatnya Independen
Maka dengan fenomena tersebut, unsur kelembagaan yang independen dari pemerintah perlu hadir.
Dalam tugas pengawasan ini, pemerintah memiliki lembaga untuk mengurus masalah tersebut, yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Kedepan BPOM perlu memberi label bebas migrasi racun, seperti bebas logam berat, bebas cemaran kimia, bebas cemaran mikroba dan masih banyak lagi unsur yang bisa migrasi ke produk, yang perlu diwaspadai.
BPOM dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, harus dilengkapi laboratorium yang baik dan handal, agar bisa mendeteksi kemasan produk dalam kondisi prima lalu mengeluarkan kebijakan yang komprehensif.
Jangan menerbitkan sebuah kebijakan yang sekiranya mudah menjadi pemicu persaingan antar produk yang sama dengan  perusahaan yang berbeda.
Maka posisi BPOM sebagai lembaga pemerintah, harus bersikap independen atau netral antar perusahaan. Karena bila berpihak, maka akan menciptakan resistensi atau komplik horizontal. Akan merugikan banyak pihak akibat efek domino yang ditimbulkannya.
Sebagai lembaga negara yang merekomendasi untuk memastikan bahwa kemasan itu tidak beracun bila ikuti aturan dan normamya, menjadi tupoksi BPOM yang harus bekerja secara komprehensif.
Namun bukan hanya sekedar merekomendasi, tapi perlu terus diawasi, karena produk yang berkemasan itu dinamis. Artinya setiap produk barang, produksi selalu berulang produksinya.
Termasuk isi dari kemasan, bisa saks asal atau sumber sudah mengandung racun dan bisa pula atas pengaruh kemasan. Maka sangat dibutuhkan sebuah sistem pengawasan melekat yang melibatkan berbagai pihak.
Maka, kita harus hadapi sebuah masalah dengan menganalisanya berdasar beberapa sudut pandang. Tidak hanya satu sudut pandang saja, komprehensif.
Jangan parsial, satu sudut pandang saja. Karena akan subyektifitas dalam menarik sebuah kesimpulan atau kebijakan bila hanya satu sisi menjadi pedomannya.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 26 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H