Terbentuk karena egoisme, ini merupakan fenomena yang terjadi atau hambatan tumbuh berkembangnya cita-cita otonomi. Karena masyarakat desa (akar rumput), dilibatkan semata hanya formalitas belaka, hal ini harus dihindari.
Kemunculan raja-raja kecil otonomi daerah itu dampak dari ketidaktahuan kepala daerah terhadap aturan dan cara bersikap dalam birokrasi. Kita adalah NKRI, jadi tetap regulasi dan aturannya terkait dan terhubung pemerintah pusat.
Indonesia bukanlah negara federal atau persemakmuran yang masing-masing memiliki kekuasaan sendiri sehingga bisa berbuat sesuka hati, otonomi hanya memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mandiri, sementara pemda tetaplah menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintahan pusat.
Hal tersebut karena setiap kepala daerah yang terpilih dari pilkada langsung belum tentu dari figur yang benar-benar memiliki kompetensi. Pilkada membuka peluang bagi siapapun bisa terpilih jadi kepala daerah, bahkan untuk orang yang tak memiliki kecakapan sekali pun bisa menjadi kepala daerah.
Melihat kondisi demikian, ada beberapa persoalan penting yang harus segera dibenahi, yaitu:
Pertama, Kementerian Dalam Negeri perlu melakukan pembinaan lebih terhadap kepala daerah soal hubungan komunikasi, kepemimpinan dan aturan.
Kedua, sudah saatnya bagi pemerintah pusat mengkaji ulang undang-undang otonomi daerah.
Ketiga, Perlu membenahi aset-aset DOB antara daerah induk dan wilayah pemekarannya dan diselesaikan atau penyerahan aset daerah pada awal peresmian pemekaran.
Keempat, kepala daerah harus taat pada pemerintah pusat dan mendorong para kepala desa agar meningkatkan kreatifias sebagai pusat kekuatan otonomi daerah.
Diharapkan Kemendagri setiap tahun mengevaluasi seluruh daerah pemekaran dengan memberikan penguatan kapasitas dalam hal menjalankan roda pemerintahan di daerah.
Agar dapat terwujud cita-cita otonomi atau pemekaran daerah dalam mendekatkan pelayanan negara kepada masyarakat.Â