Presidential Threshold pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta diterapkan dalam Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.
Baca Juga:Â Apa yang Terjadi jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus
Kepentingan Oligarki
Banyak politisi dan tokoh dari berbagai kalangan yang menginginkan penurunan ambang batas Presidential Threshold dari 20 persen hingga ke angka 0 persen. Karena diduga ada kepentingan oligarki dengan cara mempertahankan kekuasaan dibalik ambang batas tersebut.Â
Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar dan tidak mudah dilakukan oleh parpol berbasis oligarki, apalagi sekarang rakyat sudah cerdas.
Coba berpikir paradoks, justru dengan adanya Presidential Threshold yang memang kelihatan partai-partai kecil tidak bisa mengajukan jagoannya.Â
Tapi justru akan memotivasi semua parpol untuk menguatkan partainya agar berqualitas, bila perlu kurangi parpol demi efisiensi pembiayaan pemilu dan pilpres serta kembali melakukan kaderisasi yang baik, cukup tiga parpol saja.
Bisa jadi oligarki berpikirnya ingin menguasai pemerintahan dengan proses syarat ambang batas Presidential Threshold, tapi bisa terjadi sebaliknya akan menguntungkan calon pemimpin tanpa harus di kader atau tanpa harus melalui parpol sebelumnya.
Baca Juga:Â Menakar 3 Bacapres Partai NasDem, Siapa Korban?
Menemukan Pemimpin
Sejak diberlakukannya syarat Presidential Threshold 20 persen di Pilpres 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Syarat ambang batas parpol ini sekaligus akan menjaring dan menemukan calon pemimpin non kader partai yang mumpuni.Â