Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Butuh Kompas Sinkronisasi Visi Misi Presiden dan Kepala Daerah, Apa Kabar MPR?

16 September 2022   13:11 Diperbarui: 16 September 2022   13:13 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Hexaanjaya

Setelah beberapa kali mengalami perubahan sistem pemilihan kepala daerah, mulai sistem penunjukan (1945) dan pengangkatan oleh pusat (1960), sistem perwakilan ditentukan presiden (1974), lalu perwakilan murni tanpa intervensi pusat (1999).

Selajutnya tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sejak berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau bisa disingkat sebagai Pilkada.

Indonesia butuh kompas atau patron sinkronisasi Visi Misi Presiden dan Kepala Daerah, seperti GBHN masa Soeharto. Dan kenapa seh bangsa ini alergi terima/ambil yang bagus dari zaman orla dan orba?! Belajarlah dari pengalaman diri dan orang lain.

Bangsa ini memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mulai tahun 1969 hingga 1997. Ketika era reformasi, produk dari Ketetapan MPR itu dihilangkan atau tak diperlukan lagi.

Sebelum pilkada serentak, seluruh program kerja kepala daerah masih punya patron GBHN sebagai visi misi berbangsa dan bernegara, jadi ada kesamaan secara persepsi dan program  pembangunan berbasis nasional.

Tanpa adanya GBHN lagi sejak Pilpres, dengan visi misi presiden tidak lagi tercermin pada visi misi Pilkada, maka visi misi para kepala daerah bukan lagi mengikuti secara nasional tapi berganti dengan visi misi perorangan atau personal.

Era reformasi, pembangunan yang berjalan hanya berdasar pada visi dan misi presiden dan kepala daerah. Ahirnya arah pembangunan yang terjadi stag atau mengakibatkan program tersebut tidak berkesinambungan.

Di sinilah perlu semacam GBHN yang bisa menjadi pedoman untuk semua, dan dibuat oleh MPR RI. Biar anggota MPR juga punya produk, minimal sekali dalam 5 tahun. Jadi ada monitoring dan evaluasi secara makro oleh MPR.

Itu pula menjadi salah satu tugas dari sekian banyak tugas anggota DPR RI bila melakukan pengawasannya ataupun reses ke daerah pemilihan masing-masing. Termasuk dalam sinkronisasi legislasi dan penganggaran, jadi tidak buta karena ada pedoman.

Pasca reformasi, visi misi Presiden dan Wakil Presiden berjalan sendiri tanpa ada kesamaan persepsi dan tujuan yang (mengikuti) daripada visi misi perseorangan kepala daerah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun