Kasus Polisi tembak Polisi yang menjadi "Top News" bulan terahir ini, sebagai hadiah HUT RI 77, seperti sudah bukan menjadi kendali media mainstream secara khusus lagi, tapi sudah milik atau dikendalikan oleh publik melalui medsos.
Sudah saatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menko Polhukam Mahfud MD dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk melibatkan penyidik non Polri, Interpol, Matra TNI dan Penyidik Sipil.
Seharusnya pihak Polri menjadikan kasus yang melibatkan "jenderal polisi atau sebutlah skandal duren tiga" ini sebagai landasan pacu untuk berbuat maksimal menyelesaikan dengan baik tanpa cacat dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum.
Artinya Polri harus lebih super presisi, jangan mau salah ke dua kalinya atas kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir "J", di Jl. Duren Tiga No. 46, Pancoran Jakarta Selatan, Jumat (8/7) dengan melibatkan puluhan oknum Polri, dengan tersangka utama Irjen "FS" sebagai "bos" Brigadir "J".
Kalau Polri, khususnya Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan juga Presiden Jokowi seakan membiarkan kasus duren tiga ini berputar-putar dan membuat terus publik bertanya- tanya, atau dengan tidak melibatkan penyidik independen itu sangat rawan akan merusak kewibaan Indonesia dimata dunia, sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Kenapa harus melibatkan penyidik non Polri, termasuk pada saatnya P21 di Kejaksaan, karena ini kasus penuh misteri yang diduga ada "kasus besar lainnya yang melibatkan oknum Polri"
Publik sangat ragu dan penuh kecurigaan kalau tidak gunakan penyidik independen dari sipil selain dari Polri atau Jaksa. Sebaiknya Penyidik dari Interpol dan Matra TNI.
Apalagi penyidik yang berasal dari Bareskrim Polri, umumnya pernah menjadi teman sejawat atau bawahan Tersangka Irjen "FS", jadi publik masih sangat sanksi atas kejujuran dari presisi Polri dalam pemeriksaannya.
Perlu Polri ketahui bahwa publik saat ini, sungguh tidak percaya motif awal yang sengaja diskenario sedemikian rupa oleh oknum oknum Polri dibawah kendali Irjen "FS" itu.
Diatas rata rata publik memahami dan mempridiksi ada kasus yang pernah ditangani atau sangat diketahui oleh Brigadir "J" yang ditakutkan "bocor" ke publik, sehingga Brigadir "J" mengalami nasib sial, dibunuh.
Dibunuhnya lagi "direncanakan" sungguh jauh dari akal bila hanya kasus yang di skenario sebagai "pelecehan" yang nota bene juga susah dibuktikan. Maka tentu ada "sebab akibat yang memboncengi", sehingga pembunuhan ini terjadi dan berencana.
Sebutlah, kalau pelecehan sex itu memang ada, bukan karena ada kasus lain yang ikut tandem diketahui - fokus - pada Brigadir "J", kenapa harus banyak perwira menengah dan tinggi Polri terlibat?
Kalau misalnya pula pelaku pelecehan sex murni, tapi dilakukan oleh orang "kuat" sebutlah pelakunya bukan "anak buah" Irjen "FS", itu juga tidak masuk akal pembunuhan berencana yang terlibat banyak Polri?!.
Maka harga mati kasus ini melibatkan penyidik independen, baik dari sipil maupun dari matra TNI serta Interpol. Karena kalau hanya penyidik Polri, publik sangat sanksi karena pelaku adalah puluhan oknum Polri, pasti tenggang rasa masih ada.
Ayo Polri teruslah menjadi Pelindung dan Pengayom masyarakat Indonesia.
Medan, 14 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H