Perlu pemisahan ruang walau dalam satu sekolah yang sama, agar tetap ada kesan dan rasa satu kesatuan semangat dalam hidup kehidupan.
Mungkin menganggap kurang memberikan kefleksibelan penerapan pendidikan inklusif, terutama misalnya bagi ABK dengan kondisi kemampuan mental rendah.
Baca juga:Â PP No. 13 Tahun 2020, Kemajuan Pengaturan Pendidikan Inklusi di Indonesia
Kondisi CSR di Indonesia
Dalam pengalaman penulis menghadapi pembiayaan dari Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan CSR umumnya bergerak sendiri tanpa ada kordinasi dengan pemda, jadi hanya subyektif pada kepentingan perusahaannya saja dan hanya jadikan masyarakat jadi obyek.Â
Ahirnya juga CSR tidak efektif lagi bagi kepentingan penerima manfaat, hanya terkesan pencitraan tanpa keberlanjutan. Karena tidak berbasis program, ahirnya perusahaan CSR juga tidak menikmati investasi sosial dari tujuan CSR.
Begitupun pemda, walau sudah memiliki Perda CSR, tapi masih lemah dan kurang dari sisi persiapan program yang berpihak pada rakyat atau penerima manfaat serta tidak ada monitoring dan evaluasi atas penggunaan CSR di wilayahnya.
Sesungguhnya dana CSR yang menjadi jatah untuk masyarakat di setiap daerah atas kewajiban perusahaan CSR, sangat tidak maksimal.Â
Ahirnya dana CSR tersebut bergeser ke daerah lain atau tidak dimanfaatkan, bisa jadi di korupsi saja. Sementara dana CSR itu adalah untuk peruntukan atau haknya rakyat.
Kenapa Dana CSR tidak maksimal?
Ya, disebabkan karena pemerintah maupun perusahaan CSR, semuanya tidak memiliki program yang berbasis kepentingan daerah yang tertuju, sebagai penerima manfaat dari perusahaan CSR.
Dalam kondisi tersebut, di sinilah peluang terjadinya bancakan korupsi atau permainan atas dana-dana CSR antara oknum birokrasi dan perusahaan CSR.
Baca juga:Â Melalui CSR Pertamina Optimalkan Potensi Anak Berkebutuhan Khusus Lewat Program Pelatihan
Solusi Sustainable Pembiayaan ABK
Pemerintah pusat dan khususnya pemda perlu memberi ruang regulasi bagi perusahaan CSR, agar tidak mengalami hambatan dalam penggunaan dana CSR untuk pertanggungjawaban terkait dengan substansi arah dan target CSR.
Pemda perlu menerbitkan atau merevisi Peraturan Daerah (Perda) yang terkait perlindungan dan pendampingan ABK, dalam menfasilitasi sarana dan prasarana (sapras) pembelajaran atau terapi ABK serta biaya operasional pendampingan.